Ilustrasi/Leolintang/Shutterstock.com

Koran Sulindo – Berdasarkan kepribadian Anda, sebaiknya Anda tinggal di kota apa? Jika Anda berperan dalam serial TV Inggris “Downton Abbey” Anda akan menjadi karakter siapa? Jenis anjing apa yang terbaik untuk Anda pelihara?

Sebagian besar dari 2,13 miliar pengguna Facebook pasti pernah melihat hasil kuis online yang dibagi oleh teman di Facebook. Kuis-kuis tersebut kadang-kadang menjengkelkan, tidak masuk akal, dan buang-buang waktu. Tapi mereka sangat menarik dan sulit dihindari. Lagi pula, Anda hanya berbagi hasil tersebut dengan keluarga dan teman-teman Anda. Tidak ada hal yang lebih tak berdosa dari ini, betul kan?

Salah.

Facebook dalam bisnisnya mengeksploitasi data Anda. Perusahaan ini bernilai miliaran dolar karena memanen data Anda dan menjualnya kepada pengiklan. Pengguna didorong untuk like, share, dan comment tentang hidup mereka atas nama keterhubungan dengan keluarga dan teman-teman.

Namun, sebagai analis data, peneliti keamanan dan peretas yang beretika, saya tahu bahwa ada cerita lain di balik itu. Landasan dari demokrasi modern berada dalam sebuah pertaruhan.

Anda Sedang Diprofilkan secara Psikografis

Mayoritas orang telah mendengar ilmu demografi–istilah yang digunakan oleh pengiklan untuk membagi atau memotong sebuah pasar dengan klasifikasi usia, gender, etnik, dan variabel lainnya untuk membantu mereka memahami para pelanggan. Sebaliknya, ilmu psikografis mengukur kepribadian, nilai-nilai, opini, perilaku, ketertarikan, dan gaya hidup orang-orang. Psikografis dan demografi membantu para pengiklan memahami cara Anda bertindak dan siapa Anda.

Secara historis, dulu data psikografis jauh lebih sulit untuk dikumpulkan dan ditindaklanjuti dibanding data demografi. Kini, Facebook adalah harta karun terbesar di dunia dari data ini. Setiap hari miliaran orang memberi perusahaan ini sejumlah besar informasi tentang kehidupan dan mimpi-mimpi mereka.

Hal ini bukan sebuah masalah ketika data itu digunakan secara etis–misalnya, ketika sebuah perusahaan menunjukkan sebuah iklan untuk sepasang kacamata hitam yang baru-baru ini Anda mencarinya.

Namun, hal itu masalah besar ketika data tersebut digunakan secara jahat–mensegmentasikan masyarakat ke dalam ruang gema (sebuah metafora yang menggambarkan keadaan masyarakat yang hanya percaya kepada informasi yang ingin mereka percayai) dan ketika data digunakan untuk membuat pesan-pesan menyesatkan yang sengaja dibuat untuk memanipulasi opini dan tindakan individu.

Facebook telah memungkinkan hal semacam itu terjadi.

Kuis-kuis, Membaca Pikiran Anda, dan Memprediksi Politik Anda

Beberapa bulan lalu beberapa laporan membongkar bagaimana Cambridge Analytica, perusahaan di Inggris yang dimiliki oleh seorang miliarder misterius dan dipimpin oleh penasihat kunci Donald Trump, Steve Bannon, menggunakan data psikografi dari Facebook untuk memprofilkan para pemilih Amerika dalam bulan-bulan sebelum pemilihan presiden 2016. Mengapa perusahaan tersebut melakukan ini? Mereka menyasar pemilih dengan pesan politik terpersonalisasi dan mempengaruhi perilaku pemilihan mereka.

Seorang peniup peluit dari dalam Cambridge Analytica, Christopher Wylie, mendeskripsikan dengan detail bagaimana perusahaan ini mengeksploitasi pengguna Facebook dengan memanen data mereka dan membuat model untuk menarget emosi terdalam mereka.

Bagaimana Facebook membiarkan ini terjadi?

