Tangkapan layar YouTubes, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri/Koran Suluh Indonesia

Koran Sulindo – Proklamator RI Bung Karno dinilai sebagai sosok yang haus akan pengetahuan dan buku. Kegemaran itulah yang membuat Bung Karno sebagai orang yang cerdas dan revolusioner. Bahkan, Bung Karno berhasil menyumbang kekuatan bagi negara-negara terjajah untuk merdeka melalui Konferensi Asia-Afrika.

Presiden RI Kelima yang juga putri Bung Karno, Megawati Soekarnoputri mengatakan, sang ayah sering kali dilihatnya membaca di berbagai kesempatan. Bahkan buku koleksi Bung Karno mencapai puluhan ribu dari dalam negeri maupun luar negeri.

“Bapak saya humoris. Tak bisa melihat dia sekadar politikus dan seorang pejuang. Dan di balik itu Bung Karno adalah sosok yang humanis. Kita dapat merasakan. Akibat pendidikan itu, Bung Karno sangat haus dengan buku. Bukan hanya menurut dia buku jendela dunia, tetapi juga masuk ke dalamnya,” kata Megawati dalam webinar pembukaan pameran daring “Buku Bung Karno”, Selasa (24/11).

Megawati berkisah, kala menjadi mahasiswa, ia beberapa kali meminta rekomendasi buku kepada Bung Karno. Saat itu, Bung Karno sangat menghafal judul buku sesuai konteks permintaan Megawati sekaligus menunjukkan letak bukunya. Detail dengan posisi rak dan baris ke berapa buku itu berada. Megawati yang mendalami ilmu psikologi menilai Bung Karno memiliki fotografis memori yang kuat.

“Beliau menata sendiri buku-bukunya. Sampai hari ini ketika kami keluar dari Istana, Bung Karno membiarkan saja di situ buku-bukunya. Mungkin jumlahnya 20 ribu sampai 30 ribu, yang bertebaran di Istana Merdeka, Istana Negara, dan Istana Bogor. Yang saya dengar itu mulai diarsipkan,” kata Megawati.

Itu sebabnya, Presiden Kelima RI ini tak heran sang ayah pintar berbahasa sejumlah negara, di antaranya Jerman, Inggris, dan Belanda. Tak heran juga, Bung Karno bisa menggagas Konferensi Asia-Afrika. Seharusnya, pemuda bangsa harus belajar dari pikiran dan tindakan Bung Karno itu.

Bung Karno sebagai pengoleksi sekaligus kutu buku juga pernah disaksikan oleh K.H. Saifuddin Zuhri. Saifuddin yang merupakan menteri agama era Bung Karno melihat kamar sang Proklamator RI itu sangat berantakan dengan buku.

“Kamarnya besar sekali dan peninggalan Belanda. Ada tempat tidur dan sebelahnya adalah buku. Beliau akan tahu kalau ada yang ambil bukunya. Bahkan pindah sedikit akan ditanyakan. Karena ada tatanya, dinomori sesuai ingatan dia. Di toilet, ada rak kecil dua tingkat yang kami tahu sebagai tempat bacaannya. Yang di atas jangan sedikit pun bergeser. Yang di bawah adalah yang akan dibaca,” kata Megawati lagi.

Menurut Megawati, pemuda Indonesia wajib membaca buku-buku yang ditulis oleh Bung Karno. Seperti buku Indonesia Menggugat, yang di dalamnya hasil pemikiran Bung Karno dengan kondisi bangsa saat itu terhadap kolonialisme.

“Bagi saya, membaca buku Bung Karno, selain membuka jendela dunia, juga mengekstraksi pikiran-pikiran dari banyak tokoh-tokoh dunia yang dikenal beliau dari buku-bukunya,” jelas Megawati.

Megawati juga meminta agar Mendikbud Nadiem Makarim memberi kesempatan lebih besar kepada anak-anak muda Indonesia untuk berkarya serta meraih prestasi tinggi. Pembangunan Gelora Bung Karno (GBK) dan Gedung DPR di Senayan oleh anak bangsa sendiri adalah bukti orang Indonesia kapabel dan berkualitas.

“Saya bilang ke Pak Nadiem kasih kesempatan ke anak muda kita. Saya sering heran, apa-apa saja konsultannya orang asing. Apa kita tak punya orang sendiri ya? Bung Karno bikin GBK itu, sampai sekarang masih terpakai,” kata Megawati.

Megawati lalu bercerita tentang stadion Gelora Bung Karno (GBK) dan Gedung DPR yang menggunakan teknologi baru. Waktu dibangun, Presiden RI Pertama Soekarno mengumpulkan 600 ahli. Saat itu, mereka mau mundur karena merasa tidak sanggup.

“Bung Karno lalu memanggil mereka. Bung Karno bilang, hei anak muda, saya sejak muda dan akhirnya bisa memproklamasikan kemerdekaan dan membentuk NKRI, kalian baru bikin gedung begitu saja mundur. Terus akhirnya lanjut dan berhasil juga. Jadi yang diperlukan adalah ruang dan kesempatan bagi akademisi kita. Anak-anak kita sangat pintar loh Pak Nadiem,” kata Megawati.

Anak Desa
Megawati melanjutkan dirinya pernah datang dan hadir untuk menyemangati anak-anak Indonesia peserta olimpiade matematika. Dia mengingatkan Nadiem, bahwa di desa-desa, banyak sekali anak pintar dan berpotensi, tapi tak bisa bersekolah. Megawati membuktikan sendiri karena menjadi orang tua asuh bagi anak-anak pintar dari pedesaan.

“Banyak anak Indonesia yang pintar. Di Papua, Maluku, di mana-mana ada. Tapi tak bisa sekolah. Lalu mau diapakan? Makanya waktu itu saya katakan jangan manjakan generasi milenial. Anak-anak itu harus memiliki fighting spirit, dijadikan dia the best. Akan bangga banget ya kita sebagai orang tua. Cucu saya, saya dorong jadi the best dan number one. Ibu-ibu harus mendorong anaknya,” kata Ketua Umum PDI Perjuangan itu.

Megawati kembali bercerita, suatu waktu sebagai ketua umum partai, dirinya berkunjung ke sebuah desa di kaki Gunung Salak. Lalu pertemuan dilakukan di sebuah gedung sekolah negeri. Dia pun bertemu dengan anak-anak kecil. Ketika Megawati bercerita dan bertanya, ada seorang anak yang selalu menjawab dengan tepat. Berkali-kali demikian. Hingga Megawati meminta sang anak tak menjawab dan memberi kesempatan buat temannya yang lain.

“Tapi temannya yang lain tak ada yang bisa menjawab. Hanya dia yang bisa menjawab. Diam-diam saya minta dipanggilkan orang tuanya. Orang tuanya kena culture shock waktu saya bilang saya akan ambil anakmu. Maksudnya saya akan asuh. Anak ini sekarang sudah jadi dokter. Adiknya Insinyur IPB. IP-nya 3 ke atas. Sangat cerdas. Saya suruh les Inggris, bisa. Komputer, bisa,” urai Megawati.

Megawati sekalian menyarankan agar para orang tua lain di Indonesia, yang punya kemampuan, juga bersedia membantu dengan cara demikian. Namun dia ingatkan agar turun langsung ke lapangan untuk mencari anak berbakat namun tak memiliki fasilitas.

“Saya minta maaf kepada bapak ibu, saya bukan mengajari. Saya cuma melimpahkan pemikiran saya demi indonesia tercinta ini,” kata Megawati. [CHA]