Koran Sulindo – Megawati Soekarnoputri mengantarkan Joko Widodo dan Jusuf Kalla hingga gerbang rumahnya di Jalan Teuku Umar Menteng, Jakarta, pada 19 Mei 2014 itu. Hari itu Ketua Umum Partai Pemenang Pemilu itu mengantarkan pasangan itu menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2014-2019 yang dipilihkannya untuk Indonesia.
Setelah itu Megawati masuk kembali ke dalam rumahnya. Tanpa kata-kata. Ia memenangkan PDI Perjuangan tapi tak mencalonkan dirinya sendiri, atau anak-anaknya, sebagai capres.
Ia lebih memilih suara rakyat.
Terngiang suara Presiden Soekarno dalam pidatonya di KBRI di Amerika Serikat pada 1956. “Sungguh Tuhan hanya memberi hidup satu kepadaku, tidak ada manusia mempunyai hidup dua atau hidup tiga. Tetapi hidup satunya akan kuberikan, insya Allah subhanahuwata’ala, seratus persen kepada pembangunan tanah air dan bangsa. Dan… dan jikalau aku misalnya diberikan dua hidup oleh Tuhan, dua hidup ini pun akan aku persembahkan kepada tanah air dan bangsa. Maka aku minta kepada kita sekalian, marilah kita sekalian bersama-sama mengabdi kepada tanah air dan bangsa ini.”
Anak kedua Bung Karno itu, dalam nadinya mengalir darah biru politik tanah air ini, tak menawarkan anaknya sebagai wakil Jokowi. Walau Puan Maharani sudah digadang-gadang sejak sekitar 5 tahun sebelumnya. Ia seperti memberi petunjuk agar anak-anaknya mencari jalannya sendiri.
Dari rahimnya telah lahir 3 anak yang mewarisi darah birunya. Selain Puan, ada Muhammad Rizki Pratama dan Prananda Prabowo.
Puan
Nama anak tunggal Megawati dengan Taufiq Kiemas ini pernah mampir dalam bursa kabinet Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono pada 2009. Tapi ia menolak.
Aktivitas politik Puan bermula saat Megawati menjadi presiden pada 2001. Puan ikut serta dalam berbagai kunjungan resmi kenegaraan Megawati. Ia juga bergabung dengan Mega Center, salah satu lembaga pemenangan Mega. Kemunculannya dalam berbagai momen PDIP membuat ia dikenal publik. Ia maju dalam pemilu legislatif 2009 sebagai caleg dari dapil Jawa Tengah dan lolos ke Senayan.
Pada 14 Maret 2014, Puan membacakan perintah harian yang ditulis tangan ibunya. Megawati, selaku pemegang mandat melalui Kongres III PDI-P 2010 untuk memilih capres partainya, menyerahkan kembali mandat tersebut kepada rakyat Indonesia. Ia memilih Jokowi menjadi calon Presiden RI melalui Pemilu 2014. Dan Puan membacakannya dengan tenang, seolah tak pernah terpikir tiket PDIP menjadi Presiden RI itu seharusnya diserahkan padanya.
“Perintah Harian: Merdeka!” “Saya selaku Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; kepada seluruh rakyat Indonesia yang mempunyai mata hati, keadilan, dan kejujuran di manapun kalian berada!” 1. Dukung Bapak Joko Widodo sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.”
Puan ingat, keputusan itu menuai pro kontra. Ia ingat, 2 hari sebelumnya ibunya mengajak Jokowi berziarah ke makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur. Ia ingat, sehari kemudian, di hadapannya sebagai saksi, Megawati meminta Jokowi bekerja keras menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar RI 1945, dan Pancasila. Jokowi juga diminta menjalankan konsep Trisakti yang diwariskan Presiden Soekarno dalam mengambil semua keputusan.
Trisakti adalah prinsip berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya.
Megawati juga memerintahkan Jokowi wajib menyejahterakan rakyat Indonesia dan memegang semangat pro-rakyat dalam setiap keputusan politik dan pembangunan menuju Indonesia Hebat, seperti cita-cita para proklamator.
Kini jabatan Puan di stuktur DPP PDI Perjuangan periode 2015-2020 sebagai Ketua Bidang Politik dan Keamanan, tapi dalam operasionalnya akan nonaktif, karena menjadi Menko PMK.
Pada pemerintahan Joko Widodo dengan Jusuf Kalla, Puan diberi jabatan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI pada Kabinet Kerja.
Sebelumnya, Puan menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP di DPR antara 2012 hingga 2014. Ia berada di Komisi VI yang mengawasi BUMN, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, juga anggota badan kelengkapan dewan Badan Kerjasama Antar Parlemen.
“Saya memberikan penjelasan, bahwa aktivis partai itu tidak bisa diberhentikan karena menyangkut dengan loyalitas dan dedikasi, tapi kegiatannya di partai bisa dinonaktifkan,” kata Megawati, saat mengumumkan struktur kepengurusan DPP PDI Perjuangan periode 2015-2020, pada Kongres IV PDI Perjuangan di Hotel Inna Bali Beach, Sanur, Bali, 10 April 2015.
Menjelang Pilpres 2019, nama Puan kembali dikibarkan. Pertama, dalam rakernas Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) pimpinan Muchtar Pakpahan. Menurut SBSI, Puan layak disandingkan sebagai cawapres Jokowi.
Kedua, Perhimpunan masyarakat profesional muslim alumni Universitas Indonesia (UI), yang tergabung dalam Solidaritas Muslim Alumni UI (SOLUSI UI), menyatakan Puan pantas mendampingi Jokowi menjadi Wapres.
“Sebagai Parpol besar, PDI Perjuangan sudah sepantasnya mengusung kader terbaiknya untuk menjadi pemimpin bangsa dan negara. Jangan hanya mendorong orang lain, “ kata Ketua Solusi UI, Sabrun Jamil, belum lama ini.
