Fenomena Bediding membuat suhu udara di pulau jawa dan sekitarnya terasa dingin. (Sulindo/Ulfa Nurfauziah)
Fenomena Bediding membuat suhu udara di pulau jawa dan sekitarnya terasa dingin. (Sulindo/Ulfa Nurfauziah)

Saat ini, sebagian wilayah Indonesia tengah memasuki musim kemarau. Kendati demikian, suhu pada malam hari dan pagi hari terasa lebih dingin. Apakah suhu yang dingin ini normal?

Apa Itu Fenomena Bediding?

Fenomena suhu yang terasa dingin saat musim kemarau dikenal sebagai fenomena bediding. Istilah ‘bediding’ berasal dari bahasa Jawa, yakni kata ”bedhidhing’ yang berarti terasa dingin. Itulah alasan fenomena suhu udara terasa dingin di tengah musim kemarau disebut dengan bediding.

Penyebab Fenomena Bediding

Fenomena bediding sendiri bukanlah hal baru. Menurut kacamata klimatologi, fenomena ini berkaitan dengan kondisi di atmosfer.

Menurut laman Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Probolinggo, fenomena bediding terjadi karena angin dari wilayah Australia, yang mengalami musim dingin, bergerak menuju Indonesia. Angin ini disebut dengan Angin Muson Australia atau Angin Musim. Adapun informasi yang beredar dimana sebuah narasi mengenai fenomena astronomi Aphelion. Yang mana fenomena tersebut diduga dapat mengakibatkan suhu bumi lebih dingin.

Disebutkan juga dampak dari fenomena yang terjadi sejak Selasa, (9/7/2024) kemarin itu akan terasa hingga Agustus 2024. Namun, setelah ditelusuri melalui Kominfo go.id, narasi tersebut hoaks.

Faktanya, narasi di tahun ini, Aphelion terjadi pada 5 Juli 2024 lalu. Fenomena itu juga tidak berpengaruh banyak terhadap cuaca di permukaan Bumi.

Hal tersebut dijelaskan oleh Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ida Pramuwardani. Ia mengatakan, Aphelion tidak akan memengaruhi cuaca saat ini yang tengah memasuki puncak kemarau.

Suhu udara di sejumlah wilayah Indonesia cenderung lebih dingin pada Juli. Ida juga menyebutkan, hal itu disebabkan angin dari arah timur tenggara Benua Australia yang bergerak ke wilayah Indonesia, bukan Aphelion tetapi karena angin muson.

Angin muson merupakan gerakan massa udara yang terjadi karena perbedaan tekanan antara daratan dan lautan. Di wilayah tropis, angin muson dipengaruhi perbedaan sinar Matahari.

Musim bediding ini biasanya terjadi pada bulan-bulan tertentu, posisi Matahari berada pada posisi terjauh di sebelah utara garis khatulistiwa sehingga menyebabkan belahan Bumi sebelah utara menjadi panas dan belahan Bumi selatan menjadi dingin.

Dampak Letak Geografis

Letak Pulau Jawa yang berada di sebelah selatan garis khatulistiwa menyebabkan Pulau Jawa menjadi lebih dingin daripada biasanya. Angin musim dingin dari Australia menjadikan Pulau Jawa menjadi lebih dingin.

Menurut Stasiun Klimatologi Sumatera Selatan BMKG, fenomena bediding biasa terasa di Pulau Jawa hingga ke Nusa Tenggara Timur (NTT), wilayah yang terletak di selatan garis khatulistiwa.

Fenomena bediding cukup terasa pada bulan Juli, di mana angin timuran atau monsun Australia yang kering mengalir melewati wilayah-wilayah tersebut. Pada bulan Juli juga merupakan puncak musim dingin Australia sehingga udara dinginnya mengintrusi masuk wilayah Jawa bagian selatan hingga Bali, dan NTT.

Dampak Bediding

Meskipun kemarau di mana siang hari Matahari bersinar terang, udara dingin dari aliran monsun Australia lebih dominan memengaruhi penurunan suhu udara pada siang hari. Hal ini menyebabkan meskipun siang hari terasa hangat, malam dan pagi hari tetap terasa dingin.

Fenomena bediding adalah bukti bagaimana interaksi atmosfer dan letak geografis dapat mempengaruhi kondisi cuaca lokal. Kendati mungkin terasa tidak nyaman bagi sebagian orang, fenomena ini adalah bagian alami dari siklus iklim di wilayah tersebut. [UN]