Ilustrasi: Kawasan ramah pejalan kaki?/akun Facebook koalisi pejalan kaki

Koran Sulindo – Koalisi Pejalan Kaki (KoPK) menyatakan kondisi fasilitas bagi pejalan kaki di Jakarta, seperti trotoar dan jembatan penyeberangan, sebagian besar kondisinya tak layak.

“Untuk trotoar, di Jakarta masih 90 persen yang tak layak bagi pejalan kaki, 99 persen tak layak bagi penyandang disabilitas,” kata Koordinator KoPK, Alfred Sitorus, di Jakarta, Minggu (22/1).

Tanggal 22 Desember adalah hari Pejalan Kaki Nasional,

KoPK mendesak kemauan politik dari legislatif dan eksekutif memprioritaskan perbaikan fasilitas itu.

“Karena ini butuh anggaran. Dibutuhkan legislatif yang cukup progresif untuk membangun fasilitas pejalan kaki,” katanya.

Selain itu, harus ada upaya penegakan hukum yang lebih tegas, konsisten, transparan, kredibel, dan tidak pandang bulu bagi para pelanggar hak pengguna jalan.

Sementara itu Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) Edo Rusyanto, mengatakan selain hanya menikmati fasilitas pendukung minim, setiap hari pejalan kaki juga harus menghadapi pengendara egois yang mengancam keselamatan mereka.

“Motif ekonomi dan perilaku egois menjadi pemicu terjadinya itu semua,” kata Edo.

Menyepelekan

Para pejalan kaki juga dianggap menyepelekan ketika menggunakan jalan. Saat menyeberang, memberikan isyarat misalnya mengangkat satu tangan, bisa menghindarkan diri dari kecelakaan.

“Harus melihat kanan dan kiri, beri isyarat. Ini yang orang lupa. Karena di mata hukum, kalau kita memberi isyarat tidak bersalah,”  kata Edo.

Selain itu, saat menyeberang pastikan melakukannya di zebra cross atau jembatan penyeberangan, dan tidak melakukan kegiatan lain sekalipun sekedar melirik ponsel.

“Kesadaran hak pejalan kaki harus terus diingatkan. Faktanya, masih ada menyebrang di sembarang tempat, kadang-kadang menyebrang sambil memainkan handphone terutama di kota-kota besar,” kata Edo.

Kasus kecelakaan yang melibatkan selebriti Ari Wibowo pada 2013 lalu, ketika Ari yang mengemudikan sepeda motornya menabrak seorang pejalan kaki yang tengah menyeberang hingga korban meninggal.

Namun polisi justru menjadikan Ari sebagai korban, bukannya tersangka. Karena berdasarkan pemeriksaan CCTV Ari tak melakukan kelalaian berkendara, justru pejalan kaki bernama Tjarmadi yang dianggap lalai karena tidak menyeberang di zebra cross dan saat menyeberang pria itu tidak memperhatikan arus lalu lintas. Atas kelalaiannya, Tjarmadi terjerat pasal 132 Undang-undang No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum.

“Itu perlu edukasi mulai dari hal kecil. Menyebrang di zebra cross lah, kalau ada JPO, naiklah JPO. Kalau tidak ada, beri isyarat (tangan ke atas), supaya pengendara motor tahu Anda menyebrang,” kata Edo.

Menurut data WHO, sebanyak 22 persen korban kecelakaan di jalan raya adalah pejalan kaki. Setiap hari 740 orang pejalan kaki tewas karena kecelakaan di jalan. [Antara/DAS]