Jet tempur Saudi lebih banyak menghancurkan sasaran sipil dibanding target militer.

Koran Sulindo – Jet tempur Saudi dan sekutunya Uni Emirat Arab membombardir wilayah Hodeidah di Yaman, sehari setelah pemberontak Houthi menyerang bandara internasional Abu Dhabi menggunakan pesawat tak berawak.

Saudi dan sekutunya bernafsu merebut Hodeidah, kota dengan pelabuhan strategis yang selama ini menjadi pintu masuk bagi sebagian besar bantuan makanan di negara miskin itu.

TV al-Masirah yang dikelola pemberontak dalam serangkaian tweet-nya, Jumat (27/7) menyebut serangan itu menargetkan stasiun radio di dalam kota dan sarana pelabuhan.

Serangan Saudi dan UEA itu hanya berselang sehari setelah pemberontak  Houthi mengaku bertanggung jawab atas serangan pesawat tak berawak  yang menargetkan salah satu bandara utama di UEA.

Mengutip Jenderal Abdullah al-Jafri, seorang juru bicara pemberontak al-Masirah menyebut serangan itu menggunakan pesawat tak berawak Sammad-3 yang terbang sejauh 1.500 sebelum mencapai bandara Abu Dhabi.

Perang Arab Saudi melawan Yaman yang merupakan salah satu negara termiskin di dunia sejauh ini telah menjadi penyebab hampir satu juta orang tewas dan terluka, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.

Perang Arab Saudi melawan Yaman digambarkan sebagai perang yang disengaja menargetkan perempuan dan anak-anak.

Akhir bulan lalu sebuah kampanye pemboman koalisi Saudi menargetkan sebuah lingkungan perumahan di Amran di Yaman utara, menewaskan 15 warga sipil dan melukai 9 orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.

Delapan dari mereka yang tewas milik adalah satu keluarga bernama Ali Ahmed dengan lima dari mereka adalah anak-anak berusia 10 bulan, 3 tahun, 7 tahun, 10 tahun dan 15 tahun.Mereka yang terluka dibawa ke Rumah Sakit Umum Amran setempat.

Serangan itu juga menargetkan kantor pos, kantor polisi, dan pusat telekomunikasi sekaligus meratakannya menjadi puing-puing.

Waktu itu meskipun berkali-kali terjadi pengeboman di lingkungan yang jelas merupakan daerah sipil koalisi Saudi yang didukung AS terus menghujani bom-bom di gedung departemen keamanan di dekatnya.

Saudi mengklaim pihaknya menargetkan sebuah situs militer Yaman yang diklaimnya sebagai Pusat Informasi Departemen Pertahanan yang dikelola pemberontak Houthi.

Namun dalih itu ditolak penduduk setempat.

Mereka mengatakan serangan-serangan Saudi merupakan bagian dari kampanye yang lebih luas terhadap warga sipil oleh Arab Saudi dan AS untuk menghancurkan moral orang-orang Yaman.

Pada tahun 2017, PBB memasukkan Saudi dan koalisinya dalam daftar hitam atas pembunuhan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil, yang menargetkan wanita dan anak-anak.

Mestinya peringatan PBB itu menghasilkan sanksi atau larangan negara-negara lain menjual senjata atau memberikan bantuan militer kepada Saudi. Sebaliknya, di tahun yang sama AS malah menyepakati penjualan baru persenjataan senilai US$ 110 miliar kepada Saudi.

Belakangan ketika Riyadh mengancam bakal menarik bantuan ke PBB, nama negara itu segera dihapus dari daftar.

Laporan media menunjukkan Saudi dan koalisi setidaknya telah menggelar 16.000-lebih serangan udara ke Yaman sejak 2015, namun pihak berwenang di Yaman mengklaim jumlah serangan itu lebih dekat ke angka 100.000.

Blokade

Tak hanya menggunakan persenjataan, koalisi yang dipimpin Saudi juga menggunakan blokade untuk meruntuhkan mental pemberontak.  Jutaan warga sipil di Yaman terancam mati kelaparan akibat blokade yang diberlakukan Arab Saudi di negara miskin tersebut.

Blokade brutal itu ditujukan untuk menghentikan gerilyawan Houthi melawan imperialisme Barat dan Saudi di Yaman.

