Suasana Deklarasi Kebangsaan/CHA

Koran Sulindo – Ribuan Relawan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dari berbagai organisasi dan elemen masyarakat seluruh Indonesia, menegaskan Ikrar Kesetiaan kepada Pancasila, UUD 1945, dan NKRI dalam acara Deklarasi Kebangsaan di kawasan Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (12/11/2016).

“Pertama, Kami Relawan NKRI berjanji untuk tetap setia dan berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945. Kedua, Kami Relawan NKRI berjanji untuk tetap setia dan berpegang teguh pada NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.Ketiga, Kami Relawan NKRI berjanji untuk tetap setia kepada Presiden Republik Indonesia sebagai simbol negara serta menolak setiap upaya aktor-aktor politik yang mencoba menjatuhkan pemerintahan yang sah,” kata Veldy Reynold saat membacakan ketiga Ikrar Kesetiaan yang dikuti serempak dan penuh semangat oleh seluruh massa yang hadir.

Sementara itu, Hendrik Dikson Sirait selaku ketua pelaksana dan salah satu inisiator Relawan NKRI mengatakan bahwa ikrar kesetiaan itu penting ditegaskan karena melihat situasi politik saat ini sudah mengancam keutuhan bangsa Indonesia.

“Situasi politik nasional belakangan ini gaduh dan cenderung mengarah pada terkoyaknya sendi-sendi kebangsaan. Itulah yang mendorong kami untuk menegaskan ikrar kesetiaan kepada NKRI yang dibangun di atas landasan kebhinnekaan,” tegas Hendrik.

Hendrik mengatakan, akhir-akhir ini terdapat indikasi nyata adanya ancaman terhadap sendi-sendi kebangsaan itu datang dari sejumlah kalangan dan aktor politik yang sudah sejak lama selalu bersikap negatif kepada pemerintahan yang sah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla.

Kendati kritik terhadap kekuasaan diakui Hendrik merupakan bentuk partisipasi masyarakat yang lazim dalam demokrasi, namun Ia menyayangkan mereka yang melakukan hal itu menggunakan isu-isu sensitif di masyarakat yakni suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) sebagai tameng kehendak nafsu kekuasaannya.

“Kita melihat bahwa nafsu atas kekuasaan telah menguasai sejumlah aktor politik di tanah air, sehingga tega menggunakan isu-isu agama untuk mengoyak persatuan dan kesatuan yang telah puluhan tahun kita jaga,” ujarnya.

Menurut Hendrik, Indonesia adalah harapan dunia untuk menciptakan tatanan dunia baru yang damai, yang tidak mempertentangkan antara Islam dan demokrasi, antara demokrasi dan kemajuan, serta kemajuan dan nilai-nilai kearifan lokal dari berbagai suku-suku bangsa di Nusantara.

Hendrik mengingatkan bahwa kebhinnekaan sebagai fakta sosio-antropologis yang membangun kebangsaan Indonesia adalah sebuah khasanah yang tidak boleh dikurang-kurangkan atau dilebih-lebihkan untuk dan atas nama kepentingan apapun. Apalagi bila kepentingan itu berupa kepentingan politik sempit dan jangka pendek.

“Namun, kini kita melihat sejumlah aktor politik yang telah dibutakan mata batinnya, sehingga tidak mampu melihat ancaman kehancuran bangsa jika membiarkan nafsu kekuasaannya itu benar-benar diwujudkan,” tambahnya.

img-20161112-wa010
Pada kesempatan yang sama, inisiator Relawan NKRI lainnya Mohammad Yamin mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga persatuan dan merawat kebhinnekaan yang telah terbangun baik selama ini.

Menurut Yamin, Republik Indonesia tidak boleh dibiarkan dikoyak-koyak oleh kelompok tertentu. Sebab jika dibiarkan kondisi demikian akan semakin menjauhkan semangat persaudaraan dan gotong-royong. Apalagi, semua pihak menyadari bahwa pembangunan bangsa membutuhkan semangat kebersamaan.

“Tidak boleh jatuh dalam kekakuan relasi kebangsaan. Tidak boleh kita biarkan hubungan sesama kita anak bangsa saling memunggungi. Membeku lalu retak hancur berkeping keping,” jelasnya.

Semua pihak, kata Yamin, seharusnya sadar bahwa tantangan demi tantangan yang dihadapi bangsa ini acapkali melahirkan perbedaan. Namun perbedaan yang ada harus disikapi secara arif dan bijaksana.

“Bagaimanapun, perbedaan yang ada sesungguhnya bisa menjadi kekuatan besar untuk bersama-sama membangun bangsa Indonesia. Bukan sebaliknya, dijadikan alat untuk tujuan tertentu,” ujarnya. (CHA)