Apa jawaban Puan? Hanya senyum, seperti ibunya.
Kamus Berjalan Bung Karno
Mohammad Rizki Pratama dan Muhammad Prananda Prabowo adalah anak-anak Megawati dari suami pertama, Lettu Penerbang Surindro Suprijarso. Ia mengalami kecelakaan pesawat di laut sekitar perairan pulau Biak, Irian Jaya, pada 22 Januari 1970. Pesawat Skyvan T-701 yang dikendalikannya terempas, merenggut nyawanya dan 6 penumpang lain.
Rizki Pratama dikenal sebagai simbol keluarga yang tidak terjun ke politik. Kemunculannya yang mencolok Rizki menyambut jenazah Taufiq Kiemas di Bandara Halim dan membacakan pidato keluarga di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat pemakaman di TMP Kalibata, 9 Juni 2013.
Adiknya, Muhammad Prananda Prabowo, di PDI Perjuangan berawal menjadi ketua bidang telaah materi. Di kalangan elite PDIP, Prananda dikenal sebagai “man behind the door”, hampir semua pidato politik Megawati ditulis anak keduanya itu.
Nanan, panggilan akrab Prananda, masih dalam kandungan saat ayahnya wafat. Ia lahir pada 23 April 1970.
Sosok Nanan muncul pertama kali saat pelaksanaan kongres III PDIP di Bali, pada 2010. Nama itu muncul karena para loyalis Megawati gerah dengan isu sejumlah elite PDIP ingin membawa partai yang selama ini oposan ingin berkoalisi dengan partai berkuasa saat itu. Namun setelah itu ia tak pernah muncul kembali. Sosoknya hanya dapat dijumpai di media sosial seperti twitter, facebook, maupun situs pribadinya.
Sebelumnya ia adalah sopir pribadi ibunya. Saat itu orang-orang kerap memanggilnya dengan nama yang unik, Uweng.
Ingatan Uweng luar biasa terutama pada ajaran-ajaran Bung Karno, kakeknya. Pada 2010 itu Prananda digadang-gadang menjadi salah satu calon kuat wakil ketua umum partai. Ini posisi baru di struktur partai, dibentuk untuk menampung proses regenerasi.
Di kalangan internal, Uweng memiliki watak mirip ibunya soal memegang teguh ajaran Bung Karno. Ia dijuluki ‘Kamus Berjalan Bung Karno.’ Uweng membuat situs khusus tentang berbagai pemikiran kakeknya yang beralamat di gentasuararevolusi.com.
Buat yang suka klenik, posisi Uweng unik. Jika Soekarno adalah anak kedua dari dua bersaudara; Megawati adalah putri kedua dari lima bersaudara; maka Uweng adalah anak kedua dari dua bersaudara.
Tak hanya menekuni, Prananda juga giat melakukan sosialiasi ajaran-ajaran Bung Karno lewat berbagai cara, antara lain lewat musik dan lagu. Acara Bung Karno dalam Seni dan Budaya merupakan gagasannya, yang merupakan bagian dari acara peringatan ulang tahun PDI Perjuangan dan Bulan Bung Karno.
“Terima kasih untuk generasi muda Indonesia yang tetap mencintai Bung Karno sebagai Bapak Bangsa. Terima kasih telah berjuang menghidupkan ajaran Bung Karno melalui karya seni dan budaya. Generasi Muda Indonesia, kita akan terus bergerak, membuang yang jelek, membangun yang baik. Kita jadikan seluruh ide, gagasan, pemikiran, cita-cita, dan spirit Bung Karno sebagai bintang penuntun!” Petikan pidato Ketua Bidang Ekonomi Kreatif PDIP dalam acara Bung Karno dalam Seni dan Budaya, yang digelar di Jakarta, 4 Juni 2017 lalu.
Pidato tersebut disampaikan melalui tayangan video. Dalam rangkaian acara itu, ada kompetisi berjenjang, yakni Banteng Music Festival dan Lomba Paduan Suara, yang diselenggarakan mulai dari tingkat provinsi (Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan) di seluruh Indonesia sampai tingkat nasional. Para pemenangnya kemudian ditampilkan pada acara 4 Juni tersebut.
Lagu wajib yang mereka bawakan digubah dari petikan pidato Bung Karno. Karena, memang, PDI Perjuangan lewat Banteng Music Festival dan Lomba Paduan Suara ingin menunjukkan wajah politik berkeadaban dan point ketiga dari ajaran Trisakti Bung Karno, yakni berkepribadian dalam kebudayaan.
Dalam tayangan video itu, Prananda lebih lanjut menyerukan, “Kaum muda di mana pun Anda berada, mari kita bangkit! Kita tidak boleh dan tidak dapat berbalik lagi karena, sebagai sebagai bangsa, kita telah mencapai point of no return. Hiduplah ber-vivere pericoloso, hidup dengan berani menyerempet bahaya; asal jangan kita ber-vivere pericoloso kepada Tuhan. Kita ber-vivere pericoloso di jalan yang dikehendaki dan diridoi oleh Tuhan untuk mewujudkan Indonesia Raya, Indonesia yang sejati-jatinya merdeka. Merdeka!”
Dalam Rakernas IV PDIP awal tahun lalu di Bali, Prananda pelan-pelan munculdi permukaan. Ia orangpertama yang bersalaman ketika menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo di lokasi acara. Ia ada di samping Jokowi, Megawati, dan Puan, ketika deklarasi Jokowi sebagai capres PDIP lagi dalam pembukaan Rakernas. Banyak yang mengabarkan ia kini orangpaling penting di PDIP setelah Megawati. [Didit Sidarta]