Bukti hanya Cetakan Media Online, Bawaslu Tolak Laporan BPN Prabowo-Sandi

Ilustrasi/Bawaslu.go.id

Koran Sulindo – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyatakan laporan Badan Pemenangan Pemilu (BPN) Prabowo-Sandi atas dugaan terjadinya kecurangan pemilu terstruktur, sistematis dan masif mengenai pelibatan aparatur sipil negara oleh pasangan Jokowi-Ma’ruf, tidak dapat diterima.

Bukti yang disampaikan BPN dalam laporan tersebut hanya berupa hasil cetak atau “print out” berita media “online” (daring/dalam jaringan). Menurut Bawaslu, bukti itu belum memenuhi kriteria sistematis. Selain itu bukti yang disertakan dalam laporan tidak cukup kuat.

Bawaslu menyatakan tindaklanjut Bawaslu atas laporan 01/LP/PP/ADR/TSM/RI/00.00/V/2019 itu dianggap telah selesai.

“Menetapkan, menyatakan, laporan dugaan pelanggaran administratif pemilu terstruktur, sistematis dan masif tidak dapat diterima,” kata Ketua Bawaslu, Abhan, dalam sidang putusan pendahuluan di Jakarta, Senin (20/5/2019), seperti dikutip antaranews.com.

Laporan BPN yang teregister nomor 01/LP/PP/ADR/TSM/RI/00.00/V/2019 itu mengenai dugaan pelibatan ASN dalam pemenangan pasangan capres-cawapres Jokowi-Ma’ruf.

KPU

Sebelumnya, Bawaslu menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melanggar prosedur dalam melakukan input data ke Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng). Karenanya, Bawasu memerintahkan KPU segera melakukan perbaikan sesuai prosedur dan tata cara yang berlaku.

“Memerintahkan KPU untuk memperbaiki tata cara dan prosedur dalam input data dalam situng,” kata Ketua Majelis, Abhan, dalam sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran administratif pemilu nomor 07/LP/PP/ADM/RI/00.00/V/2019, di kantor Bawaslu, Kamis (16/5/2019), seperti dikutip bawaslu.go.id.

Anggota Majelis, Ratna Dewi Pettalolo menambahkan, KPU banyak melakukan kesalahan dalam input data ke dalam Situng. Dia mengungkapkan, adanya kekeliruan yang dilakukan oleh petugas KPPS dalam mengisi formulir C1.

Menurutnya, pada pasal 532 dan 536 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, disebutkan: “setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan atau pengurangan suara dapat dipidana penjara paling lama empat tahun dan denda Rp 48 juta.”

Putusan ini diambil dalam rapat pleno yang dihadiri oleh kelima pimpinan Bawaslu pada Selasa (14/5/2019). Namun baru dibacakan bersamaan dengan laporan dugaan pelanggaran administrasi quick count

Sidang putusan ini dihadiri perwakilan pelapor dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) pendukung pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, yaitu: Maulana Bungaran dan Sufmi Dasco Ahmad. Sementara terlapor dari pihak KPU diwakilkan Hendra Arifin dan Ahmad Wildan.

KPU Langgar Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan Lembaga Survei

Sebelumnya juga, dalam kasus laporan pelanggaran administrasi quick count, Bawaslu memutuskan KPU terbukti secara sah melanggar tata cara dan prosedur pendaftaran dan pelaporan lembaga survei. KPU diperintahkan untuk segera memperbaiki tata cara lembaga survei yang melalukan penghitungan cepat pemilu 2019 tersebut.

“Memerintahkan kepada KPU untuk mengumumkan lembaga penghitungan cepat yang tidak memasukkan laporan ke KPU,” kata Ketua Majelis, Abhan dalam sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran administratif pemilu nomor 08/LP/PP/ADM/RI/00.00/V/2019, di kantor Bawaslu, Kamis (16/5/2019), seperti dikutip bawaslu.go.id.

Anggota Majelis, Rahmat Bagja menambahkan, KPU tidak melakukan pengumuman secara resmi terkait pendaftaran pelaksanaan kegiatan penghitungan cepat pemilu 2019.

Menurutnya, KPU juga tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada lembaga yang telah melakukan penghitungan cepat hasil pemilu untuk memasukkan laporan sumber dana dan metodologi yang digunakan. Di mana, batas waktu laporan lembaga survei tersebut, paling lama 15 hari setelah pengumuman hasil survei jajak pendapat atau penghitungan cepat hasil pemilu.

“Tindakan KPU yang tidak menyurati secara resmi kepada lembaga penghitungan cepat hasil pemilu merupakan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan pasal 449 ayat 4 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan pasal 29, pasal 30 ayat 1 PKPU 2018 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat,” katanya.

Putusan ini diambil dalam rapat pleno yang dihadiri oleh kelima pimpinan Bawaslu pada Selasa (14/5/2019). Sidang putusan ini juga dihadiri oleh perwakilan pelapor dari tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) capres nomor urut dua, yaitu: Maulana Bungaran dan Sufmi Dasco Ahmad. Sedangkan dari pihak terlapor KPU diwakilkan Hendra Arifin dan Ahmad Wildan. [Didit Sidarta]