Koordinator KontraS, Haris Azhar/idolafm

Koran Sulindo – Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan Haris Azhar kini harus bersiap-siap menghadapi laporan Polri, TNI dan BNN terkait tulisannya tentang Freddy Budiman. Sebelum dieksekusi mati, Freddy sempat bercerita kepada Haris keterlibatan Polri, BNN dan TNI dalam bisnisnya sebagai operator pemasok narkotika ke Indonesia.
Tak terima dengan tulisan yang sudah menjadi viral itu, Polri, BNN dan TNI melaporkan Haris ke Bareskrim Mabes Polri pada Selasa malam kemarin. Menanggapi laporan tersebut, Haris mengaku dirinya belum menjadi tersangka. Laporan tersebut masih diproses di Bareskrim.

Haris juga menyesalkan jika tulisannya yang bersumber dari cerita Freddy itu dianggap menjelek-jelekkan lembaga negara. Jika itu dianggap sebagai pandangan buruk, justru publik merasa informasi demikian sudah menjadi rahasia umum. Pemerintah seharusnya membentuk sebuah tim independen untuk menelusuri informasi yang dibeberkan Freddy itu.

Belum Tersangka

Sementara itu Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Agus Andrianto membantah Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar telah menjadi tersangka.

“Belumlah, terlalu cepat untuk menjadikan seseorang tersangka,” kata Brigjen Agus saat dikonfirmasi, Rabu.

Namun Agus membenarkan adanya laporan yang melaporkan Haris. Menurutnya, Haris dilaporkan oleh seseorang pada Selasa (2/8).

Sementara Koordinator KontraS Haris Azhar mengakui telah dilaporkan oleh TNI dan BNN ke Bareskrim Polri terkait kasus dugaan pelanggaran pasal UU ITE.

“Saya dilaporkan TNI dan BNN ke polisi,” katanya.

Sebelumnya dalam tulisan Haris Azhar yang berjudul “Cerita Busuk dari seorang Bandit: Kesaksian bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)”, Freddy mengatakan bahwa ia memberikan uang ratusan miliar rupiah kepada penegak hukum di Indonesia untuk melancarkan bisnis haramnya di Tanah Air.

“Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang Rp450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih Rp90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua,” kata Freddy seperti dikutip dari laman FB KontraS.

Haris Azhar juga mengakui bahwa dialah penulis artikel singkat tersebut. Dalam konferensi pers di KontraS, dia juga mengaku sudah memberikan tulisannya ke Juru Bicara Presiden Joko Widodo, Johan Budi.

“Saya memutuskan mempublikasikan tulisan ini untuk menyampaikan pesan bahwa jika pemerintah mengeksekusi orang ini (Freddy Budiman), maka pemerintah akan menghilangkan seseorang dengan keterangan signifikan untuk membongkar kejahatan pejabat institusi negara dan ratusan miliar uang untuk suap menyuap,” tutur Haris.

UU ITE

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengakui soal adanya laporan Polri, BNN dan TNI terhadap Haris atas tuduhan pelanggaran Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Soal pasal yang dituduhkan kepada Haris, Martinus berjanji akan menyampaikan dalam konferensi pers. Pun terkait pelapor Haris, Martinus bungkam.

Ketika memberikan pendidikan hak asasi manusia kepada masyarakat pada musim kampanye Pemilihan Presiden 2014, Haris berkesempatan bertemu dengan Freddy. Kala itu, Freddy bercerita tentang keterlibatan para pejabat BNN, Polri, TNI dan Bea Cukai dalam mengatur penyelundupan narkotika skala besar dari Tiongkok ke Indonesia.

Freddy mengaku hanyalah sebagai operator. Untuk mengatur narkotika dari Tiongkok, Freddy lantas menghubungi beberapa pihak agar “barang” tersebut bisa masuk ke Indonesia. Tentu ada biaya yang harus dibayar. Mereka, kata Freddy, menitipkan harga dari Rp 10 ribu hingga Rp 30 ribu per butir.

Bagi Freddy itu tidak masalah. Karena harga narkotika yang diimpor itu hanya Rp 5 ribu per butir. Sementara dia bisa menjualnya dengan seharga Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per butir. [KRG/DAS]