-ilustrasi_aparat_pengamanan_dari_tni_dan_polri
Foto ilustrasi TNI dan Polri (sumber foto: netral.news.com)

Selama masa Demokrasi Terpimpin hingga rezim Orde Baru, kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bersatu dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di bawah naungan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).

Sebenarnya wacana pemisahan polisi dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pernah mengemuka pada tahun 1993, menurut pakar hukum Jacob Elfinus Sahetapy.

Dasarnya adalah seperti yang ada dalam Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia (2006:470), Sahetapy, Awaloeddin Djamin, dan Satjipto Rahardjo, berpendapat bahwa terdapat perbedaan tugas antara polisi dengan tentara. Menurut mereka, jika tentara bertugas mengamankan negara dari ancaman musuh dengan kekerasan dan dalam kondisi tertentu bisa mengesampingkan HAM, maka polisi bertugas mengamankan masyarakat agar tercipta ketertiban dan rasa aman serta tidak bisa mengesampingkan HAM.

Maka semenjak era reformasi pada tahun 1998, MPR telah menetapkan pemisahan tugas antara TNI dan Polri. Setelah Polri berpisah dengan ABRI, tiga matra yang ada namanya berubah tak lagi ABRI, melainkan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Ketiga angkatan yaitu TNI AD, TNI AL, dan TNI AU, berubah nama menjadi TNI yang memiliki fungsi pertahanan negara, bukan lagi ABRI. Sedangkan Polri menjadi lembaga yang memiliki kedudukan di bawah Presiden Republik Indonesia yang memiliki fungsi sebagai penegak hukum, ketertiban, dan keamanan negara.

Setelah Pemilu 1999 usai, Habibie tidak lagi jadi presiden, tetapi proses pemisahan Polri dari TNI dilanjutkan oleh presiden berikutnya, Abdurahman Wahid. ”Pemisahan Polri dari ABRI juga tidak akan memberikan hasil yang baik, apabila arsitektur kenegaraan tidak disempurnakan,” kata Satjipto Rahardjo dalam Membangun Polisi Sipil: Perspektif Hukum, Sosial, dan kemasyarakatan (2007:7).

Sesuai dengan Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran Polri, Polri secara resmi kembali berdiri sendiri dan merupakan sebuah entitas yang terpisah dari militer. Nama resmi militer Indonesia juga berubah dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menjadi kembali Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Selain itu, lewat penandatangan Undang-undang (UU) Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia oleh Presiden Megawati Soekarno Putri, tugas dan kewajiban Polri terpisah dengan TNI hingga saat ini.

Gerakan demokratis dan kemandirian masyarakat sipil (civil society) tumbuh menggantikan peran militer dalam keterlibatan politik di Indonesia. Alhasil, dwifungsi ABRI dihapuskan. Tentara yang tadinya boleh bermain di lahan politik sekarang ditiadakan karena dwifungsi telah dihapus.

Awal Mulanya

Sejak bergulirnya reformasi pemerintahan 1998, terjadi banyak perubahan yang cukup besar, ditandai dengan jatuhnya pemerintahan orde baru yang kemudian digantikan oleh pemerintahan reformasi di bawah pimpinan presiden B.J Habibie. Di tengah maraknya berbagai tuntutan masyarakat dalam penuntasan reformasi, muncul tuntutan agar Polri dipisahkan dari ABRI dengan harapan Polri menjadi lembaga yang profesional dan mandiri, jauh dari intervensi pihak lain dalam penegakan hukum.

Sejak 5 Oktober 1998, muncul perdebatan di sekitar presiden yang menginginkan pemisahan Polri dan ABRI. Dalam tubuh Polri sendiri sudah banyak bermunculan aspirasi-aspirasi yang serupa. Isyarat tersebut kemudian direalisasikan oleh Presiden B.J Habibie melalui instruksi Presiden No.2 tahun 1999 yang menyatakan bahwa Polri dipisahkan dari ABRI.

Upacara pemisahan Polri dari ABRI akhirnya dilakukan pada tanggal 1 April 1999 di lapangan upacara Mabes ABRI di Cilangkap, Jakarta Timur. Upacara pemisahan tersebut ditandai dengan penyerahan Panji Tribata Polri dari kepala staff umum ABRI Letjen TNI Sugiono kepada Sekjen Dephankam Letjen TNI Fachrul Rozi kemudian diberikan kepada kapolri Jenderal Pol (purn) Roesmanhadi.

Maka sejak tanggal 1 April, Polri ditempatkan di bawah Dephankam. Setahun kemudian, keluarlah TAP MPR No. VI/2000, kemandirian Polri berada di bawah Presiden secara langsung dan segera melakukan reformasi birokrasi menuju Polisi yang mandiri, bermanfaat dan profesional. [NoE]

Baca juga: