Fidel Castro adalah seorang pemimpin politik Kuba yang terkenal revolusioner. Semasa hidupnya, dia merupakan simbol revolusi komunis di Amerika Latin karena berhasil mengkudeta pemerintahan yang sah, mengubah Kuba menjadi negara komunis pertama di Belahan Barat, dan membangun hubungan erat dengan Uni Soviet.
Castro menjadikan Kuba sebagai elemen kunci dalam Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Dia bahkan sempat menggeret negaranya menuju ambang Perang Nuklir melalui perjanjian rahasia dengan Nikita Khrushchev pada Juli 1962, yang memicu Krisis Rudal Kuba.
Meski berasal dari keluarga Katolik dan menerima pendidikan dari para Jesuit, Castro menyatakan bahwa dirinya tidak pernah menjadi orang beriman. Dia mendeklarasikan negaranya sebagai negara ateis, dan pemerintahannya secara resmi bersifat ateis dari tahun 1962. Akan tetapi pada tahun 1992, setahun setelah pembubaran Uni Soviet, dia melonggarkan pembatasan terhadap agama dan mengizinkan umat Katolik yang taat bergabung dengan Partai Komunis Kuba. Dia kemudian mulai menggambarkan Kuba sebagai negara sekuler, bukan ateis.
Castro tutup usia pada 25 November 2016. Sepeninggalnya, Kuba menjadi negara sosialis di bawah pemerintahan diktator saudaranya, Raúl.
Biografi dan Sepak Terjang Fidel Castro
Merangkum dari beberapa sumber, Fidel Castro lahir dengan nama lengkap Fidel Alejandro Castro Ruz pada tanggal 13 Agustus 1926, dekat Birán, di Provinsi Oriente di bagian timur Kuba. Dia adalah anak ketiga dari enam bersaudara. Dua saudara laki-lakinya bernama Raúl dan Ramón, sementara tiga saudara perempuannya bernama Angela, Emma, dan Agustina.
Ayahnya, Ángel, adalah pemilik perkebunan tebu kaya dari Spanyol yang menjalankan sebagian besar bisnisnya dengan United Fruit Company, sebuah perusahaan multinasional Amerika yang memperdagangkan buah-buahan tropis terutama pisang. Ibunya, Lina Ruz González, pernah menjadi pembantu untuk istri pertama Ángel, Maria Luisa Argota, pada saat Fidel lahir. Pada saat Fidel berusia 15 tahun, Ángel bercerai dengan istri pertamanya dan menikahi ibu Fidel. Pada usia 17 tahun, Fidel secara resmi diakui oleh Ángel dan namanya diubah dari Ruz menjadi Castro.
Fidel Castro tumbuh dalam lingkungan yang makmur di tengah kemiskinan Kuba. Sejak usia dini, Castro menunjukkan kelebihannya secara intelektual, tetapi dia juga seorang pembuat onar dan sering kali lebih tertarik pada olahraga daripada belajar. Dia bersekolah di Colegio Dolores di Santiago de Cuba dan El Colegio de Belén di Havana. Keduanya merupakan sekolah Katolik Roma.
Setelah lulus pada akhir tahun 1945, Castro masuk sekolah hukum di Universitas Havana dan menyibukkan diri dalam iklim nasionalisme Kuba, anti-imperialisme, dan sosialisme. Dia memfokuskan energinya pada politik.
Pada tahun 1947, Castro pergi ke Republik Dominika untuk bergabung dalam ekspedisi yang berupaya menggulingkan diktator negara itu, Rafael Trujillo. Meskipun kudeta gagal sebelum dimulai, insiden itu tidak banyak menyurutkan semangat Castro untuk melakukan reformasi. Dia pergi ke Bogotá, Kolombia pada tahun berikutnya untuk berpartisipasi dalam kerusuhan antipemerintah di sana.
