Putra Mahkota Aran Saudi Mohammed bin Salman

Koran Sulindo – Di antara semua jenderal yang pernah dimiliki Israel, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel (IDF) Jenderal Gad Eizenkot bukanlah jendral yang paling cerdas. Dia acap dikritik atas sifatnya yang tertutup kepada pers Israel dan pasti lebih tertutup lagi kepada pers asing.

Kebiasaan itu tiba-tiba berubah drastis beberapa pekan lalu.

Dari kantornya yang terletak di jantung kompleks pertahanan Israel di Tel Aviv, Eizenkot memberikan wawancara panjang dan terperinci kepada wartawan Elaph, surat kabar Arab Saudi. Itu wawancara yang sangat terbuka, tak seperti tweet sopan yang selama ini dipertontonkan sang jenderal.

Wawancara tersebut menjadi kali pertama bagi seorang perwira tinggi Isreal, apalagi seorang kepala staf yang berbicara panjang lebar untuk sebuah media di Arab Saudi, yang bahkan tak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Bayangkan skenarionya begini: Kepala Staf IDF, media Arab, dan pembahasannya sama sekali tak menyinggung orang-orang Palestina. Mereka justru membahas Iran, musuh bersama mereka. Di masa lalu, adegan “surealis” itu bahkan tak mungkin bisa dibayangkan oleh orang paling liar di Timur Tengah sekalipun.

Kepada Elaph, Eisenkot mengklaim Israel dan Saudi berrada di sisi yang sama menghadapi menguatnya pengaruh Iran di Timur Tengah. Sebuah kerja sama harus dibangun atas dasar kepentingan bersama. “Kami bersedia untuk berbagi informasi jika memang kita butuhkan. Kita memiliki banyak kepentingan bersama di antara kita,” kata Eisenkot kepada wartawan Elaph.

Pengakuan Eizenkot itu kembali ditegaskan Menteri Energi Israel Yuval Steinitz kepada Radio Angkatan Darat. Steinitz mengakui kontak-kontak rahasia yang dibangung pejabat Israel dengan rekan-rekanmereka di Saudi.

Meski tak menyebutkan perinciannya, pengungkapan Steinitz itu mengonfirmasi hubungan rahasia yang selama ini menjadi rumor santer. Tak hanya Saudi, Steinitz bahkan mengaku Israel juga memiliki hubungan rahasia dengan negara-negara Arab dan negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya.

“Kami ingin menjaga hubungan dengan mereka tetap tenang. Bagi kami tidak ada masalah, tapi kami menghormati keinginan pihak lain. Entah itu dengan Saudi atau dengan negara-negara Arab dan berpenduduk muslim lainnya. Dan kami tetap merahasiakannya,” kata Steinitz.

Saudi Bungkam

Meskipun pejabat Saudi selalu bungkam dengan hubungan yang tak jujur itu, rekan-rekan mereka di Israel tidak berusaha menyembunyikan komunikasi di antara kedua negara, termasuk dengan undangan untuk kunjungan masa depan.

Sebelum Eizenkot, akhir November 2017 lalu, Menteri Komunikasi Mufti Ayoub Kara mengundang Mufti Agung Saudi Abdul Aziz al-Sheikh untuk berkunjung ke Tel Aviv. Pada September, dalam sebuah pernyataan publik, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu mengakui Israel memiliki hubungan rahasia dengan negara-negara Arab tanpa menyebutkan nama dan bentuk kerja samanya.

Masih di bulan yang sama, mantan komandan intelijen Saudi, Pangeran Turki bin Faisal, juga sudah berbagi panggung dengan bekas Direktur Mossad Efraim Halevy pada sebuah debat mengenai Iran di sebuah sinagoga New York. Radio Israel juga melaporkan Pangeran Mahkota Saudi Mohammed bin Salman atau MBS diam-diam bertemu pejabat di Israel di Tel Aviv, membahas geopolitik di Timur Tengah.

Setelah pertemuan itu, MBS menginisiasi penangkapan puluhan pangeran dan pejabat profil tinggi yang dilihat sebagai upaya konsolidasi kekuasaannya atas nama gerakan anti-korupsi.

Arab Saudi dan Israel sama-sama memandang Iran sebagai ancaman utama di Timur Tengah. Meningkatnya ketegangan Teheran dan Riyadh memicu spekulasi bahwa kepentingan bersama dapat mendorong Arab Saudi dan Israel untuk bekerja sama. Orang Saudi paham, perkembangan geopolitik terkini menjadi saat paling tepat untuk berteman dengan Israel.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Jubeir dalam sebuah wawancara dengan Reuters menolak tuduhan itu. Dia tetap merujuk pada inisiatif yang diusulkan Liga Arab tahun 2002 sebagai kunci untuk membangun hubungan dengan Israel. “Kami selalu mengatakan, jika konflik Israel-Palestina diselesaikan berdasarkan prakarsa perdamaian Arab, Israel akan menikmati hubungan normal, ekonomi, politik, hubungan diplomatik dengan semua negara Arab. Sampai saat itu terjadi, kami tidak memiliki hubungan dengan Israel,” katanya.

