Erupsi Gunung Anak Krakatau, Senin malam (24/12).

Koran Sulindo – Masyarakat di sekitar Selat Sunda, baik di Banten maupun di Lampung, sebaiknya tidak panik, meski tetap harus waspada. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pun mengimbau masyarakat untuk menghindari kawasan pesisir Selat Sunda sementara waktu, dengan radius 500 meter hingga 1 kilometer.

“Sekali lagi, jangan berada di pesisir pantai pada radius 500 meter-1kilometer,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam jumpa pers Selasa malam (25/12) di kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Imbaun tersebut dikeluarkan berdasarkan hasil pemantauan terkini pada aktivitas Gunung Anak Krakatau dan kawasan sekitarnya. BMKG memperkirakan, di kawasan sekitar Gunung Anak Krakatau pada Rabu ini (26/12) akan terjadi hujan sedang hingga lebat pada siang sampai sore hari.

Dikhawatirkan, curah hujan lebat akan mengguncang pinggir tebing kawah Gunung Anak Krakatau, yang dapat mengakibatkan longsoran tebing kawah. Longsoran tebing kawah itulah dapat memicu gelombang tinggi, bahkan tsunami, seperti yang terjadi pada Sabtu malam (22/12) malam.

Aktivitas Gunung Anak Krakatau terus mengalami getaran alias tremor. Kalau kekuatan getaran tersebut mencapai magnitudo 3,4 dikhawatirkan tebingnya akan longsor yang dapat berdampak tsunami.

“Tremor itu getaran seismik dari aktivitas vulkanik. Jadi, sensor-sensor kami atau Badan Geologi saat ini sedang memantau getaran-getaran tadi. Ternyata getaran tadi itu terus berjalan, tidak istirahat. Jadi kalau ada yang mengatakan ‘batuk’, itu karena getar terus,” kata Dwikorita.

Lebih lanjut dia mengatakan, BMKG akan menanalisis balik getaran-getarannya, seberapa yang dikhawatirkan dapat menyebabkan longsor. “Jadi sudah diidentifikasi, yang bisa menyebabkan getaran setara magnitudo 3,4. Jadi kalau tercapai magnitudo 3,4, kami keluarkan peringatan dini untuk segera ditindaklanjuti,” tutur Dwikorita.

Meski sudah dikeluarkan peringatan dini, risiko setelah diberi perigatan dini belum tentu itu terjadi. “Namun, karena menyangkut jiwa orang, lebih baik diberi peringatan dini. Jadi, mohon bisa dipahami, karena kami tidak dapat memastikan segala sesuatunya. Kami hanya melakukan pendekatan secara teknologi,” kata Dwikorita lagi.

BMKG juga memperkirakan ketinggian gelombang laut di sekitar Gunung Anak Krakatau pada dini hari ini berkisar 0,75 meter sampai 1,5 meter. Pada pagi hingga siang hari diperkirakan berkisar 0,75 meter sampai 2, meter. Pada siang hingga malam hari diperkirakan ketinggian gelombang berkisar 0,75 meter sampai 1,25 meter.

Selain itu, lanjut Dwikorita, untuk mengoptimalkan proses pemantauan dan meningkatkan proses deteksi dini, BMKG mengembangkan aplikasi pengawasan Gunung Anak Krakatau yang lebih sensitif.  “Ada enam sensor yang dipasang, yakni tiga di Lampung dan tiga di Pulau Jawa. Sebab, ini berkaitan dengan ribuan nyawa,” tuturnya.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, hingga Selasa (25/12) pukul 13.00 WIB tercatat 429 orang meninggal dunia, sebanyak 1.485 orang luka-luka, 154 hilang, dan 16.082 orang mengungsi akibat terjangan tsunami di Selat Sunda.

“Fokus utama kami adalah evakuasi dan pencarian korban,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Selasa (25/12).

Bukan hanya di darat, pencarian korban juga difokuskan pada wilayah operasi laut, dengan bantuan TNI Angkatan Laut, karena sebagian jalur darat masih terhambat. Operasi laut juga dilakukan untuk mendistribusikan bantuan terutama untuk daerah yang sulit dijangkau.

BNPB juga fokus pada penanganan korban luka-luka, penanganan pengungsi, serta perbaikan darurat sarana dan prasarana umum yang rusak akibat tsunami. Menurut Sutopo, masih ada satu kecamatan,  yaitu Kecamatan Sumur, Pandeglang, yang masih terisolasi karena akses transportasi menuju wilayah tersebut terhambat. Dari tujuh desa di kecamatan itu, baru satu desa yang berhasil dijangkau tim gabungan. Yang masih terisolasi dan membutuhkan bantuan adalah Desa Cigorondong, Kertajaya, Sumberjaya, Tunggajaya, Ujungjaya, dan Kertamukti. [RAF]