Frankenstein adalah novel gothic berusia dua abad yang masih banyak digemari hingga sekarang. (Sumber: Sulindo/Benedict Pietersz)
Frankenstein adalah novel gothic berusia dua abad yang masih banyak digemari hingga sekarang. (Sumber: Sulindo/Benedict Pietersz)

Para pecinta subkultur goth mungkin sudah tidak asing lagi dengan novel berjudul Frankenstein karya Mary Shelley. Ditulis pada tahun 1816, Frankenstein merupakan novel horor gothic yang sekaligus menjadi contoh awal genre fiksi ilmiah.

Novel ini telah berulang kali diadaptasi ke dalam film horor dan pertunjukan teater. Film Hollywood Frankenstein (1931) yang disutradarai oleh James Whale dan dibintangi oleh Boris Karloff diangap sebagai adaptasi cerita Frankenstein yang paling terkenal. Menggabungkan unsur-unsur dari The Golem dan novel karangan Shelley, film ini diluncurkan pada 21 November 1931.

Selama dua abad sejak perilisan pertamanya, novel horor gothic Frankenstein telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dan diterbitkan dalam beragam versi. Versi yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada Januari 2023 merupakan cetakan keempat, terdiri dari 303 halaman, ditulis dalam bahasa Inggris, dan berkode ISBN 9786020618678. Buku ini relatif kecil karena memiliki panjang 18 cm dan lebar 11 cm. Harganya pun terjangkau, yaitu hanya Rp55.000. Calon pembaca dapat membelinya langsung di toko buku Gramedia atau memesan melalui toko online.

Sinopsis

Novel gothic Frankenstein diawali dengan 4 surat yang ditulis oleh seorang kapten kapal Inggris bernama Robert Walton untuk saudara perempuannya, Margaret Saville. Surat-surat tersebut berisi detail pengalaman Walton saat dalam perjalanan menuju Kutub Utara.

Dalam surat pertamanya, Walton menceritakan persiapannya di St. Petersburg sebelum keberangkatannya menuju Archangel. Dia menyebut bahwa dia berhasrat untuk menemukan jalur utara menuju Pasifik, mengungkap sumber magnet Bumi, dan secara umum menginjakkan kaki di wilayah yang belum pernah ditemukan.

Di surat keduanya, Walton mengeluhkan rasa kesepian dan keterisolasian di dalam kapal yang telah dia sewa. Dia menginginkan seorang teman yang lembut namun berani, berpikiran luas, dan memiliki ketertarikan sama seperti dirinya. Ironisnya, dia merasa terlalu canggih untuk menemukan kenyamanan pada kru kapalnya dan terlalu tidak berpendidikan untuk menemukan jiwa yang peka untuk berbagi mimpinya.

Surat ketiganya lebih pendek, berisi kabar baik bahwa kapalnya telah berlayar di air es dan bahwa dia yakin akan mencapai tujuannya. Namun dalam surat keempat, Walton menjelaskan pengalaman anehnya saat kapalnya terjebak di es. Pada hari Senin tanggal 31 Juli, dia melihat sebuah sosok besar duduk di kereta luncur yang ditarik oleh beberapa ekor anjing, mengarah ke Utara.

Keesokan harinya, dia dan kru kapalnya bertemu dengan seorang pria yang mampu bicara dalam bahasa Inggris namun dengan aksen asing. Pria itu sakit karena kedinginan. Setelah beberapa waktu, Walton mulai mengagumi tamunya itu karena kelembutan, kebijaksanaan, dan kecerdasannya. Kemudian pada tanggal 19 Agustus, pria asing itu mengungkapkan identitas dan kisahnya kepada Walton. Dia adalah Victor Frankenstein, seorang ilmuwan kelahiran Jenewa yang berasal dari keluarga terhormat.

Frankenstein menceritakan latar belakang keluarganya, studinya di Universitas Ingolstadt, dan pengalamannya belajar kimia dan filsafat alam bersama Profesor Waldman. Dari pengalaman belajarnya itu timbul ketertarikan untuk mendalami fisiologi manusia. Ketertarikan itu lama kelamaan berubah menjadi sebuah obsesi untuk menciptakan makhluk hidup sesuai rupanya, layaknya Tuhan menciptakan Adam dan Hawa.

