Koran Sulindo –Ketika Singasari diserang Raja Kadiri Jayakatwang, Raden Wijaya mendapat perintah langsung oleh Kertanagara untuk menghadapinya.
Diiringi pasukan segelar sepanan, Wijaya segera berangkat ke Mameling di wilayah utara Singasari.
Sayang, meski berhasil menumpas musuh yang datang, Kertanagara dan hampir seluruh pembesar Singasari terbunuh oleh pasukan utama Kadiri yang justru datang dari selatan.
Ya, serbuan dari utara itu ternyata hanya pancingan agar ibu kota Singasari kosong.
Ketika kembali menuju istana, sejak dari perbatasan yang didapati Wijaya hanyalah sorak-sorai tentara Kadiri yang tengah bersukaria menghancurkan istana.
Mencoba menyelamatkan apa yang masih tersisa, Wijaya dan pasukan menyerbu istana untuk mengusir para penyerang. Sayang, kalah jumlah Wijaya upaya penyelamatan itu gagal total dan mudah saja mereka dipukul mundur.
Tentu saja, bagi Jayakatwang runtuhnya Pura Singasari pelunasan dendam lama ketika Raja Kadiri, Dandang Gelis nenek moyangnya tumpas oleh Ken Angrok.
Baca juga
- Kertanagara, Bertempur Sampai Titik Darah Terakhir
- Mongol, Penguasa Dunia yang Lumat di Jawa
- Kutuk Tujuh Turunan Keris Mpu Gandring
- Singasari, Antara Pararaton atau Nagarakretagama
Percuma terus ngotot bertempur melawan Kadiri, Wijaya dan pengikutnya bergerak ke utara menuju Madura meminta bantuan Banyak Wide alias Arya Wiraraja. Wijaya jelas tak tahu bahwa si Banyak Wide inilah dalang penyerbuan pura Singasari.
Dalam perjalanan menuju Madura itu Wijaya singgah di Pandak dan dijamu kelapa muda dan nasi oleh Macan Kuping, pemimpin wilayah itu.
Gadjah Pagon yang terluka di pahanya dan terlalu payah untuk melanjutkan perjalanan dirawat penduduk desa.
Wijaya tiba di Sumenep ketika Banyak Wide tengah dihadap para punggawanya yang langsung semburat bubar melihat Wijaya memasuki balai. Meski peristiwa itu mengundang tanya pengikutnya, Wijaya memilih diam dan menunggu.
Ia juga tetap diam ketika Banyak Wide kembali datang membawa kuda berpelana dan mengiringinnya menuju rumah dan disambut dengan jamuan.
Di mata Wijaya, sikap Banyak Wide yang tak berubah meski tahu Singasari jatuh ke tangan Jayakatwang itu benar-benar mengharukannya.
Baca juga
- Airlangga, Bangkit dari Reruntuhan Mahapralaya
- Kalingga, Moyang Raja-raja Jawa Kuna
- Yavadwipa, Sejak Ramayana Hingga Kronik China
Saking terharunya, Wijaya bahkan menjanjikan jika kelak kabul usahanya merebut Singasari dan menguasai Jawa, separo kekuasaan itu bakal menjadi hak Banyak Wide.
Janji itulah yang belakangan memotivasi Banyak Wide membantu Wijaya.
Membuka Hutan Tarik
Ia menyarankan sebaiknya Wijaya menyerah dan mengabdi kepada Jayakatwang sekaligus mencari tahu kekuatan sebenarnya tentara Kadiri. Banyak Wide juga menyarankan Wijaya mengajukan permohonan kepada Jayakatwang agar dibolehkan mengelola tanah tandus di Tarik.
Banyak Wide menjanjikan bakal membantu dengan mengirim orang-orangnya sebagai tenaga kerja. Menurutnya, bagi Wijaya dari Tarik ia bakal gampang merebut simpati orang-orang Tumapel untuk melawan Kadiri.