Sejauh ini puluhan ribu orang Yaman dilaporkan tewas semenjak invasi Saudi ke Yaman tahun 2015 silam yang memicu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Koordinator bantuan darurat PBB Mark Lowcock dalam keterangannya akhir pekan lalu menyebut blokade itu kini telah benar-benar memutus jalur pasokan makanan dari pelabuhan di Laut Merah.

Lowcock menyebut tanpa perbaikan keadaan jumlah orang di Yaman yang terancam kelapanan bakal mencapai jumlah 8,4 juta hingga 18,4 juta pada akhir tahun ini.

Dengan populasi mencapai 28 juta jiwa, kelanjutan blokade Saudi itu bakal mengancam lebih dari separuh kehidupan populasi.

Menurut Lowcock, meningkatnya ancaman kelaparan membuat banyak Muslim di Yaman tak memiliki bahan makanan atau tak makan sama sekali saat berbuka puasa.

Meski secara terbuka mengklaim telah mencabut blokade akibat tekanan internasional, pada praktiknya Saudi tetap mencegah pasokan penting seperti makanan dan obat-obatan ke wilayah yang dikuasai gerilyawan Houthi. Padahal wilayah inilah yang menjadi daerah terpadat di seluruh Yaman.

PBB menyebut klaim pencabutan blokade oleh Saudi tak berdampak pada krisis yang tengah berlangsung. Pasokan makanan melalui jalur impor itu dianggap tetap saja tak cukup mencegah kelaparan massal di Yaman.

Di sisi lain, tanpa stok obat-obatan yang cukup beberapa wilayah di Yaman terjangkit epidemi kolera paling buruk sepanjang sejarah meskipin penyakit itu sebenarnya bisa diobati dengan obat-obatan murah.

Infrastruktur

Alih-alih berhenti memicu krisis, tepat ketika peringatan PBB itu disampaikan Saudi yang didukung AS dan Inggris justru tengah mempersiapkan serangan pada pelabuhan Hodeidah di Yaman yang dikuasai Houthi.

Awal pekan ini, juru bicara koalisi pimpinan Saudi itu mengumumkan bahwa pasukan mereka sudah berada pada jarak 20 km dari pelabuhan itu.

Semenjak awal perang, Pelabuhan Hodeidah memang menjadi target kunci tentara agresor itu.

PBB berkali-kali memperingatkan bahwa setiap serangan terhadap Pelabuhan Hodeidah bsecara drastis memperburuk krisis dan memicu bertambahnya jumlah orang di Yaman yang menghadapi kelaparan.

Laporan Reuters menyebutkan dalam beberapa hari terakhir puluhan ribu warga Yaman berusaha melarikan diri dari kota pelabuhan itu di tengah meningkatnya intensitas pertempuran.

Sejauh ini masih belum jelas kapan tepatnya koalisi Saudi itu bakal berusaha merebut kota dan apakah operasi model ini disetujui pendukung Barat, seperti AS atau Inggris yang terus memasok mereka dengan senjata dan amunisi.

Invasi Saudi ke Yaman dikenal secara luas menargetkan infrastruktur produksi dan distribusi pangan. Pada tahun pertama mereka setidaknya telah membom lebih dari 350 peternakan, pasar, dan infrastruktur pertanian lainnya.

Pada bulan Desember tahun lalu saja, Saudi menargetkan kapal-kapal nelayan dengan lebih dari 250 kapal nelayan rusak atau hancur dan menyebabkan tewasnya 152 orang.

Penargetan infrastruktur pangan oleh Saudi jelas bukan tanpa sengaja. Mereka memang mengincar infrastruktur produksi pangan untuk memaksa gerilyawan Houthi menyerah.

Terakhir, akhir bulan Mei lalu pesawat Saudi menewaskan enam orang petani ketika menjatuhkan bom di wilayah pertanian mangga di Hodeidah. Mereka yang tewas umumnya adalah petani yang tengah memanen mangga.

Sejauh ini meski memiliki keunggulan numerik dan teknologi,  koalisi pimpinan Saudi tetap saja gagal membuat kemajuan signifikan melawan milisi Houthi.

Dalam beberapa hari terakhir saja, kelompok-kelompok perlawanan di Yaman berhasil menguasai lebih dari 100 mil wilayah Saudi di perbatasan dan merampas sejumlah peralatan dan amunisi.

Kekalahan demi kekalahan itulah yang membuat Saudi menjadi gelap mata dan mengadopsi strategi ‘perang total’ melawan Houthi.(TGU)