Frankenstein mulai mempersiapkan diri untuk mewujudkan mimpinya. Mula-mula dia mengamati dan menganalisis selama berhari-hari bagaimana tubuh manusia membusuk setelah kematian. Dari pekerjaan tersebut dia berhasil menemukan cara untuk menghidupkan manusia yang telah meninggal. Namun alih-alih menggunakan jasad manusia yang masih segar, Frankenstein mengumpulkan dan menyatukan bagian-bagian tubuh manusia.

Setelah hampir dua tahun, tepatnya pada suatu malam di bulan November, Frankenstein berhasil menciptakan makhluk setinggi delapan kaki, dengan kulit kuning, rambut hitam bergelombang, gigi putih, dan bibir hitam. Awalnya dia menganggap makhluk itu indah, tetapi kemudian dia menjadi ketakutan dan merasa jijik. Frankenstein meninggalkan makhluk itu dan pergi tidur, tapi di tengah malam dia dibangunkan oleh makhluk ciptaannya sendiri. Monster itu hidup, menyelinap ke kamarnya, menyeringai lebar serta membuat suara tidak jelas.

Frankenstein kabur dari rumahnya. Pada hari-hari berikutnya, dia hidup dalam ketakutan. Dia dikejutkan dengan kematian adik laki-laki kecilnya, William. Hampir semua orang yakin bahwa anak itu dibunuh oleh Justine Moritz, seorang janda beranak empat yang dekat dengan keluarga Frankenstein. Justine dihukum mati, tapi Frankenstein bertemu langsung dengan pembunuhnya, yang tidak lain adalah monster ciptaannya.

Mereka bertemu di dekat Gletser Montanvert. Frankenstein syok sekaligus murka karena monster itu kini bisa bicara dalam bahasa Inggris dan mampu menggunakan akal. Monster itu berusaha menceritakan pengalaman pahitnya sejak di hari pertama dia tiba ke dunia, tapi Frankenstein mengusirnya. Monster itu menuntut agar Frankenstein datang ke sebuah gubuk di atas gunung dan mendengarkan kisahnya.

Frankenstein setuju. Mereka menyebrangi es, dan sesampainya di gubuk, monster itu menceritakan bagaimana dia dibenci oleh manusia karena wujudnya yang mengerikan. Bab 11 menguraikan pengalaman monster itu selama dia tinggal dan mencari makan di sebuah hutan d Jerman.

Suatu ketika, monster itu melihat sebuah keluarga kecil yang tinggal di pondok tak jauh dari hutan itu. Keluarga tersebut terdiri atas sepasang bersaudara laki-laki dan perempuan dan ayah mereka yang buta. Sang monster mengamati kehidupan mereka selama berhari-hari, lalu bersimpati ketika mereka mengalami kesulitan selama musim dingin. Dia diam-diam membantu mereka mengumpulkan kayu bakar, lalu mempelajari identitas mereka. Si pemuda bernama Felix, adiknya bernama Agatha, dan ayah mereka bernama De Lacey. Felix memiliki istri bernama Safie, yang merupakan putri dari seorang wanita Arab Kristen dan seorang pedagang Turki.

Di bab 15, sang monster memberanikan diri untuk berinteraksi dengan De Lacey. Karena buta, De Lacey mengira bahwa sang monster adalah seorang manusia. Tapi kemudian Felix, Agatha, dan Safie tiba. Ketakutan akan keselamatan ayahnya, Felix menyerang sang monter dengan sebuah tongkat. Keluarga itu lalu pindah dan sang monster dipenuhi kesedihan.

Sang monster mengembara lagi. Dia sempat berhenti untuk menolong seorang gadis yang tenggelam di sungai, tetapi ditembak oleh pria yang kemungkinan adalah ayah si gadis. Setelah beberapa minggu bergumul dengan kepahitan, kesepian, dan rasa iri, monster itu tidak sengaja bertemu William, adiknya Frankenstein. Dia berniat memberi pemahaman pada William dan menjadikannya temannya, tapi karena anak itu ketakutan, dia menjadi marah dan mencekiknya sampai tewas.

Di bab 17, setelah menyelesaikan ceritanya, sang monster menuntut agar Frankenstein menciptakan seorang perempuan untuk menjadi pendamping hidupnya. Frankenstein terpaksa memenuhi tuntutan itu karena sang monster mengancam akan mencelakai keluarganya. Dalam pengawasan sang monster, dia menciptakan makhluk kedua dengan cara yang sama: mengumpulkan dan menyatukan bagian-bagian tubuh manusia. Dan untuk kedua kalinya dia ketakutan akan hasil ciptaannya. Dia menghancurkan makhluk kedua itu, membuat sang monster murka. Sebagai akibatnya, monster itu membunuh sahabat dan istrinya Frankenstein.