Segera setelah pertemuan itu, Banyak Wide mengirim surat kepada Jayakatwang tentang maksud penyerahan Wijaya. Permohonan itu dijawab oleh Jayakatwang dengan sukacita.
Tarik adalah sebuah tempat di Sungai Brantas dekat dengan pelabuhan Canggu yang ramai di sisi timur Kota Mojokerto sekarang. Daerah ini gampang dicapai dari Kediri.
Kepada Jayakatwang yang memang suka berburu, Wijaya mengusulkan agar wilayah Tarik dan sekitarnya dijadikan hutan perburuan. Usul itu langsung disetujui Jayakatwang tanpa ditimbang.
Mendapat lampu hijau dari Wijaya, Banyak Wide segera mengirim orang-orangnya dari Sumenep. Tak butuh waktu lama, hutan itu berhasil dibuka dengan orang-orang Madura menetap di Tarik yang kemudian hari disebut Majapahit atau Wilwatikta.
Orang-orang itu tinggal di sisi utara wilayah Tarik yang dikenal sebagai Wirasaba.
Nama Majapahit atau Wilwatikta tercetus ketika karena lapar, orang-orang Madura yang sedang bekerja itu memetik dan memakan buah maja yang memang banyak ditemui di Tarik. Buah itu segera dimuntahkan karena terasa pahit.
Buah maja juga dikenal sebagai wilwa sementara tikta berarti pahit.
Kidung Panji Wijayakrama dengan detaik mendeskripsikan keadaan Majapahit yang baru dibangun itu. Kota dibangun menghadap sungai besar yang mengalir dari barat dan bertemu dengan sungai lain yang mengalir dari selatan.
Jelas yang dimaksud sungai besar itu adalah Brantas yang mengalir dari Kadiri menuju laut, sedangkan sungai yang lebih kecil mengalir dari selatan adalah Sungai Mas yang pada masa itu dikenal sebagai Kali Kencana.
Ketika akhirnya Wijaya tiba di wilayah itu yang disebut Majapahit atau Wilwatikta tak lebih dari sebuah desa berpagar bambu. Pesanggrahan tempat Wijaya tinggal juga terbuat dari bambu yang dikelilingi kolam.
Ya, Majapahit yang besar itu memang bermula dari pesangrahan sederhana dari bambu yang juga berpagar bambu pula.
Kedatangan Tartar
Sifat Wijaya yang ramah dan rendah hati menjadi kunci keberhasilannya mengambil hati orang-orang Daha dan Tumapel untuk menetap di Tarik.
Dalam Kidung Harsa Wijaya tercatat tentara Mongol membangun pertahanan di Ujung Galuh yang merupakan muara Sungai Brantas dan berlayar ke udik menuju Canggu. Kedatangan itu disambut gembira orang-orang Majapahit.
Baca juga
- Medang, Negeri Jawa Pembangun Candi
- Ratu Sima, Teladan Kejujuran dari Jawa Kuno
- Aki Tirem, Leluhur Pulau Jawa?
Atas nasihat Banyak Wide, kepada utusan Tar Tar dengan rendah Wijaya memberitahu bahwa Kertanagara, raja yang hendak dihukum pasukan itu telah wafat. Penggantinya adalah Jayakatwang di Kadiri.
Wijaya menyarankan dendam Tartar yang utusannya dilukai Kertanagara sudah selayaknya dilampiaskan kepada Jayakatwang. Wijaya juga menawarkan bantuan pasukan Majapahit dan Madura kepada tentara ekspedisi itu. Kadiri diserbu dari tiga jurusan oleh pasukan gabungan itu.
Di Kadiri, mendengar pemberontakan Majapahir dan pendaratan tentara Tartar mendarat di Tuban yang merusak kota, Jayakatwang segera menyiapkan tentara menghadapi serbuan itu.
Tentu saja, Kadiri bukan tandingan 20.000-30.000 tentara Tartar, belum lagi kekuatan tambahan dari Majapahit dan Madura. Kadiri tumpas, sementara Jayakatwan dan keluarganya ditawan.(TGU)