Berawal dari Sumpah Pemuda
Kemunculan Amir Sjarifuddin di gelanggang pergerakan kebangsaan bermula dari perannya sebagai salah seorang penggerak Kongres Pemuda II, 27-28 Oktober 1928. Dalam kongres itulah diikrarkan Sumpah Pemuda yang monumental– satu nusa, satu bangsa, satu bahasa: Indonesia.
Saat itu, Amir masih kuliah di Recht Hoogeshool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta. Di sinilah, pada tahun kedua kuliahnya, Amir berkenalan dengan politik. Seperti pernah saya baca dalam sebuah memoar yang ditulisnya, Amir mencatat: “Karena, dalam tahun 1928 itu, saya menjadi anggota Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia dan menjadi redaktur majalah mahasiswa Indonesia Raya…. Sesudah pembubaran (PNI) ini, saya diminta oleh pemimpin-pemimpin PNI di Jakarta untuk mendirikan dan memimpin partai politik baru, yaitu Partai Indonesia.”
Sejak itu, Amir memang dikenal luas sebagai salah seorang pemimpin pergerakan bangsa Indonesia. Tak lama setelah Partai Indonesia (Partindo) dibubarkan pada tahun 1936, Amir dan sejumlah rekannya mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Pada Kongres Gerindo di Palembang, tahun 1939, ia ditunjuk sebagai ketua umum. Di bawah kepemimpinan Amir, Gerindo menjalankan perjuangan “non-koperasi” menentang kolonolisme Belanda, untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Akibatnya, ia terpaksa mendekam berkali-kali di penjara pemerintah kolonial Belanda.
Amir adalah penganut dan pengusung sosialisme yang kukuh. Sosialisme yang digagas Amir adalah sosialisme yang memperjuangkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat, demokratisasi, dan persatuan bangsa. Dan yang lebih penting lagi, gagasan itu terus diperjuangkan Amir dengan komitmen yang teguh, tak peduli apa pun risikonya—dipenjara atau kehilangan nyawa sekalipun.
Amir memang orang yang ambisius: berambisi memerintah dan berkuasa. Artinya, dia berambisi untuk menjalankan pemikirannya ke dalam kehidupan berpolitik, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain sebagai pemikir, Amir juga seorang orator yang sangat berbakat. Hampir semua orang yang mengenalnya, mengatakan Amir itu orator ulung. Bahkan, dari banyak cerita gaya orator Amir setara dengan Bung Karno. Setiap kali, ia berpidato atau berceramah, aura kharismatis muncul dari sosoknya.
Tokoh sosialis demokrat Belanda yang juga pernah menjadi karibnya, Jacques de Kadt, bahkan memuji kemampuan orasi Amir dengan menyamakannya dengan kemampuan orasi sosialis Perancis terkenal, Jean Jaures. Ia menggambarkan Amir sebagai “pemikir yang lebih brilian daripada Sjahrir”.
Bahkan, para pejabat Hindia Belanda yang selalu mengawasi gerak-gerik kaum pergerakan nasional, mencatat bahwa Amir Sjarifuddin “seorang orator yang berbakat. Dia mengekspresikan diri dengan jelas dan mengkaji tema-tema yang diuraikannya secara menyeluruh. Dengan temperamennya revolusionernya, dia menguasai publik dan memukau audiensnya.”