Ilustrasi, peran industri terhadap pemanasan global - NBC
Ilustrasi, peran industri terhadap pemanasan global - NBC

Negara Amerika Serikat (AS) dan Cina disebut sebagai negara paling banyak menghasilkan emisi karbon di dunia. Sejak tahun 1850 hingga 2021 AS bahkan menyumbang lebih dari 20 persen total emisi karbon.

Data dari Carbon Brief menyebutkan, secara total, manusia telah menghasilkan sekitar 2.500 miliar ton CO2 ke atmosfer, sejak 1850. Dari jumlah itu AS telah menyumbang 509 miliar ton atau setara dengan seperlimanya.

Ada korelasi kuat antara jumlah total CO2 yang dilepaskan oleh aktivitas manusia dan tingkat pemanasan di permukaan bumi saat ini. Selain emisi dari bahan bakar fosil, analisa juga mencakup emisi CO2 dari penggunaan lahan dan kehutanan.

Zat CO2 disebut bertahan selama berabad-abad di atmosfer. Semakin banyak yang dilepaskan, maka semakin banyak pula panas yang terperangkap. Artinya, emisi CO2 dari ratusan tahun lalu terus berkontribusi pada pemanasan planet bumi hingga hari ini.

Isu pemanasan global tengah menjadi pusat perhatian dunia, pada tahun lalu, Asia mencatatkan rekor tahun terpanas 1,4 derajat Celcius di atas suhu rata rata selama tiga dekade sebelumnya. Cuaca ekstrem dan dampak perubahan iklim menyebabkan kerugian ekonomi miliaran dolar Amerika Serikat.

Sudah lama para ahli memperkirakan, bumi bakal memanas 1,5 derajat Celcius atau 2,7 derajat Fahrenheit antara tahun 2032 hingga 2039. Mereka memperkirakan suhu planet tempat kita tinggal ini akan melampaui patokan 3,6 derajat Fahrenheit (2 derajat Celcius) antara tahun 2050 hingga 2100. Bahkan, suhu di kawasan Timur Tengah akan memanas dua kali lebih cepat dibanding bagian dunia lainnya. Para ahli menyebut wilayah ini di ambang kiamat.

Masalah inilah yang menjadi agenda pembahasan dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-26 (COP26) di Glasgow, Skotlandia, pada 31 Oktober-12 November 2021. Konferensi ini diikuti oleh delegasi dari 197 negara yang menandatangani Perjanjian Paris pada 2015.

Negara-negara tersebut setuju membatasi suhu pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius, atau idealnya 1,5 derajat Celcius, pada 2100. Caranya, antara lain, dengan meninggalkan energi fosil, beralih ke energi terbarukan, menghentikan deforestasi, mencegah kebakaran hutan, dan beralih ke ekonomi hijau.

Terus meningkat

Saat kampanye global untuk mengatasi perubahan iklim, ternyata angka emisi justru meningkat. Menurut data International Energy Agency (IEA), emisi karbon dunia pada 2021 paling banyak berasal dari Tiongkok, yakni mencapai 11,94 gigaton CO2.

Negara penyumbang terbesar selanjutnya adalah Amerika Serikat dengan emisi karbon 4,64 gigaton CO2, diikuti Uni Eropa 2,71 gigaton CO2, dan India 2,54 gigaton CO2. Sedangkan gabungan emisi karbon dari negara-negara lainnya berjumlah 14,4 gigaton CO2.

Jika ditotalkan, pada 2021 emisi karbon di skala global mencapai 36,3 gigaton CO2 dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah. Angka emisi ini meningkat sekitar 6 persen dibandingkan tahun 2020.

Menurut IEA, emisi karbon global pada 2021 paling banyak berasal dari pembakaran batu bara dan gas alam. Sedangkan emisi karbon dari pembakaran BBM kendaraan dinilai masih lebih rendah persen dibanding level pra-pandemi.

Kemudian, IEA juga menegaskan bahwa dunia harus berupaya mengurangi emisi CO2 pada tahun 2022, serta mengejar target nol-emisi pada 2050.

Berikut urutan negara penghasil emisi CO2 terbanyak selama 1850-2021:

1. Amerika Serikat (20,3 persen)
2. China (11,4 persen)
3. Rusia (6,9 persen)
4. Brasil (4,5 persen)
5. Indonesia (4,1 persen)
6. Jerman (3,5 persen)
7. India (3,4 persen)
8. Inggris (3 persen)
9. Jepang (2,7 persen)
10. Kanada (2,6 persen)

[DES]