Koran Sulindo – Pada suatu kesempatan, Arief Rahman memberikan pengarahan kepada para siswa menjelang ujian kenaikan kelas. “Manusia dibekali 3 hal oleh Allah SWT. Yakni Heart (hati), Head (pikiran), Hand (tangan). Hati yang mengendalikan, pikiran yang mengarahkan, dan tangan yang melaksanakan.” Kemudian ia bertanya, “Apa yang terjadi pada orang-orang yang menyontek?” Suasana hening seketika hingga salah seorang siswa menjawab setengah berteriak, “Hatinya tidak dipakai, Pak!” Arief pun hanya tersenyum mendengar jawaban tersebut.
Beragam jabatan pernah diembannya, antara lain menjadi kepala sekolah dan kepala pengembangan pendidikan di Labschool, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (2001) dan Anggota Dewan Eksekutif UNESCO (2003-2007). Berbagai paper ilmiah mengenai pendidikan selalu ia paparkan dalam konferensi-konferensi nasional maupun internasional. Tapi walaupun selalu diundang menjadi pembicara dalam kegiatan-kegiatan itu, ia setiap pagi berjalan kaki sembari berolahraga menuju ke Labschool, sekolah yang berjarak 2,5 kilometer tempat Arief menjadi guru dan kepala sekolah.
Baca juga: Arief Rachman: Pengabdian Tulus untuk Pendidikan Indonesia (Bagian 1)
Dalam mewujudkan budaya sekolah yang baik, Arief Rahman menerapkan 10 S, yaitu: senyum, sapa, salam, sabar, syukur, sehat, sugih (kaya), semangat, sukses, surga. 10 S tadi adalah sebuah proses menuju hasil yang optimal sebagai makhluk Tuhan. Senyum – sapa – salam adalah ibadah. Sabar dan syukur adalah perisai. Semangat, sehat, dan sugih adalah senjata. Dan, sukses serta surga adalah motivasi hidup.
Ketika ditanya siapa orang yang berperan dalam keberhasilan karirnya, Arief menjawab kesuksesan yang ia dapat saat ini tak lepas dari peran Haryati Soewardi, istri tercinta. Menurutnya, seorang guru memerlukan pasangan yang kuat. “She makes me great,” ujarnya tersenyum.
Arief adalah satu dari sembilan tokoh yang diundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Istana Negara ketika Presiden AS, George W. Bush datang berkunjung ke Indonesia pada tanggal 20 November 2006. Ia pun menyampaikan secara langsung ke presiden AS itu bahwa tujuan pendidikan di Indonesia bukan sekadar melahirkan insan-insan yang cerdas, tetapi juga yang beriman dan berbudi pekerti luhur. Dalam berbagai aktivitasnya di masyarakat, Arief pun tak henti menyerukan akan pentingnya pendidikan.