Berduka dan ketakutan, Frankenstein melarikan diri hingga akhirnya dia bertemu Robert Walton. Saat berada di kapal tersebut, Frankenstein meninggal. Walton lalu dikejutkan dengan kedatangan sang monster. Mereka berinteraksi secara singkat: sang monster meratapi kematian Frankenstein, menyebutnya sebagai korbannya juga meski dia tidak membunuhnya. Dia mengakui pembunuhan-pembunuhan yang dia lakukan sebelumnya, lalu melarikan diri dan menghilang dalam kegelapan.

Ulasan

Kelebihan novel Frankenstein terbitan Gramedia Pustaka Utama terlihat dari segi moralitas yang menjadi inti utama ceritanya. Novel gothic ini mengangkat isu yang masih dipertanyakan secara etika dan moral, yaitu menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal. Melalui karakter Victor Frankenstein, Shelley berusaha mengingatkan manusia akan bahayanya mencoba menyamakan diri dengan Tuhan. Dia menegaskan pentingnya menimba ilmu setinggi-tingginya, namun kapasitas ilmu yang besar itu harus dibarengi dengan sikap bertanggung jawab atas tindakan sendiri, sebab selalu ada konsekuensi di balik setiap pilihan manusia.

Shelley semakin menyentuh sisi moral manusia dengan menghadirkan karakter monster ciptaan Frankenstein, yang pada dasarnya berhati baik walau tampilan fisiknya buruk. Melalui perbuatan dan perasaan sang monster, Shelley mengingatkan kita untuk tidak menghakimi orang dari penampilan luarnya. Orang yang berpenampilan buruk belum tentu jahat, dan sebaliknya orang yang berperawakan menawan dan terhormat belum tentu berhati baik.

Pada saat yang sama, Shelley menunjukkan bagaimana rasa kesepian dan keterisolasian yang lama tak tertangani dapat merusak kesehatan mental seseorang. Ini tidak hanya terlihat pada monster ciptaan Frankenstein, tetapi juga pada Robert Walton yang terjebak di kapalnya di tengah es. Dengan demikian, sangat penting untuk selalu memeriksa keadaan teman dan anggota keluarga kita. Sering kali orang yang dilanda kesulitan hanya butuh didengar. Menjadi pendengar yang baik akan dapat menenangkan dan menyelamatkan mereka.

Penghakiman yang sang monster terima dan perlakuan baiknya terhadap keluarga kecil di pondok juga memberi kita pelajaran berharga, yaitu bersikap baik dan peduli terhadap orang lain, terlebih orang-orang yang sangat berbeda dari kita. Jika kita tidak dapat meringankan penderitaan mereka, setidaknya kita bisa menghormati dengan tidak mendiskriminasi atau menyakiti mereka.

Kekurangan novel horor gothic Frankenstein terbitan Gramedia Pustaka Utama terletak pada bahasanya. Pertama, buku ini disajikan dalam bahasa Inggris, jadi tidak semua orang dapat memahaminya. Kedua, gaya bahasa Inggrisnya agak sulit dimengerti karena Shelley menggunakan diksi dan sintaksis khas gaya awal abad kesembilan belas. Meski pihak Gramedia menerbitkan versi yang lebih modern, bahasa Inggris yang digunakan dalam novel ini bukan bahasa Inggris modern yang kita kenal sekarang. Ini dapat dilihat dari penggunaan kata “ye” (anda), “thee” (engkau), “thou art” (engkau adalah), “dæmon” (setan), dan lainnya.

Meskipun bahasa Inggrisnya agak sulit, deskripsi dalam novel ini ditulis dengan jelas dan tidak bertele-tele sehingga membuat pembaca seolah dapat ikut melihat dan merasakan apa yang Frankenstein dan monsternya temui dalam kehidupan mereka.

Selain itu, novel ini aman dibaca oleh remaja dan orang-orang yang memiliki kepekaan tinggi, sebab Shelley tidak memberi detail yang tinggi untuk bagian-bagian sensitif, seperti proses penciptaan sang monster dan pembunuhan orang-orang terdekat Frankenstein.

Maka dapat disimpulkan bahwa novel gothic Frankenstein terbitan Gramedia Pustaka Utama layak untuk dibaca dan dijadikan koleksi. Buku ini juga dapat membantu kita memperdalam kemampuan bahasa Inggris serta menambah wawasan tentang negara-negara Eropa, khususnya Swiss, Inggris, dan Jerman. [BP]