Inisiatif Liga Arab itu menuntut prasyarat utama, yakni penarikan seluruh pasukan Israel dari daerah yang dikuasainya dalam perang Timur Tengah 1967, termasuk Yerusalem Timur. Walaupun Netanyahu menyatakan dukungan tentatif untuk beberapa bagian inisiatif itu, dia tetap harus menghadapi banyak tantangan di dalam negeri.

Pragmatis

Para pengamat memperkirakan, meski Israel dan Arab Saudi tak mungkin menggalang persekutuan terbuka di kancah regional, geopolitik aktual memosisikan mereka di panggung yang sama. Aliansi pragmatis melawan Iran menurut pengamat merupakan paradigma regional baru di Timur Tengah.

“Perubahan politik di Arab Saudi dan keinginan untuk mengonsolidasikan kekuasaan adalah alasan utama mengapa hubungan ini dengan Israel dibuka,” kata Mahjoob Zweiri, seorang profesor dari Program Studi Teluk Universitas Qatar.

Iran yang digunakan sebagai alasan, lanjutnya, sepertinya tak terlalu khawatir dengan aliansi ini. “Pada kenyataannya, kondisi ini membantu Iran tampil sebagai kekuatan yang ramah sekaligus memperbaiki citranya. Iran juga tampil sebagai benteng terakhir perlawanan terhadap Israel,” tuturnya.

Namun, Zweiri mengingatkan, pejabat Israel cenderung melebih-lebihkan interaksi semacam itu untuk “menurunkan harga yang harus dibayar”. Terutama untuk masalah-masalah Palestina, dengan memperluas hubungan strategis dan menjalin hubungan dengan negara-negara Arab.

Di sisi lain, Netanyahu takut terjebak bagaimana reformasi domestik Mohammed bin Salman bakal mengubah Saudi menjadi negara memudahkan Israel untuk menyetujui masa depan regional Timur Tengah.

Saudi, yang menikmati kedudukan religiusnya di Arab membangun faksi sendiri, termasuk dengan mencari hubungan dengan Israel dengan janji perdamaian. Secara bersamaan, negara ini juga melestarikan identitas kesunnian untuk mengimbangi pengaruh Iran yang syiah.

Ofer Zalzberg, pengamat International Crisis Group, menyebut pergeseran tatanan politik di Timur Tengah seharusnya mengacu pada proses perdamaian Israel-Palestina sebagai syarat penting membangun kerja sama regional. “Kelahiran aliansi Saudi-Israel terlihat seperti akan menghalangi Iran, dalam banyak hal menjadi alasan penting memajukan perdamaian Israel-Palestina di Washington dan Riyadh,” kata Zalzberg.

Pengamat menyebut kelompok negara-negara ini sebagai Kamp Arab Pragmatis, yang beranggotakan Mesir, Yordania, dan beberapa negara-negara lain di Teluk. Selain Iran, mereka juga memiliki ancaman strategis lain, yakni gerakan salafi dan terorisme yang mengatasnamakan Islam. “Sayangnya, Amerika Serikat meninggalkan ruang kosong di wilayah yang segera diisi Rusia di Suriah, sementara Iran mengisi bagian Timur Tengah lainnya,” ungkap Zalzberg.

Israel dengan kemampuan militer, nuklir dan peralatan perang yang canggih, dianggap sekutu potensial yang paling andal dan orang-orang Saudi mengerti dengan baik bahwa ini menjadi saat yang tepat menjadi teman baik Israel.

Khalil Shaheen, seorang analis politik dari Ramallah, Tepi Barat, mengatakan bahwa penataan ulang ancaman regional jelas-jelan bakal merugikan negara Palestina. “Negara-negara Arab selama ini temotivasi oleh kelangsungan rezim mereka sendiri. Ini mendorong mereka untuk ‘berayun’ ke negara yang lebih kuat di kawasan,” ujarnya.

Sementara itu, Saudi menyadari dukungannya kepada perdamaian Palestina selama ini hanya menjadi beban di tengah isu lain yang lebih penting. Orang-orang Saudi dianggap tak memiliki komitmen pada orang-orang Palestina. “Sekarang mereka memiliki kesempatan untuk memperkuat kepentingan religius dan otoritas mereka di Makkah dan Madinah, dengan mengorbankan Yerusalem. Namun, pada gilirannya, strategi itu bakal memperkuat posisi mereka melawan Iran,” kata Khalil Shaheen  [Teguh Nugroho]

Baca juga:

Arab Saudi yang Salah Berhitung

Tur ke Asia, Saudi Mencari Pijakan 

Membaca Pergeseran Saudi ke Asia

Membaca Pergeseran Saudi ke Asia II