Pada tahun 1947, Castro juga bergabung dengan Partido Ortodoxo, sebuah partai politik antikomunis yang didirikan untuk mereformasi pemerintahan di Kuba. Pendirinya, calon presiden Kuba Eduardo Chibás, kalah dalam pemilu tahun 1948, tetapi ini menginspirasi Castro untuk menjadi pengikut yang bersemangat.
Castro menikah dengan Mirta Díaz Balart, putri dari keluarga politik kaya di Kuba. Mereka memiliki seorang anak, bernama Fidel, pada tahun 1949. Pernikahan tersebut membuat Castro menjalani gaya hidup yang lebih kaya dan memiliki koneksi politik yang luas. Pada saat yang sama, dia mulai tertarik pada karya Karl Marx dan bertekad mencalonkan diri sebagai anggota kongres Kuba.
Pada Maret 1952, kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Fulgencio Batista berhasil menggulingkan pemerintah dan membatalkan pemilihan umum yang akan datang. Batista mengangkat dirinya sendiri sebagai diktator, memperkuat kekuasaannya dengan bantuan militer dan elit ekonomi Kuba, serta membuat pemerintahannya diakui oleh Amerika Serikat.
Sebagai tanggapan, Castro dan sesama anggota Partido Ortodoxo mengorganisasi sebuah kelompok yang mereka sebut “Gerakan” dan merencanakan pemberontakan. Pada tanggal 26 Juli 1953, Castro dan sekitar 150 pendukungnya menyerang barak militer Moncada di luar Santiago de Cuba dalam upaya untuk menggulingkan Batista. Serangan itu gagal, Castro ditangkap dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Saudaranya, Raúl, juga ikut dipenjara.
Perang Gerilya Melawan Batista
Saat dipenjara, Castro mengganti nama kelompoknya menjadi “Gerakan 26 Juli” dan terus mengoordinasikan kegiatannya melalui korespondensi. Dia dan rekan-rekannya dibebaskan pada tahun 1955 berdasarkan kesepakatan amnesti dengan pemerintah Batista. Dia pergi bersama Raúl ke Meksiko untuk merencanakan revolusi.
Di Meksiko, Castro bertemu dengan orang-orang buangan Kuba lainnya, serta pemberontak Argentina Ernesto “Che” Guevara, yang percaya bahwa penderitaan orang miskin Amerika Latin hanya dapat diakhiri dengan revolusi yang penuh kekerasan. Guevara bergabung dengan kelompok Castro dan menjadi orang kepercayaan yang penting.
Pada tanggal 2 Desember 1956, Castro kembali ke Kuba dengan kapal Granma bersama dengan 80 pemberontak dan membawa sejumlah senjata. Dalam waktu singkat, pasukan Batista membunuh atau menangkap sebagian besar penyerang. Castro, Raúl, Guevara, dan segelintir orang lainnya berhasil melarikan diri ke pegunungan Sierra Maestra di sepanjang pantai tenggara pulau tersebut. Selama dua tahun berikutnya, pasukan Castro terus bertambah jumlahnya dan melancarkan perang gerilya melawan pemerintahan Batista.
Pada tahun 1958, Castro dan pasukannya merebut dan menguasai wilayah-wilayah penting di seluruh Kuba. Dikombinasikan dengan hilangnya dukungan rakyat dan desersi besar-besaran dalam militernya, pemerintahan Batista akhirnya runtuh di bawah usaha Castro. Pada Januari 1959, Batista melarikan diri ke Republik Dominika. Di usia 32 tahun, Castro berhasil menyelesaikan operasi gerilyanya untuk menguasai Kuba.
Pemerintahan sementara segera dibentuk, dengan Manuel Urrutia sebagai presidennya dan José Miró Cardona menjadi perdana menteri. Pemerintahan ini dengan cepat memperoleh pengakuan dari Amerika Serikat. Castro sendiri tiba di Havana di tengah sorak-sorai massa dan memangku jabatan panglima tertinggi militer.
