Koran Sulindo – Komisi Pemilihan Umum bersikukuh tetap larangan mantan terpidana kasus korupsi atau mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif.

Penegasan itu disampaikan Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5).

“Sudah ada kesimpulan keputusan. Soal aturan mantan napi koruptor itu kita tetap. Iya, tetap untuk tidak membolehkan,” kata Pramono.

Pramono menjelaskan, KPU telah melakukan rapat pleno untuk menanggapi hasil rapat konsultasi antara Komisi II DPR, Pemerintah, Bawaslu, dan KPU.

Hasil rapat pleno, KPU akan menyesuaikan dua hasil rapat konsultasi, yakni terkait laporan harta kekayaan bakal caleg dan keterwakilan 30 persen perempuan.

Ia mempersilakan mereka mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA), apabila ada pihak-pihak yang keberatan atas peraturan KPU yang melarang mantan koruptor menjadi caleg. “Nanti kami hadapi dengan argumentasi,” kata Pramono.

Lebih lanjut dikatakan, gugatan ke MA tidak akan mengganggu tahapan pemilu. Pasalnya, tahapan pemilu sudah menjadi bagian dari tugas KPU sehari-hari.

“Soal pencalonan nanti kan Juli, sekarang baru Mei. Masih ada waktu satu setengah bulan untuk menyelesaikan ini. Kalau uji materi itu kan belum tentu juga dikabulkan. Karenanya, kita terus dorong upaya pemberantasan korupsi,” kata Pramono.

Sebelumnya, Komisi II DPR, pemerintah dan Bawaslu, sepakat menolak usulan KPU yang melarang mantan terpidana kasus korupsi menjadi caleg. Mereka ingin pengaturannya kembali pada Pasal 240 ayat (1) huruf (g) UU Nomor 7 Tahun 2017.

Pasal 240 mengatur tentang persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, antara lain tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

Mereka dikecualikan jika secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Rapat konsultasi juga menghasilkan dua kesimpulan yakni calon anggota DPR/DPRD wajib menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) kepada instansi berwenang.

Paling lambat tujuh hari sejak diumumkan sebagai calon terpilih dan keterwakilan minimal 30 persen perempuan pada pencalonan anggota DPR, serta DPRD provinsi, kabupaten, dan kota. [CHA/TGU]