Perusahaan ini melakukan lebih dari sekadar menjual data Anda. Sejak awal 2000-an, Facebook menyediakan akses kepada para peneliti akademik untuk mempelajari Anda. Banyak peneliti sosial dan psikolog telah meniti karir mereka dengan menganalisis berbagai cara untuk memprediksi kepribadian dan ideologi Anda dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana. Pertanyaan-pertanyaan itu, seperti digunakan dalam kuis media sosial, tidak menampakkan punya hubungan jelas pada politik. Bahkan sebuah keputusan seperti peramban web apa yang Anda gunakan untuk membaca artikel ini berisi petunjuk tentang kepribadian Anda.

Pada 2015, Facebook memberikan izin kepada peneliti akademik Aleksandr Kogan untuk mengembangkan sebuah kuis. Seperti kuis-kuis lain, dia mampu menangkap seluruh informasi publik Anda termasuk nama, gambar profil, usia, gender, dan ulang tahun; setiap sesuatu yang pernah Anda posting pada linimasa Anda, seluruh daftar teman Anda, seluruh foto Anda dan foto yang pernah Anda tag; sejarah pendidikan; kampung halaman dan kota saat ini, setiap hal yang Anda pernah sukai; dan informasi tentang telepon pintar yang sedang Anda gunakan termasuk web browser dan bahasa yang Anda sukai.

Kogan berbagi data yang dia kumpulkan dengan Cambridge Analytica, sesuatu yang di luar kebijakan Facebook–tapi tampaknya perusahaan ini jarang menegakkan kebijakan mereka soal ini.

Belanja Pengguna yang Mudah Dipengaruhi

Menganalisis data-data tersebut, Cambridge Analytica menentukan topik yang menarik minat pengguna, jenis pesan politik yang mudah mempengaruhi pengguna, bagaimana membingkai pesan tersebut, isi dan nada yang dapat memotivasi pengguna, dan bagaimana mengarahkan mereka untuk membagikannya kepada orang lain. Mereka mengumpulkan daftar belanja sifat-sifat yang dapat diprediksi tentang para pemilih.

Sebuah daftar sifat-sifat personal. Disediakan kepada New York Times oleh Christopher Wylie.

Lalu perusahaan ini telah mampu membuat website, iklan dan blog yang akan menarik pengguna Facebook dan mendorong mereka menyebarkan kata-kata tersebut. Dalam kata-kata Wylie: “Mereka melihatnya … mereka mengkliknya … mereka masuk ke lubang hitam.”

Ini cerita bagaimana berita palsu, informasi yang menyesatkan, dan informasi yang bertentangan sampai pada sampai pada para pemilih Amerika yang disasar untuk itu. Ini dimaksudkan untuk mempengaruhi bagaimana mereka memilih–atau bahkan untuk tidak memilih.

Cerita Cambridge Analytica menjelaskan bagaimana hubungan pengguna Facebook dengan keluarga dan teman-temannya dieksploitasi untuk keuntungan moneter dan untuk keuntungan politik.

Sengaja Menempatkan Para Pengguna pada Risiko

Facebook bisa berbuat lebih banyak untuk melindungi para pengguna.

Perusahaan ini telah mendorong pengembang membuat aplikasi untuk platform ini. Sebagai gantinya, pengembang aplikasi memiliki akses dalam jumlah besar data pengguna–yang seharusnya diatur dalam peraturan yang jarang ditegakkan. Facebook mengumpulkan 30% dari pembayaran yang dilakukan melalui aplikasi ini, sehingga kepentingan bisnisnya membuatnya ingin lebih banyak aplikasi, melakukan lebih banyak hal.

Orang-orang yang tidak mengisi kuis rentan juga. Facebook membolehkan perusahaan-perusahaan seperti Cambridge Analytica untuk mengumpulkan data dari teman-teman pengisi kuis, tanpa sepengetahuan atau seizin mereka. Puluhan juta data orang-orang dipanen–dan banyak pengguna Facebook juga bisa jadi telah diambil datanya oleh aplikasi lain.

Mengubah Budaya dan Politik

Dalam sebuah video interview dengan Observer, Wylie menjelaskan bahwa “Politik mengalir dari budaya … Anda harus mengubah orang-orang agar mengubah budaya.”