Pada bulan Februari 1959, Miró tiba-tiba mengundurkan diri, dan Castro resmi dilantik sebagai perdana menteri Kuba. Dia segera memerintahkan eksekusi terhadap anggota pemerintahan Batista. Dia juga memulai reformasi yang luas dengan menerapkan sejumlah kebijakan, seperti menasionalisasi pabrik dan perkebunan dan menandatangani Undang-Undang Reformasi Agraria pertama. Pada akhir tahun 1959, Castro memulai pembersihan terhadap lawan-lawan politiknya dan menindas media-media yang mengkritik kebijakannya.
Selama masa ini, Castro berulang kali menyangkal dirinya sebagai seorang komunis, tetapi banyak orang Amerika berpendapat bahwa kebijakannya sangat mirip dengan kontrol ekonomi dan pemerintahan ala Uni Soviet. Pemerintahan Castro pada akhirnya mulai menjalin hubungan dengan Uni Soviet, menimbulkan ketegangan dan pertikaian selama puluhan tahun.
Amerika Serikat diam-diam mulai merencanakan penggulingan pemerintahan Castro pada bulan Maret 1959.
Serangan di Teluk Babi
Pada tanggal 3 Januari 1961, Presiden Eisenhower memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Kuba. Pada tanggal 14 April, Castro secara resmi mendeklarasikan Kuba sebagai negara sosialis.
Tiga hari kemudian, sekitar 1.400 orang buangan Kuba menyerbu Kuba di Teluk Babi (Bay of Pigs) untuk menggulingkan rezim Castro. Serangan itu gagal: ratusan pemberontak terbunuh dan lebih dari 1.000 orang ditangkap. Meskipun Amerika Serikat membantah terlibat, terungkap bahwa orang-orang yang berpartisipasi dalam serangan itu telah dilatih oleh CIA dan diberi senjata Amerika.
Serangan di Teluk Babi ternyata juga telah direncanakan oleh pemerintahan Eisenhower dan diwariskan kepada Presiden John F. Kennedy, yang dengan berat hati menyetujui tindakan tersebut tetapi menolak memberikan dukungan udara kepada para penyerbu dengan harapan dapat menyembunyikan peran AS.
Castro mampu memanfaatkan insiden di Teluk Babi untuk mengonsolidasikan kekuasaannya dan lebih jauh mempromosikan agendanya. Pada tanggal 1 Mei, dia mengumumkan berakhirnya pemilihan umum demokratis di Kuba dan mengecam imperialisme Amerika.
Kemudian pada akhir tahun, Castro menyatakan dirinya sebagai penganut Marxisme-Leninisme dan mengumumkan bahwa pemerintah Kuba mengadopsi kebijakan ekonomi dan politik komunis. Akibatnya, Amerika Serikat memberlakukan embargo ekonomi penuh terhadap Kuba pada tanggal 7 Februari 1962.
Krisis Rudal Kuba
Pada Juli 1962, Castro dan Perdana Menteri Soviet Nikita Khrushchev berencana menempatkan delapan rudal nuklir di Kuba, hanya 90 mil dari pantai Florida, untuk mencegah invasi AS. Khrushchev menyebut tindakan tersebut sebagai tanggapan terhadap penempatan rudal Jupiter AS di Italia dan Turki.
Kemudian memasuki Oktober 1962, ketegangan antar kedua negara memuncak dalam Krisis Rudal Kuba. Pesawat pengintai U-2 Amerika menemukan pangkalan-pangkalan rudal Soviet di Kuba. Presiden Kennedy memblokade laut Kuba, menuntut pencabutan rudal di negara tersebut, dan memerintahkan Angkatan Laut AS mencari kapal mana pun yang menuju Kuba.
Setelah 13 hari yang penuh ketegangan, Soviet akhirnya setuju untuk menyingkirkan rudal-rudal itu dengan syarat Amerika Serikat tidak akan menginvasi Kuba. Pemerintahan Kennedy juga setuju untuk menyingkirkan rudal-rudal Jupiter dari Turki. Kedua pemimpin itu memperoleh kekaguman karena berhasil menahan diri, sementara Castro dipermalukan karena tidak dilibatkan dalam negosiasi antara Soviet dan AS.
