GERAYAK adalah singkatan dari Gerakan Rakyat Kelaparan, sebuah gerakan yang muncul dari rasa lapar sekelompok masyarakat petani akibat kegagalan panen. Pada dekade 1950-an hingga 1960-an, beberapa wilayah di selatan Jawa, seperti Klaten, Boyolali, dan selatan Yogyakarta, mengalami bencana kelaparan yang parah【Pratikno 2000: 6】.
Wilayah yang paling terdampak dan kemudian menjadi pusat GERAYAK adalah Gunung Kidul, Yogyakarta. Pada periode tersebut, Gunung Kidul mengalami kekeringan berkepanjangan yang menyebabkan kelaparan hebat dan munculnya penyakit Hongeroedeem (HO), penyakit yang terjadi secara massal akibat kekurangan bahan makanan【Darmaningtyas 2002: 322】.
Gunung Kidul adalah daerah dengan persediaan air yang sangat terbatas, sehingga sangat kering saat musim kemarau【Curwensville Native 1959】. Namun, kondisi tidak membaik di musim hujan, karena badai dan hama sering merusak tanaman padi para petani, menyebabkan kegagalan panen yang berkepanjangan.
Akibatnya, Gunung Kidul menjadi salah satu wilayah dengan tingkat gizi sangat rendah pada 1960-an【Warner 1964: 21】【Resettlement Plan 1964】.
Di tengah situasi tersebut, pada tahun 1964, Partai Komunis Indonesia (PKI) bersama Barisan Tani Indonesia (BTI) membentuk sebuah komite yang dinamai Gerakan Rakjat Kelaparan (Gerajak, atau ditulis GERAYAK).
Pembentukan komite ini sejalan dengan program utama PKI yang menuntut reforma agraria【Janti 2019】. GERAYAK beranggotakan tokoh masyarakat, pamong desa, guru sekolah dasar, serta para petani【Pratikno 2000: 137】.
GERAYAK merupakan gerakan sporadis masyarakat petani sebagai bentuk protes terhadap pemerintah dan orang-orang kaya atas kondisi yang mereka alami. Ada dua versi mengenai latar belakang kemunculan GERAYAK.
Versi pertama menyebut aksi GERAYAK sebagai gerakan politik PKI yang muncul karena kekecewaan mereka atas likuidasi fungsi kepala daerah otonom yang diketuai oleh kader PKI. Kekecewaan ini mencapai puncaknya saat wabah HO pada 1964.
Sementara versi lain dari perspektif PKI menyebut GERAYAK muncul setelah “peristiwa tepung gaplek beracun” yang menyebabkan kematian dan dianggap tidak ditangani dengan serius oleh pihak berwenang【Pratikno 2000: 139】.
Aksi GERAYAK yang menarik perhatian adalah ketika mereka meminta bahan pangan dari orang-orang kaya, baik di desanya sendiri maupun di luar desa. Tidak jarang aksi ini diwarnai kekerasan dan pemaksaan terhadap orang-orang kaya yang dianggap tidak peduli dengan nasib mereka【Pratikno 2000: 139-140】.
Karena tindakan pemaksaan ini, GERAYAK sering dikaitkan dengan Grayak pada 1950-an di Klaten dan Gunung Kidul yang identik dengan aksi kriminalitas seperti garong. Namun, pihak berwajib yang menangani aksi GERAYAK pada 1964 menolak anggapan tersebut.
Menurut mereka, orang-orang yang meminta makanan berasal dari desa mereka sendiri dan tidak menggunakan kekerasan meskipun jumlah mereka lebih dari empat orang【Pratikno 2000: 141】.
Dalam catatan sejarah, GERAYAK disebut sebagai strategi PKI di tingkat lokal dan secara organisasi dijadikan bentuk perjuangan partai di tingkat nasional. Namun, gerakan ini kemudian surut seiring dengan ketidaktertarikan para petani untuk terlibat dalam kegiatan politik yang diusung oleh PKI. [UN]