Inilah yang Cambridge Analytica lakukan dengan bantuan Facebook. Pada 2017, CEO Cambridge Analytica ini membanggakan secara terbuka bahwa Cambridge telah “mampu menggunakan data untuk mengidentifikasi … jumlah yang sangat besar dari para pemilih yang dapat dibujuk … yang dapat dipengaruhi untuk memberikan suara kepada Trump.”

Untuk menggunakan pengaruh ini, Cambridge Analytica–yang mengklaim memiliki 5.000 poin data pada setiap orang Amerika–mengunakan data orang-orang untuk secara psikologis mendorong mereka untuk mengubah perilaku mereka dengan cara yang dapat diprediksi.

Ini termasuk apa yang dikenal sebagai “berita palsu”. Dalam sebuah investigasi penyamaran, Channel 4 Inggris merekam eksekutif Cambridge Analytica menyatakan kesediaan mereka untuk menyebarkan informasi keliru, dengan CEO menyatakan “Ini adalah hal-hal yang tidak perlu benar, sepanjang mereka dipercaya.”

Masyarakat Amerika Serikat saat itu tidak siap: 62% orang Amerika dewasa mendapat berita di media sosial dan banyak orang yang melihat laporan kisah-kisah berita palsu yang mereka percaya. Jadi taktik Cambridge Analytica kala itu bekerja: 115 cerita palsu pro-Trump telah dibagikan di Facebook sebanyak 30 juta kali. Faktanya, kisah-kisah berita palsu paling populer lebih luas dibagikan di Facebook dibanding kisah berita media mainstream paling populer.

Untuk perang psikologi ini, kampanye Trump telah membayar Cambridge Analytica jutaan dolar.

Dosis skeptisisme yang sehat

Sejarah Amerika Serikat diisi dengan banyak kisah orang-orang yang membagikan pemikiran mereka di ruang-ruang publik. Bila tertarik, seorang yang lewat dapat mendengarkan, dan mendapatkan pengalaman dari narasi itu.

Dengan menggabungkan profiling psikografis, analisis big data, dan iklan penargetan mikro, wacana publik di Amerika Serikat telah memasuki sebuah era baru. Apa yang dulunya merupakan pertukaran informasi publik dan dialog demokratis sekarang merupakan kampanye desas-desus yang disesuaikan: Baik kelompok-kelompok yang etis maupun jahat membelah orang-orang Amerika, berbisik ke telinga masing-masing dan setiap pengguna, membangkitkan mereka berdasarkan ketakutan dan mendorong mereka untuk berbisik ke orang lain yang berbagi ketakutan itu.

Seorang pejabat Cambridge Analytica menjelaskan: “Ada dua penggerak manusia paling mendasar … harapan dan ketakutan … dan banyak dari mereka tidak dibicarakan dan bahkan tidak disadari. Anda dulu tidak tahu bahwa itu adalah sebuah ketakutan sampai Anda melihat sesuatu yang membangkitkan reaksi itu dari Anda. Pekerjaan kami adalah … untuk memahami itu benar-benar mendalam yang mendasari ketakutan dan kekhawatiran. Tak ada gunanya bertarung dalam kampanye pemilihan umum dengan menyorongkan fakta-fakta karena sesungguhnya ini semua tentang emosi.”

Informasi yang Anda sebar di Facebook memaparkan harapan dan ketakutan Anda. Kuis Facebook yang tampak tidak berdosa itu tidak begitu polos.

Masalahnya bukan pada data psikografis yang telah dieksploitasi dalam skala besar. Masalahnya adalah platform seperti Facebook membolehkan data orang-orang digunakan dengan cara-cara yang merenggut kekuasaan pemilih dan memberikannya kepada kepada juru kampanye penganalisis data.

Dalam pandangan saya, inilah yang membunuh demokrasi. Bahkan Facebook dapat melihat itu, mengatakan pada Januari bahwa pada titik terburuknya media sosial, “membolehkan orang-orang menyebarkan informasi salah dan merusak demokrasi.”

Saran saya: Gunakan Facebook dengan dosis skeptisisme yang sehat. [Timothy Summers; Director of Innovation, Entrepreneurship, and Engagement, College of Information Studies, University of Maryland]. Tulisan ini disalin dari The Conversation Indonesia, di bawah lisensi Creative Commons.