Koran Sulindo – Tidak banyak tokoh yang dikenang banyak orang dari zaman ke zaman, bahkan dalam skala dunia. Dari yang tidak banyak itu, Soekarno atau Bung Karno adalah salah satunya.

Nama Putra sang Fajar diabadikan di banyak negara, mulai dari Rusia sampai Mesir, mulai dari Pakistan sampai Kuba. Buah pemikiran dan pidato-pidatonya juga masih dikutip banyak tokoh dari berbagai negara.

Karena kekagumannya ke Bung Karno, Presiden Venezuela Hugo Chavez ketika berkunjung ke negeri ini pada 2007 lampau menziarahi makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur. Padahal, Chavez adalah generasi jauh di bawah Soekarno.

Begitu pula dengan Ayatullah Ali Khamenei. Tahun 2012 lalu, ketika berpidato dalam pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-blok di Organization of Islamic Conference (OIC), Pemimpin Besar Iran itu mengutip pidato Bung Karno.

Banyak pula pemimpin dari negara-negara lain yang dijuluki  “Soekarno kecil”. Karena, mereka mengikuti jejak Bung Karno: gigih menentang ketidakadilan dan dominasi yang diciptakan negara-negara industri kapitalis, menentang neo-imprealisme dan neo-liberalisme.

Bung Karno, setelah berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955, pada tahun 1961 juga memperkenalkan gagasannya tentang kekuatan baru yang sedang tumbuh, yang ia sebut The New Emerging Forces, Nefo. Kekuatan baru ini muncul dari negara-negara yang pernah dijajah negara-negara imperialis dan kekuatan lama yang semakin dekaden, yang disebut Bung Karno sebagai Oldefo, The Old Esthablished Forces.

Nefo tumbuh di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Nefo, menurut Bung Karno, bukan hanya berupaya bebas dari neo-kolonialisme dan imperialisme, tapi juga berusaha membangun tatanan dunia baru tanpa exploitation l’homme par I’homme dan exploitation de nation par nation. Nefo merupakan pemerintah, bangsa, dan rakyat progresif di negara sedang berkembang.

Gagasan Bung Karno tersebut terus berkembang dan bahkan dinilai masih sangat relevan sekarang, ketika sistem ekonomi neoliberal berupaya menguasai perekonomian global. Dalam beberapa tahun terakhir, penentangan yang dilakukan Nefo semakin progresif, terutama di Amerika Latin. Para pekerja di negara-negara industri kapitalis pun banyak yang tergerak untuk ikut melakukan penentangan itu, seperti yang pernah terjadi di Seattle (Amerika Serikat), Genoa (Italia), dan Lisbon (Portugal).

Anehnya, di Indonesia, yang terjadi malah sebaliknya. Pengaruh Oldefo mendominasi jalannya pemerintah dan negara ini—yang dimulai sejak pembentukan Intergovernmental Group on Indonesia (IGGI) tahun 1967 dan kini bernama Consultative Group on Indonesia (CGI). Itu adalah lembaga pemberi utang, yang terdiri dari semua negara industri maju dan The International Monetary Fund (IMF) serta World Bank.

Indonesia pun seperti masuk ke dalam labirin utang, gali lubang-tutup lubang, sampai sekarang. Padahal, sejarah mencatat, utang pernah membuat Indonesia terpuruk. Juga sampai kini Indonesia masih kerap sempoyongan layaknya orang kecanduan.

Padahal pula, seperti kata Bung Karno, het wezen atau inti dari imperialisme adalah membuat bangsa-bangsa tidak berdiri di atas kaki sendiri, tidak berdikari. Inti imperialisme adalah membuat bangsa-bangsa memerlukan barang-barang bikinan imperialis, persenjataan pihak imperialis, dan bantuan pihak imperialis.

Dalam Laporan Utama Koran Suluh Indonesia cetak edisi kelima, pemikiran berbagai segi pemikiran, sikap, dan tindakan Bung Karno pun diuraikan kembali, sebagai upaya kami menyambut datangnya Bulan Bung Karno, Bulan Juni. Koran Suluh Indonesia cetak edisi kelima akan terbit pada Senin, 30 Mei 2016. Yang ingin berlangganan Koran Suluh Indonesia cetak, memasang iklan, atau melakukan kerja sama dapat menghubungi Saudara Setyo Gunawan lewat nomor telepon yang tertera kategori Redaksi situs ini. [PUR]