Ketika dirinya masih berstatus mahasiswa pada 1962, Arief memulai karirnya sebagai guru dengan menjadi pengajar dan tim seleksi pada pemberangkatan siswa AFS yang dulu pernah ia dapatkan. Baru pada tahun 1964 ia benar-benar menjadi “guru sekolah” di SMP dengan mengajar bahasa Inggris. Usai menyelesaikan sarjana pendidikannya di IKIP Jakarta pada 1970, ia menambah jam mengajarnya di beberapa SMA, menjadi dosen di kampus IKIP, dan menjadi pembawa acara pelajaran bahasa Inggris di TVRI.
Ia beranggapan, bahwa tidak ada satu pun anak di dunia ini yang bodoh, kecuali dia melalui proses pembodohan dari orang tua atau sekolah. “Saya mendapatkan bukti, anak tukang sampah sekalipun, jika proses pendidikannya baik, maka hasilnya akan berkualitas. Sebaliknya, saya juga pernah menemukan anak seorang pejabat tinggi, yang proses pembinaan di keluarganya tidak terlalu positif, justru berkembang tidak sesuai harapan,” ujarnya.
Pada tahun 1966 dan 1978 ia terlibat aktif memimpin gerakan mahasiswa yang membuatnya semakin dikenal memiliki pengalaman yang luas dalam program peningkatan mutu pendidikan Indonesia. Ia pun banyak mengisi program-program pendidikan dan penataran guru dan siswa di berbagai instansi pemerintah maupun lembaga swasta.
Baca juga: Arief Rachman: Pengabdian Tulus untuk Pendidikan Indonesia (Bagian 2)
Dosen luar biasa Universitas Indonesia sejak 1979 ini pun mendapatkan penghargaan sebagai Dosen Teladan di tempatnya mengajar, IKIP Jakarta, pada 1982 dan menyelesaikan program masternya di kampus yang sama pada 1984. Namanya semakin harum saat ia membawakan acara Hikmah Fajar di RCTI sejak 1995-2002 dan dianugerahi penghargaan Pemandu Acara TV Swasta Berbahasa Indonesia Terbaik di tahun pertamanya.
Sebagai pakar pendidikan, Arief memang hadir dalam beragam pemikiran. Yang menarik, ia juga mampu mengajak setiap unsur yang terlibat dalam pendidikan untuk mengimplementasikan beragam ide dan pemikiran tersebut. Menurutnya, untuk memajukan kualitas pendidikan di Indonesia harus dimulai dari sisi pelajar/ siswa terlebih dahulu. Ia mengingatkan, sikap unggul keterpelajaran yang harus dimiliki setiap peserta didik di antaranya adalah setia kepada ilmu, rasa ingin tahu yang tinggi, percaya kepada nalar, mandiri, berani karena benar, tanggung jawab, rendah hati, empati, dan tahan ujian.
Sikap unggul tersebut harus diseimbangi dengan karakter yang baik. “Karakter yang baik adalah sikap atau perilaku seseorang yang konsisten di jalur yang benar dan baik, meskipun dihadapkan oleh situasi yang dilematis.” Artinya, karakter seseorang baru teruji ketika dihadapkan pada suafu permasalahan. Seseorang dapat dikatakan berkarakter baik apabila saat dihadapkan pada permasalahan, dirinya tetap menempuh jalan yang baik dan benar. Nilai-nilai itulah yang Arief harapkan dapat dididik kepada setiap siswa Indonesia. [GAB]