TINGGINYA angka ‘wasting’ atau anak dengan tubuh kurus sekali di Indonesia cukup memprihatinkan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah memperkirakan jumlah balita yang mengalami wasting akan meningkat sebesar 15 persen atau sebesar 7 juta anak akibat pandemi COVID-19.

“Perkiraan kita pasca pandemi setelah dua tahun dengan kondisi yang dalam keadaan pandemi maka akan terjadi peningkatan wasting sebanyak 15 persen atau tujuh juta anak,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi dalam workshop “Menganalisis Tren Stunting dan Persoalan Sistematis Gizi Buruk” Kamis, 4 Agustus.

Berdasarkan data Kemenkes melalui Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, jumlah anak wasting secara nasional memang menunjukkan tren turun menjadi 7,1 persen dari yang sebelumnya 7,4 persen pada tahun 2019.

Namun, data juga menunjukkan bahwa jumlah anak yang mengalami kondisi under weight atau berat badan kurang, naik 17 persen pada tahun 2021. Meningkat dari tahun 2019 yang mencapai 16,3 persen. Sehingga dikhawatirkan dapat memicu meningkatnya kejadian wasting.

Ada pun lima provinsi yang memiliki prevalensi balita wasted tertinggi dan masuk dalam pantauan Kemenkes yakni Maluku 12 persen, Papua Barat 10,8 persen, Aceh 10,7 persen, Maluku Utara 10,6 persen dan Kalimantan Selatan 10,3 persen bila melihat data SSGI 2021.

Faktor penyebab

Menurut Sekretaris Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi meningkatnya masalah gizi pada anak dipengaruhi oleh dampak COVID-19 kepada keluarga berupa berkurangnya pendapatan, hilangnya pekerjaan, faktor bekerja dari rumah hingga terdampak-nya sektor informal akibat terganggunya arus informasi, produksi dan ekonomi.

Nadia menambahkan Kemenkes terus mencegah prediksi itu terjadi dengan memperkuat layanan kesehatan melalui enam pilar transformasi di bidang pelayanan kesehatan, terutama pada layanan primer.

Penguatan dilakukan pada siklus hidup sebagai fokus integrasi pelayanan kesehatan, mendekatkan layanan kesehatan melalui jejaring hingga tingkat desa dan dusun termasuk penguatan edukasi promosi serta resiliensi terhadap pandemi COVID-19.

Kemenkes turut memperkuat pemantauan wilayah setempat (PWS) melalui pemantauan dengan dashboard situasi kesehatan per desa.

Nadia menyatakan pelayanan kesehatan memang akan terus ditingkatkan. Tetapi Kemenkes juga akan terus memperbaiki data dalam SSGI sesuai dengan audit yang dilakukan di lapangan, sehingga jumlah nyatanya bisa diketahui setelah penyusunan selesai dilakukan.

“Memang diperkirakan ada tujuh juta anak tadi dengan kondisi wasting. Tapi kita akan tunggu dulu hasil daripada SSGI yang kita lakukan di tahun ini,” ucap Nadia.

Dokter RSUP Sanglah Denpasar, I Gusti Ayu Putu Eka Pratiwi menyampaikan bahwa genetik menyumbang faktor risiko sekitar 16 persen terjadinya wasting (kurus) pada anak.

“Penelitian yang diterbitkan tahun 2020 hanya 16 persen. Ada faktor genetik tapi kecil,” ujar I Gusti Ayu Putu Eka Pratiwi dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.

Ia menambahkan terjadinya wasting pada anak tidak hanya dikontribusi oleh satu faktor, terdapat beberapa faktor lainnya seperti asupan makanan, lingkungan, kesehatan hingga aktivitas. [PAR]