Koran Sulindo – Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin Ahmad Basarah menjamin dirinya bakal mengikuti proses hukum terkait laporan ke Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya.
Ia dilaporkan atas dugaan tindak pidana penghinaan dan penyebaran berita bohong karena menyebut mantan Presiden Soeharto sebagai guru dari korupsi di Indonesia.
Basarah menjamin dirinya tak bakalan lepas dari tanggung jawab untuk memberikan politik kepada masyarakat dengan cara menyampaikan informasi yang benar dan seimbang.
Ia menyebut pernyataan terkait Soeharto sebagai guru korupsi merupakan respons dari capres nomor urut 02 Prabowo Subianto yang menyebut korupsi di Indonesia layaknya kanker stadium 4.
“Saya menghormati hak hukum setiap warga negara untuk melaporkan saya ke Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya atas pernyataan politik yang saya sampaikan dalam kapasitas sebagai Juru Bicara TKN Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Wakil Sekjen PDI Perjuangan,” kata Basarah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/12).
“Sebagai warga negara saya akan hadapi dan ikuti proses hukum tersebut sesuai hukum yang berlaku,” kata dia.
Lebih lanjut Basarah mengkrit pernyataan Prabowo yang meski menyebut korupsi di Indonesia sangat parah, di sisi lain koalisi parpolnya justru berkampanye menghidupkan kembali nilai-nilai Orde Baru.
Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di era Soeharto dengan segala dampak sistemiknya, menurut Basarah harus ditinggalkan.
“Kesalahan dan kekeliruannya jangan dibenar-benarkan apalagi akan dilanjutkan, agar kita dapat memetik hikmahnya dan generasi-generasi muda bangsa kita berikutnya dapat hidup lebih lebih baik lagi dan bermartabat,” kata Basarah.
Basarah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh pelapor bernama Anhar dengan Laporan Polisi (LP) LP/B/1571/XII/2018/BARESKRIM tertanggal 3 Desember 2018.
Anhar menganggap peryataan yang dilontarkan Basarah sangat keji atas dasar tak satu pun putusan pengadilan berkekuatan tetap yang menyebut Soeharto bersalah pada kasus tindak pidana korupsi.
“Kami betul-betul sangat terpukul dan sangat dirugikan mengingat Soeharto bagi kami adalah tokoh bangsa, adalah guru bangsa, adalah bapak pembangunan,” kata dia usai membuat laporan di Bareskrim, Senin (3/12).
Anhar melaporkan Basarah mengatasnamakan Forum Advokat Penegak Keadilan dan Soehartonesia.
Kuasa hukum Anhar, Djamaluddin Koedoeboen menyatakan kliennya membawa beberapa barang bukti sebagai penguat aporan mereka termasuk di antaranya salinan pernyataan yang diberitakan di beberapa media siber nasional.
“Barang bukti ucapan beliau melalui media yang memang itu kami bawa photocopy-nya dan diserahkan ke Bareskrim, photo copy dari kliping-klipingnya, sosmed,” kata Djamaluddin.
Peryataan Basarah, menurut Djamaluddin, masuk ke dalam kategori penghinaan terhadap Soeharto.
“Dia enggak membuktikan, ada enggak buktinya? Jangan-jangan muridnya, kalau pun ada ya orang-orang dia juga. Tapi saya yakin enggak ada,” kata dia.
Lebih lanjut Djamaluddin jutru menduga Basarah mempunyai motif tersembunyi dengan ucapannya karena selain menjadi wakil rakyat, Basarah juga merupakan angggota tim sukses salah satu kandidat Capres.
“Beliau notabenenya salah satu jurkam calon tertentu. Nah kita menduga ada motif apa di balik itu. tapi yang pasti karena kita negara hukum, kita masyarakat tahu hak hukum kita dijamin negara, ya kita melakukan langkah hukum ini,” kata Djamaluddin.
Sebelumnya Basarah menilai maraknya korupsi di Indonesia dimulai sejak era Presiden Soeharto. Ia kemudian menyebut Soeharto sebagai guru dari korupsi di Indonesia.
“Jadi, guru dari korupsi di Indonesia sesuai TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 itu mantan Presiden Soeharto dan itu adalah mantan mertuanya Pak Prabowo,” kata Basarah Rabu (28/11).
Seperti diketahui TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Peyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme merupakan satu-satunya ketetapan MPR yang unik karena secara khusus menyebut nama Soeharto. Tap MPR bersifat konkrit individual dan satu-satunya satu-satunya TAP MPR yang menyebut nama orang.
Nama Soeharto disebut secara khusus pada Pasal 4 Tap MPR dengan redaksional berupa “Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia.”[TGU]