Fort Marlborough
Benteng Marlborough Bengkulu (foto: sunrise.maplogs.com)

koransulindo.com – Bengkulu punya sejarah yang berbeda ketimbang kawasan lain di Indonesia, lantaran wilayah ini sesungguhnya berupa bekas koloni Inggris di pesisir barat Sumatra pada periode 1685-1824.

British East India Company (EIC) membangun pusat perdagangan lada dan garnisun di Bengkulu pada 1685. Kemudian, diakuisisi oleh Belanda sejak Traktat Inggris-Belanda pada Maret 1824. Ibarat tukar guling, Belanda mendapatkan Bengkulu, sedangkan Inggris mendapatkan Singapura.

Agus Setiyanto, penulis buku-buku sejarah tentang Bengkulu, menjelaskan bahwa sekitar tahun 1624, Belanda sebenarnya sudah mengincar Provinsi Bengkulu. Hal itu ditandai seringnya kapal Belanda mondar mandir di perairan Selebar (saat ini menjadi Pulau Baai).

Pendudukan Bengkulu sebenarnya dimulai saat Belanda (VOC) pada tahun 1682 mampu mengungguli Inggris (East India Company atau EIC), khususnya setelah terjadi kesepakatan antara VOC dengan Kerajaan Banten terkait perdagangan rempah-rempah. Kondisi ini mengharuskan EIC keluar dari Jawa dan mencari daerah baru yang secara politik dan militer menguntungkan mereka dalam hal perdagangan rempah-rempah.

Sejatinya Raffles telah menjejakkan kakinya di Fort Marlborough Bengkulu itu pada 19 Maret 1818, dan Sir Stamford Raffles pun dilantik menjadi gubernur. Dia bertugas sebagai Gubernur Jenderal dalam kurun waktu 1818 sampai 1824. Bisa jadi hatinya ciut ketika baru tiba dan mendapati kota yang dalam keadaan yang porak-poranda akibat gempa hebat yang terjadi di Bengkulu.

Raffles percaya bahwa Inggris perlu mencari jalan untuk menjadi penguasa dominan di wilayah ini. Salah satu jalan ialah dengan membangun sebuah pelabuhan baru di Selat Malaka. Pelabuhan Inggris yang sudah dulu ada yaitu Pulau Pinang terlalu jauh dari Selat Melaka, sedangkan Bengkulu menghadap ke Samudra Hindia.

Usaha Raffles menyakinkan EIC untuk mencari wilayah untuk pelabuhan baru berhasil. Kemudian Raffles tiba di Singapura kembali tahun 1819. Dia menemukan sebuah perkampungan kecil di muara Sungai Singapura yang diketuai oleh seorang Temenggung Johor. Pulau itu dikelola oleh Kesultanan Johor namun keadaan politiknya tidak stabil.  Raffles sadar bahwa ia dapat memanfaatkan keadaan ini, kemudian ia pun mendukung Tengku Hussein untuk menjadi Sultan, dengan syarat Tengku Hussein membolehkan Inggris membuka pelabuhan di Singapura. Sebagai balasan Inggris akan membayar upeti tahunan kepada Tengku Hussein.

Traktat London yang ditandatangani tahun 1824 memperkuat kekuasaan Raffles atas pulau kecil ini, ia lalu meninggalkan posnya di Bengkulu, kemudian mendirikan Singapura dan menjadikannya sebagai pelabuhan dagang yang besar.

Pendudukan Inggris di Provinsi Bengkulu yang dimulai dari tahun 1685 berakhir tahun 1825. Berakhirnya kehadiran Inggris di Bengkulu sebab adanya perjanjian antara Kerajaan Inggris dengan Kerajaan Belanda.  Dalam perjanjian tersebut, Bengkulu yang tadinya merupakan jajahan Inggris, ditukar dengan Singapura ditambah Malaka dan Pulau Pinang, yang sebelumnya merupakan milik Belanda. Jadi Belanda mendapat Bengkulu, sebaliknya Inggris memperoleh Singapura, Malaka, dan Pulau Pinang atau Penang di Malaysia.

Untuk mengenang pertukaran tersebut pemerintah Singapura kemudian menamakan salah satu jalanannya menjadi  Bencoolen Street. Begitu juga di Bengkulu dan Sumatera Selatan ada desa yang disebut Singapura. Nama jalan Bengkulu atau Bencoolen Street di Singapura ini sengaja diberikan Raffles untuk mengenang kehadirannya di Bengkulu. [NoE]

Baca juga: