Legenda rakyat bukan hanya sekadar kisah pengantar tidur, tetapi juga cerminan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Jepang, sebagai negeri yang kaya akan tradisi dan mitologi, memiliki banyak kisah heroik yang diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu yang paling terkenal adalah kisah Momotaro, bocah ajaib yang lahir dari buah persik dan tumbuh menjadi pahlawan pemberani.
Lebih dari sekadar petualangan melawan kejahatan, kisah Momotaro mengajarkan pentingnya keberanian, kerja sama, dan semangat pantang menyerah. Seiring waktu, legenda ini berkembang dan bahkan digunakan dalam konteks yang lebih luas, termasuk sebagai simbol perjuangan dalam sejarah modern Jepang. Bagaimana kisah ini bermula, berkembang, dan beradaptasi dalam berbagai zaman? Dilansir dari laman BOKKSU, Mari kita telusuri lebih dalam legenda Momotaro, Sang Bocah Persik.
Di sebuah desa kecil di Jepang, hiduplah sepasang suami istri tua yang sangat mendambakan kehadiran seorang anak. Suatu hari, saat sang nenek sedang mencuci pakaian di sungai, ia melihat sebuah buah persik raksasa mengapung di atas air.
Terkejut sekaligus penasaran, ia membawa buah itu pulang. Saat sang kakek membelah persik, keajaiban terjadi—seorang bayi laki-laki mungil muncul dari dalamnya. Karena berasal dari buah persik (momo dalam bahasa Jepang), mereka menamainya Momotaro, yang berarti “Bocah Persik”.
Seiring waktu, Momotaro tumbuh menjadi pemuda yang kuat, pemberani, dan berjiwa baik. Suatu hari, ia mendengar kabar tentang sekelompok oni—raksasa jahat yang tinggal di Pulau Onigashima. Para oni sering menyerang desa-desa, menjarah harta benda, dan membuat rakyat hidup dalam ketakutan. Momotaro pun bertekad untuk mengalahkan mereka dan membawa kedamaian kembali ke negerinya.
Sebelum berangkat, ibu angkatnya membekalinya dengan kibi dango, sejenis pangsit millet yang lezat dan bergizi. Dalam perjalanannya menuju Pulau Onigashima, Momotaro bertemu dengan tiga hewan: seekor anjing, monyet, dan burung pegar. Meskipun awalnya waspada, mereka akhirnya bersedia membantu Momotaro setelah ia menawarkan kibi dango sebagai tanda persahabatan.
Dengan tim yang kuat dan penuh semangat, mereka akhirnya tiba di Pulau Onigashima. Pertempuran pun pecah antara Momotaro dan para oni. Berkat strategi cerdas dan kerja sama tim, Momotaro dan ketiga sahabatnya berhasil mengalahkan para raksasa. Pemimpin oni pun menyerah dan bersumpah tidak akan pernah mengganggu manusia lagi. Mereka pun menyerahkan semua harta yang telah mereka rampas, dan Momotaro membawa harta itu kembali ke desa untuk dibagikan kepada rakyat.
Kepulangannya disambut dengan sorak sorai. Momotaro menjadi simbol keberanian, keadilan, dan kepemimpinan. Kisahnya terus diceritakan turun-temurun, menjadi legenda yang mengajarkan nilai keberanian, persahabatan, dan pentingnya melawan ketidakadilan.
Makna dan Perkembangan Legenda Momotaro
Kisah Momotaro bukan sekadar dongeng biasa. Dalam budaya Jepang, buah persik melambangkan kehidupan, kesuburan, dan kekuatan melawan kejahatan. Momotaro sendiri digambarkan sebagai sosok pahlawan ideal yang berani, setia kawan, dan berjuang demi keadilan.
Menariknya, cerita ini berkembang seiring waktu. Versi awal yang berasal dari periode Edo (1603–1868) mencatat bahwa Momotaro bukan berasal dari buah persik, melainkan lahir setelah pasangan tua itu menyegarkan diri di sungai. Detail lainnya, seperti urutan hewan yang ia temui dan cara merekrut mereka, juga mengalami variasi dalam berbagai versi cerita rakyat di Jepang
Selain sebagai cerita moral, kisah Momotaro juga pernah digunakan sebagai alat propaganda perang. Pada Perang Dunia II, pemerintah Jepang mengadaptasi Momotaro ke dalam film dan kartun yang ditujukan untuk propaganda melawan dominasi kulit putih.
Film itu berjudul Momotaro: the Sacred Sailor yang tayang perdana pada April 1945. [UN]