Koran Sulindo – Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) kembali menegaskan komitmennya untuk memberantas praktik-praktik pungutan liar atau pungli.
Sekretaris 1 Kemenko Polhukam Letjen TNI Agus Surya Bakti menyebut keseriusan ditunjukan dengan konsen dan keseriusan Menko Polhukam Wiranto menggandeng semua pemangku kepentingan mulai dari mulai kepolisian, TNI, Kementerian, Lembaga dan masyarakat.
“Memang bukan hal mudah karena kita harus melakukan evaluasi di antaranya adalah sinergitas dengan semua stakeholder karena dalam memberantas ini ada kepolisian, kementerian, lembaga, TNI, dan masyarakat Indonesia. Sinergitas dengan semua harus kuat dan ada semangat,” kata Agus Surya Bakti melalui keterangan persenya, Jakarta, Selasa (11/12).
Agus menjelaskan, pelaksanaan kegiatan Satuan Tugas Pungli di masing-masing Unit Pelayanan Publik di Kementerian atau Lembaga, Provinsi, dan Kabupaten/Kota masih belum optimal. Menurut Agus, hal itu disebabkan antara lain karena turunnya dukungan anggaran yang pada tahun 2017 dikucurkan sebanyak Rp 30.572.334.000 berkurang jauh menjadi Rp 9.700.483.000 untuk tahun 2018.
“Penurunan anggaran ini disertai dengan adanya penurunan jumlah personel dari Satgas Saber Pugli, dimana pada tahun 2016 ada sebanyak 228 anggota, dan tahun 2017 sebanyak 247 anggota, sedangkan untuk tahun 2018 sebanyak 99 anggota,” kata Agus.
Untuk unit pemberantasan pungli di Kementerian/Lembaga, dari 84 K/L yang baru terbentuk hanya 41 UPP. Ketiga, untuk UPP di daerah, terbatasnya dukungan anggaran yang ada pada Pemerintah Daerah berimplikasi pada minimnya anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah untuk kegiatan Saber Pungli. Bahkan, di Provinsi Riau dan Papua, Pemda-nya belum mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan Saber Pungli.
“Selain itu masih terdapat UPP yang belum aktif dalam melakukan kegiatan Satgas, baik sosialisasi maupun operasi tangkap tangan,” kata dia.
Selain itu tumpang tindih tugas dan personel pada kegiatan saber pungli dan kegiatan rutin di instansi masing-masing, sehingga tidak dapat menjalankan tugas pada Satgas Saber Pungli atau UPP secara optimal.
Selain adanya anggapan bahwa Satgas Saber Pungli menjadi domain polisi membuat instansi lain kurang proaktif dalam kegiatan Satgas Saber Pungli.
Menurut Agus, personel UPP Kementerian/Lembaga dan Daerah tidak mau atau segan untuk melakukan tindakan atau operasi tangkap tangan terhadap aparat yang melakukan pungli di satuan kerjanya. Semua kegiatan dan hasil operasi Satgas Saber Pungli kurang diketahui oleh masyarakat karena kurang tak terekspose media.
“Terkait penegakan hukum, ditemukan kendala dalam penentuan jenis pidana yang dikenakan, apakah tindakan pidana umum atau tindak pidana korupsi. Apabila suatu kasus pungli dikenakan pasal tindak pidana korupsi, seringkali barang bukti yang diamankan besarannya tidak sebanding dengan biaya penanganan perkara yang dilaksanakan di Provinsi,” kata Agus.
Selain itu, menurut Agus, penyidik dan jaksa memiliki keterbatasan anggaran dalam melaksanakan penegakan hukum tindak pidana korupsi yang hanya menangani 1 atau 2 perkara per tahun.
Lebih jauh Agus menambahkan terdapat kecenderungan resistensi aparatur pemerintah di kesatuan masing-masing terhadap Satgas Saber Pungli ketika melaksanakan tugasnya khususnya ketika melaksanakan operasi tangkap tangan.
“ehubungan dengan adanya kendala-kendala dalam pelaksanaan kegiatan Satgas Saber Pungli, mari kita sikapi dengan bijak agar pelaksanaan tugas bisa sesuai harapan,” kata Agus.
Menurutnya, Menko Polhukam selaku penanggung jawab akan mengomunikasikan dengan semua stakeholderagar kendala-kendala yang ditemui baik di tingkat pusat maupun daerah dapat diminimalisir dan dihilangkan sekaligus Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 bisa diimplementasikan dengan baik dan benar.
Sementara itu, Sekretaris Satgas Saber Pungli Irjen Pol Widiyanto Poesoko mengakui bahwa saat ini Satgas Saber Pungli mengalami banyak kendala, seperti anggaran dan personil. Namun, Satgas tetap berupaya untuk tetap menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.
“Untuk tahun 2018, jumlah laporan yang diterima sudah 2 ribu sekian. Namun demikian sekarang pelaku pungli sudah tidak berani lagi, sudah jera, karena begitu tertangkap mereka langsung dihukum, dan ini mudah-mudah ke depan sudah berkurang,” kata Widiyanto.
Widiyanto menambahkan sejak dirinya diangkat menjadi Sekretaris Satgas, tim membuat laporan responsif. Sehingga setiap laporan dari masyarakat langsung ditindaklanjuti. Laporan yang paling banyak dilaporkan itu di sektor pelayanan publik yang ada di Kementerian Dalam Negeri, mulai membuat KTP, perijinan IMB, itu banyak. Kedua di ATR/BPN tentang permasalahan tanah, dan ketiga baru di instansi lain, ujarnya.
Widiyanto juga menyampaikan mengenai sinergitas antar K/L baik di Pusat maupun daerah. Dikatakan, untuk daerah saat ini sudah ada sekitar 540 UPP sehingga jika di ada target operasi di daerah maka mereka bisa berkoordinasi dengan pusat untuk melakukan operasi.
“Untuk anggota Polri dan TNI yang terlibat, kami sudah ada SOP-nya. Misalnya saja dalam pembuatan SIM, SKCK, dan sebagainya, kami sudah bersinergi dengan Biro Paminal dan dengan Propam. Kami juga bersinergi dengan Puspam TNI,” kata Widiyanto.
Sebelumnya, Satgas Saber Pungli menggelar Rakernas yang dihadiri oleh lebih dari 100 anggota Satgas dari semua UPP Provinsi, Senin (10/12) kemarin. Hadir juga dalam acara itu pejabat eselon I dari Kemenko Polhukam serta perwakilan dari kementerian dan lembaga terkait. [CHA/TGU]