Meski Krisis Rudal Kuba berhasil diatasi, Amerika Serikat berhasil membujuk Organisasi Negara-negara Amerika untuk mengakhiri hubungan diplomatik dengan Kuba.
Kuba di Bawah Castro
Pada tahun 1965, Castro menggabungkan Partai Komunis Kuba dengan organisasi-organisasi revolusionernya, dan mengangkat dirinya sendiri sebagai kepala partai. Dalam beberapa tahun berikutnya, dia berkampanye untuk mendukung perjuangan bersenjata melawan imperialisme di negara-negara Amerika Latin dan Afrika.
Pada bulan Januari 1966, Castro mendirikan Organisasi Solidaritas dengan Rakyat Asia, Afrika, dan Amerika Latin untuk mempromosikan revolusi dan komunisme di tiga benua. Setahun kemudian, dia membentuk Organisasi Solidaritas Amerika Latin untuk mendorong revolusi di sejumlah negara Amerika Latin.
Di tahun 1970-an, Castro memberikan dukungan militer kepada pasukan pro-Soviet di Angola, Ethiopia, dan Yaman. Meskipun Kuba mendapat subsidi besar dari pemerintah Soviet selama periode ini, ekspedisi-ekspedisi tersebut terbukti tidak berhasil dan hanya membebani ekonomi Kuba.
Sementara itu, kesepakatan Amerika Serikat untuk tidak menginvasi Kuba tidak menghalangi upaya menggulingkan rezim Castro dengan cara lain. Selama bertahun-tahun, CIA berusaha membunuh Castro dengan berbagai cara, seperti penggunaan cerutu yang meledak, pakaian selam yang terinfeksi jamur, hingga penembakan ala mafia. Intelijen Kuba memperkirakan setidaknya CIA telah berusaha sebanyak 638 kali. Castro sangat senang karena tidak ada satu pun upaya tersebut yang berhasil.
Pemerintahan Castro lalu membuka 10.000 sekolah baru dan memperluas pelayanan kesehatan gratis. Angka melek huruf di Kuba meningkat hingga 98 persen dan angka kematian bayi turun sebanyak 1,1%. Namun pada saat yang sama, kebebasan sipil semakin terkikis: serikat buruh kehilangan hak untuk mogok, pemerintah menutup surat kabar independen, dan lembaga keagamaan terganggu. Perekonomian Kuba juga gagal mencapai pertumbuhan signifikan karena sangat bergantung pada ekspor gula tebu.
Tidak hanya itu, ratusan ribu warga Kuba melarikan diri. Banyak yang menetap di seberang Selat Florida di Miami, tapi banyak juga yang tewas di tangan pasukan negara. Secara keseluruhan, hampir 120.000 warga Kuba meninggalkan tanah air mereka pada tahun 1980 untuk mencari perlindungan di Amerika Serikat.
Pembubaran Uni Soviet
Pembubaran Uni Soviet pada tahun 1991 membuat ekonomi Kuba terpuruk dan menghilangkan momentum untuk revolusi Castro. Pengangguran dan inflasi meningkat, kontraksi ekonomi mengakibatkan 85 persen pasar di Kuba lenyap.
Namun Castro sangat mahir dalam mempertahankan kendali pemerintah selama masa ekonomi yang sulit. Dia mengadopsi ekonomi pasar semi-bebas, mendorong investasi internasional, melegalkan dolar AS, dan mendorong pariwisata terbatas. Pada tahun 1996, dia mengunjungi Amerika Serikat untuk mengajak para pengungsi kembali ke Kuba dan memulai bisnis. Di tahun yang sama, tepatnya tanggal 11 November, Castro bertemu dengan Paus Yohanes Paulus II.
