Presiden Filipina, Rodrigo Duterte/AFP Photo-Ted Aljibe

Koran Sulindo – Pemeriksaan awal penyidik Pengadilan Pidana Internasional (ICC) atas pembunuhan di luar pengadilan soal narkotika di Filipina cukup membuat Presiden Rodrigo Duterte deg-degan. Terlebih pemeriksaan awal penyidik menyebutkan Duterte dan sejumlah pejabat pemerintahannya diduga melakukan kejahatan kemanusiaan alias pelanggaran berat HAM.

Karena itu, Duterte mengeluarkan keputusan secara sepihak pada Maret lalu menarik Filipina dari kesepakatan Statuta Roma mengenai pelanggaran berat HAM. Senat Filipina mengkritik keputusan tersebut dan mendesak Mahkamah Agung untuk membatalkan keputusan Duterte itu.

Seperti yang dilaporkan Reuters, Duterte tidak bisa memutuskan secara sepihak menarik Filipina dari kesepakatan internasional. Itu harus melalui persetujuan Senat sehingga menjadi sah secara konstitusional. Alasan Duterte menarik Filipina dari kesepakatan Statuta Roma karena merasa penyidik ICC tidak punya yurisdiksi untuk memeriksa dirinya.

Enam dari 23 anggota Senat mengatakan, Duterte membutuhkan dua pertiga anggota Majelis Tinggi untuk mengesahkan keputusannya menarik Filipina dari kesepakatan internasional. “Itu setara dengan pencabutan undang undang,” demikian para senator itu berpendapat.

Sementara itu, juru bicara Duterte, Harry Roque mengatakan, pihaknya optimistis Mahkamah Agung Filipina akan mengabaikan tunutan para Senat itu. Ia justru mendoakan upaya para Senator itu agar berhasil lantaran pengadilan disebut selalu tunduk kepada eksekutif untuk urusan luar negeri.

Senator dan pengacara pro HAM mengadukan Duterte ke ICC terkait dengan kebijakannya memerangi narkotika dan memberikan izin membunuh tanpa proses pengadilan. Diduga karena kebijakannya itu, ribuan orang yang dinilai terkait dengan narkotika tewas karena ditembak polisi Filipina.

Soal itu, Duterte merasa tidak pernah bersalah. Pun kepolisian yang menolak tuduhan aktivis pro HAM karena terlibat dalam pembunuhan sistematis dan menutup-nutupi tentang penembakan orang yang diduga bandar narkoba tanpa proses hukum. Karena itu pula, citra Duterte di dunia internasional menjadi buruk.

Keputusan Duterte karena memutuskan secara sepihak dengan menarik Filipina dari perjanjian internasional mendapat kecaman dari para aktivis HAM. Duterte bahkan dituduh sebagai orang pengecut. Padahal ia selalu menyatakan siap menerima risiko termasuk membusuk di penjara karena kebijakannya tersebut.

Kelompok ahli hukum menilai tindakan Duterte itu menjadi tidak berguna, terlebih ICC menganut asas retroaktif sehingga sangat memungkinkan membawa Duterte ke dalam penjara. [KRG]