Menurut Arief, guru profesional harus memiliki enam elemen ini. Pertama, value, yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai yang diyakininya dan terintegrasi dalam ucapan serta perilaku. Kedua, ethic, yaitu guru yang telah mengikat diri dalam suatu lembaga selalu siap mengikuti aturan yang berlaku dalam lembaga tersebut. Ia siap untuk sepakat dan setia pada aturan yang ada. Ketiga, attitude, yaitu menunjukkan sikap yang menyejukkan ketika bergaul dengan sesama individu dalam komunitasnya. Ia juga bersikap hangat dalam menghadapi beragam tugas dan tanggung jawabnya.
Keempat, habit, yaitu memiliki kebiasaan yang positif untuk terus tumbuh, berkembang, dan menjadi ahli di bidang yang digeluti. Kelima, knowledge, yaitu menguasai pengetahuan yang terkait tanggung jawab profesinya. Keenam, skill, yaitu mempunyai keterampilan yang mumpuni dalam menyelesaikan segala permasalahan yang menjadi tanggung jawabnya.
Baca juga: Bapak Proklamator Kemerdekaan yang Tak Pernah Mati
Soal guru yang bermutu, Arief mengemukakan, ada tiga hal yang harus dilakukan seorang guru, yakni Pupil Centered (berorientasi pada siswa), Dynamic (dinamis), dan Democratic (demokratis). Dengan melakukan ketiga hal itu, guru tak hanya menjadi seorang pengajar di kelas namun juga bisa menjadi seorang pendidik yang mampu menginspirasi.
Peran guru sangatlah berpengaruh dalam memajukan kualitas pendidikan di Indonesia. Mengapa anak-anak di negara maju tidak takut untuk mengeksplorasi potensi yang ada di dalam dirinya? Itu karena lingkungan mereka, termasuk kepala sekolah, orang tua, dan guru-guru tidak pernah menganggap mudah hal yang mereka lakukan. Walaupun hal sekecil apapun pasti mendapat apresiasi dan pengakuan yang baik oleh pihak-pihak tersebut.
Guru besar tersebut saat ini sudah tidak mengajar lagi, namun masih aktif di dunia pendidikan. Arief dapat dikatakan sebagai salah satu tokoh pendidikan Indonesia masa kini yang patut dicontoh. Negara ini butuh guru-guru seperti beliau, yang dengan tulus dan penuh totalitas mengajar anak-anak muridnya dengan penuh dukungan, karena nyatanya bagi para murid, dalam berbagai kejadian, kebutuhan akan pengakuan bahkan mengalahkan segalanya. [GAB]