MENDADAK kata Mandalika menjadi tidak asing bagi kita semua. Sayang masih ada yang salah membedakan antara Mandalika dan Lombok, juga antara pantai Kuta dan sirkuit Mandalika.
Baiklah sekedar diketahui saja bahwa Sirkuit Mandalika yang dikenal dunia baru-baru ini sebagai sirkuit MotoGP itu terletak Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Kawasan seluas 233,55 kilometer persegi ini merupakan surga wisata di Lombok Tengah. Pujut berbatasan langsung dengan Samudera Hindia sehingga memiliki banyak pantai yang indah. Secara geografis, Kecamatan Pujut terletak di bagian tengah hingga selatan Pulau Lombok. Tempat wisata di Pujut di antaranya adalah Pantai Kuta Mandalika, Pantai Seger, Pantai Tanjung Aan, Pantai Mawun, Pantai Dondon dan masih banyak lagi.
Sirkuit yang kemudian dinamakan Mandalika untuk balapan motoGP itu terletak di Pantai Kuta Mandalika di kecamatan Pujut yang masuk wilayah Lombok Tengah.
Ternyata nama Mandalika sendiri memiliki kisah dalam legenda rakyat Lombok. Mari kita ikuti kisahnya.
Legenda Putri Mandalika
Menurut cerita pada zaman dahulu terdapat sebuah kerajaan di selatan Pulau Lombok yang dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana. bernama Raja Tonjang Beru dengan permaisurinya, Dewi Seranting.
Suatu hari Raja dan Ratu di kerajaan tersebut melahirkan seorang anak yang berparas cantik dan diberi nama Putri Mandalika.
Diceritakan bahwa ketika setelah dewasa dan walau telah banyak pangeran yang datang untuk melamar sang Putri namun tak kunjung memberikan pilihan, hingga Para Pangeran dan Pemuda itu pun bersepakat untuk mengadu keberuntungan melalui peperangan.
Hingga terjadinya peperangan antara beberapa kerajaan sampai pula ke telinga Raja Tonjang Beru, Ayah dari Putri Mandalika. Dia lalu menemui Sang Putri untuk membicarakan tentang peperangan yang terjadi karena memperebutkan Sang Putri.
“Jika Ayahanda berkenan, izinkanlah Putri yang menyelesaikan masalah ini,” pinta sang Putri, pada Sang Raja. Dan Raja pun setuju dengan usulan dari anaknya itu.
Setelah itu, Putri Mandalika memutuskan bersemedi untuk mencari petunjuk dari apa yang terjadi. Di dalam semedinya itu dia menemukan petunjuk untuk menyelesaikan semua konflik yang terjadi karena dirinya.
Sepulangnya bertapa dan Bersemedi, Putri Mandalika mengundang seluruh pangeran dan pemuda pada tanggal ke 20 bulan ke 10 pada penanggalan suku Sasak (suku yang mendiami pulau Lombok).
Putri mengundang semuanya untuk berkumpul di pantai Seger Kuta, pada waktu pagi sebelum adzan subuh berkumandang. Seketika matahari mulai terbit, Sang Putri Mandalika beserta Raja, Ratu, dan para pengawalnya datang menemui seluruh undangan yang datang berbondong-bondong dengan memakai pakaian terbaiknya.
Putri Mandalika beserta pengawalnya naik ke atas bukit Seger dan mengucapkan beberapa patah kata yang ditunjukkan oleh seluruh tamu undangan. Para pemuda dan Pangeran menunggu nama mereka dipanggil menemui sang putri.
Tapi Sang Putri memiliki Maksud lain.
“Wahai, Ayahanda dan Ibunda serta semua pangeran dan rakyat negeri Tunjang Beru yang aku cintai! aku memutuskan bahwa tidak dapat memilih satu di antara banyak pangeran karena aku memilih ketentraman di Tunjang Beru.” Kemudian tiba-tiba sang Putri menjatuhkan dirinya ke dalam laut dan seketika hanyut ditelan ombak dan sang Putri hilang tanpa berbekas.
Kejadian ini lah yang kemudian menjadi Legenda, konon Sang Putri Mandalika berubah menjadi Nyale, sejenis cacing laut yang berwarna warni. Rakyat Lombok percaya jika Nyale tiba itu berarti Putri Mandalika tengah berada di permukaan. Kemudian pada waktu tertentu masyarakat Lombok mengadakan Festival Bau Nyale di Mandalika untuk menghormati Sang Putri.
Bau Nyale, Tradisi Memburu Putri Mandalika
Di setiap tanggal 20, bulan 10, penanggalan Suku Sasak, ribuan masyarakat di Lombok, Nusa Tenggara Barat, merayakan tradisi Bau Nyale. Bau Nyale merupakan tradisi turun temurun. Dalam tradisi ini, ribuan orang menangkap cacing laut di sepanjang pantai Pulau Lombok. Cacing-cacing laut ini dikenal dengan sebutan nyale, yang dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika. Walau belum ada lontar Lombok yang menceritakan mengenai Mandalika yang melegenda tersebut.
Tradisi Bau Nyale biasanya jatuh pada bulan Februari. Itulah mengapa, dari awal Februari, di sepanjang pantai bagian selatan, tengah, hingga timur, memperlihatkan keramaian. Mulai dari Kuta, Pantai Seger, Pantai Kaliantan, hingga Pantai Tabuan dipadati ribuan warga. Seperti di Pantai Seger,Desa Kuta Lombok Tengah.
Jaring-jaring beragam bentuk dan ukuran telah diangkat dan siap bergerak mengikuti arah air laut yang tersapu ombak Pantai Seger, membawa cacing-cacing laut beragam warna. Ada merah, hijau, dan kuning. Seolah ingin membuktikan janji Putri Mandalika, ribuan orang berkumpul dan menyebar.. “Ini tradisi turun temurun, setahun sekali kami temukan. Setahun sekali kami bertemu Putri Mandalika,” demikian keyakinan warga Praya
Nyale warna warni ini juga dikenal mengandung protein yang tinggi sehingga sangat nikmat dan layak dikonsumsi, apalagi hanya bisa dinikmati setahun sekali. Nyale juga dipercaya menyuburkan tanaman terutama padi.
Menemukan nyale yang diburu adalah kebahagiaan bagi warga Lombok yang percaya akan legenda Putri Mandalika, tradisi ini juga menarik perhatian wisatawan. Ketika fajar menyingsing, ribuan warga akan kembali, nyale yang telah ditangkap mereka bawa pulang. Jelmaan Putri Mandalika ini diperebutkan oleh ribuan orang untuk dinikmati. Tradisi ini tetap tumbuh dan hadir di tengah perkembangan zaman. Tradisi bau nyale adalah bagian dari tradisi masyarakat agraris masyarakat Pulau Lombok. Banyak tidaknya nyale yang muncul setiap tahun, diyakini sebagai pertanda akan banyak tidaknya hasil panen para petani. Jika anda ingin merasakan sensasi menangkap nyale datanglah ke Lombok, pada sekitar bulan Februari-Maret. [S21]