SRIKANDI adalah tokoh androgini dalam wiracarita dari India, Mahabharata. Dalam kisahnya, ia merupakan putri Raja Drupada dan Persati dari Kerajaan Panchala. Dalam kitab Mahabharata bagian Adiparwa dan Udyogaparwa dijelaskan bahwa ia merupakan reinkarnasi putri kerajaan Kasi bernama Amba, yang meninggal.
Kemudian Amba terlahir kembali sebagai anak perempuan Drupada. Namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai laki-laki. Versi lain menceritakan bahwa ia bertukar kelamin dengan yaksa (makhluk gaib).
Dalam versi pewayangan Jawa yang mengadaptasi Mahabharata terkandung cerita yang hampir sama. Namun dalam pewayangan Jawa dikisahkan bahwa ia menikahi Arjuna.
Kisah Srikandi sejatinya memiliki dua versi, yaitu versi kitab Mahabharata dari India dan versi pewayangan Jawa. Dari kedua versi ini, ada perbedaan yang mencolok yaitu mengenai identitas gender dari Srikandi.
Dalam versi India, Srikandi atau Shikhandi adalah sosok transgender- ia adalah perempuan yang kemudian bertransisi menjadi laki-laki. Sedangkan dalam versi pewayangan Jawa, Srikandi dilahirkan sebagai perempuan namun digambarkan memiliki sifat-sifat maskulin.
Kisah Srikandi Dalam Pewayangan
Dewi Srikandi disebut putri kedua dari pasangan Prabu Drupada dari Kerajaan Cempalaradya dan Dewi Gandawati. Dewi Srikandi mempunyai kakak bernama Dewi Drupadi alias Dewi Krisna dan juga mempunyai adik laki-laki bernama Drestajumena.
Dewi Srikandi merupakan istri dari Arjuna. Namun, pernikahannya dengan Arjuna tidak menghasilkan buah hati.
Dalam pewayangan, Dewi Srikandi disebut memiliki sifat tekad yang kuat, percaya diri, lemah lembut, keibuan, dan emosional. Sosoknya juga disebut sangat handal olah panah setelah dirinya diajari Arjuna.
Soal wujud Dewi Srikandi dikenal tidak begitu cantik, bahkan sosoknya digambarkan seperti laki-laki. Hal ini disebabkan Dewi Srikandi sering berteman dengan laki-laki.
Dalam pewayangan, Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaian tersebut didapatnya ketika berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya.
Dewi Srikandi menjadi suri teladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya.
Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa.
Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, putri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang dendam kepada Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceritakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Astina setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.
Teladan Srikandi Bagi Perempuan Indonesia
Sosok Srikandi juga bisa menjadi pengingat bagi kita, bahwa perempuan bisa menjadi kuat dan mandiri tanpa harus dibatasi oleh peran-peran gender yang kaku dan biner. Ada beberapa yang patut diteladani dari Srikandi yang bisa menjadi panutan bagi perempuan Indonesia.
Srikandi mampu tampil terbaik di bidang yang dikuasai laki-laki : pada dasarnya ilmu keprajuritan tidak pernah diajarkan pada perempuan, namun Srikandi mampu memanah dan kepiawaiannya tidak tertandingi bahkan ia diberi tanggung jawab atas keselamatan dan keamanan kerajaan Madukara.
Srikandi mengajarkan untuk tegas dan berani : penggambaran sosok Srikandi yang mendongak menandai bahwa ia adalah seorang yang tegas dan berani, baik kepada kaum lelaki atau sesamanya.
Srikandi mencontohkan menjadi perempuan mandiri yang mau belajar : kepandaian Srikandi memanah adalah hasil dari belajarnya yang tidak kenal waktu pada Arjuna, yang kemudian membuatnya jatuh cinta dan akhirnya menikah dengan Arjuna.
Srikandi tetap tampil cantik walaupun gagah berani : dalam penampakan wayang kulitnya Srikandi dilukiskan sangat cantik dengan mata yang indah dan hidung lancip serta mulut yang seksi. Juga memakai mahkota dan baju keputrian lengkap dengan aksesorisnya.
Srikandi tampil sebagai teladan : Srikandi berhasil menjadi teladan bukan hanya untuk para perempuan namun juga untuk pria, bagaimana ia kuat tapi juga lembut, mandiri tapi juga menghargai.
Hal penting dan patut diteladani dari Srikandi baik versi India maupun Jawa bagi perempuan Indonesia adalah, pada intinya bukanlah keahliannya dalam memanah ataupun berstrategi dalam perang, tapi keberaniannya untuk melakukan hal-hal yang ia inginkan tanpa mempersoalkan gendernya. [KY]