Koran Sulindo — Hingga hari ini, Minggu (19/7) total korban jiwa atas peristiwa banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan mencapai 36 orang. Sementara 40 orang lainnya masih dinyatakan hilang.
“Sebagian telah ditemukan dalam keadaan selamat dan 58 orang luka-luka,” Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Raditya Jati dalam siaranya yang diterima, Minggu (19/7).
Jati merinci dari 36 korban jiwa tersebut sebanyak 12 orang dari Kecamatan Masamba dan 24 orang dari Kecamatan Baebunta. Kemudian, terdapat juga kelompok rentan yang terdampak bencana tersebut.
“Sebanyak 2.530 jiwa lansia, 870 balita dan 124 di antaranya masih bayi serta 137 ibu hamil,” kata Jati.
Berdasarkan data yang dimiliki BNPB, lanjut Jati, ada sebanyak 15.994 jiwa terdampak banjir bandang yang terjadi pada 13 Juli 2020 itu. Dan sekitar 4.202 rumah warga rusak akibat peristiwa bencana alam itu.
“Sementara banjir bandang itu juga mengakibatkan 14.483 jiwa terpaksa mengungsi,” ucap Jati.
Sebelumnya, pada 13 Juli pukul 21.00 malam, banjir bandang menerjang wilayah Luwu Utara. Banjir diakibatkan tingginya curah hujan dua hari berturut-turut.
Akibat tingginya intensitas hujan, Sungai Musamba, Sungai Meli dan Sungai Rongkong meluap sehingga beberapa desa mengalami banjir dan longsor.
Sementara, kata Jati, berdasarkan peta bencana, banjir bandang di Kabupaten Luwu Utara memiliki tingkat bahaya sedang hingga tinggi, karena hampir di seluruh wilayah sempadan sungainya. Hal itu tidak terkecuali pada enam kecamatan yang terdampak.
Bila dilihat dari data dan gambar yang diambil dari udara, lanjut Jati, alih fungsi lahan turut menjadi faktor penyebab banjir bandang di Kabupaten Luwu Utara.
Terlebih, lanjut Jati, pada 9 April 2017 belum ada galian di lokasi tersebut. Namun, 30 Oktober 2018 muncul galian seluas sekitar 60 hektare. Hal itu, kata Jati, sesuai dengan gambar yang diambil oleh pihaknya.
Pada 30 Agustus 2019 saja, kata Jati, BNPB menemukan masih ada galian tersebut. BNPB kembali melakukan foto udara pada 14 Oktober 2019 dan galian itu sudah ditutupi oleh vegetasi. Tapi, muncul lagi galian baru di sekitar kawasan tersebut kurang lebih 26 hektare.
Berdasarkan hasil tinjauan Kepala BNPB Monardo menemukan tiga hal penting terkait penyebab banjir bandang, yang terjadi di wilayah tersebut.
Pertama, kata Jati, curah hujan yang cukup tinggi, kedua peralihan fungsi lahan dan ketiga ialah memang ada patahan sehingga mengakibatkan kondisi formasi di kawasan hulu lemah memudahkan terjadinya longsor. [WIS]