Selama masa ini pula muncul spekulasi mengenai kesehatan Castro yang mulai menurun.
Pergantian Kekuasaan
Castro dilaporkan telah mengalami sejumlah masalah kesehatan. Salah satunya yang paling signifikan terjadi pada tahun 2006, ketika Castro menjalani operasi untuk pendarahan gastrointestinal. Atas alasan tersebut, dia menunjuk saudaranya Raúl sebagai pemimpin sementara Kuba pada tanggal 31 Juli 2006. Raúl sebetulnya telah menjabat sebagai orang kedua Castro selama beberapa dekade dan telah secara resmi dipilih sebagai penggantinya pada tahun 1997.
Pada tanggal 19 Februari 2008, Castro secara permanen menyerahkan jabatan presiden Kuba kepada Raúl, yang saat itu berusia 76 tahun. Majelis Nasional Kuba secara resmi memilih Raúl sebagai presiden Kuba pada bulan yang sama dan Castro tetap menjadi sekretaris pertama Partai Komunis.
Pada bulan April 2011, Castro secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya di Partai Komunis Kuba. Raúl menjadi sekretaris pertama partai yang baru dan memilih José Ramón Machado Ventura sebagai orang kedua dalam komando partai. Castro akhirnya mengungkapkan bahwa dia sebenarnya telah mengundurkan diri dari jabatannya lima tahun sebelumnya.
Saat pensiun, Castro mulai menulis kolom tentang pengalaman dan pendapatnya, yang disebut “Refleksi Fidel” dan menerbitkan otobiografinya yang berjudul “My Life” pada tahun 2007. Pada pertengahan November hingga awal Januari 2012, Castro gagal menerbitkan kolom apa pun. Ini sempat memicu rumor bahwa kondisinya semakin memburuk. Namun, rumor tersebut segera terbantahkan karena Castro menerbitkan banyak artikel pada bulan itu.
Castro juga masih bertemu dengan para pemimpin asing, seperti Mahmoud Ahmadinejad dari Iran pada tahun 2012 dalam kunjungan mereka ke Kuba. Castro bahkan bertemu Paus Benediktus pada 29 Maret 2012 dalam Nunsiatur Apostolik di Havana. Pertemuan itu bertujuan memperoleh kebebasan beragama yang lebih besar bagi umat Katolik di Kuba. Pada bulan September 2015, Castro juga bertemu secara pribadi dengan Paus Fransiskus.
Castro meninggal pada tanggal 25 November 2016 pada usia 90 tahun karena penyebab alami. Keesokan harinya, jasad Castro dikremasi di Havana.
Raúl mengumumkan kematian saudaranya itu melalui siaran televisi pemerintah. Kuba mengumumkan masa berkabung selama sembilan hari. Ribuan warga berbaris untuk memberikan penghormatan kepada pemimpin mereka di sebuah tugu peringatan di Plaza de la Revolución di Havana, tempat Castro banyak berpidato selama masa pemerintahannya.
Pada tanggal 29 November, Raúl memimpin rapat umum besar-besaran yang dihadiri oleh para pemimpin negara sekutu termasuk Nicolas Maduro dari Venezuela, Evo Morales dari Bolivia, Jacob Zuma dari Afrika Selatan, dan Robert Mugabe dari Zimbabwe. Puluhan ribu warga Kuba yang menghadiri rapat umum tersebut meneriakkan “Yo Soy Fidel” (Saya Fidel) dan “Viva Fidel!” (Hidup Fidel). Namun selama masa berkabung itu, para pengungsi Kuba di seluruh dunia merayakan kematian Castro.
Iring-iringan mobil membawa abu Castro dalam peti jenazah yang dibungkus bendera Kuba menuju Santiago de Cuba. Pada tanggal 4 Desember 2016, Castro dimakamkan di Pemakaman Santa Ifigenia di Santiago, dekat lokasi pemakaman penyair dan pemimpin kemerdekaan Kuba José Martí. [BP]