Koran Sulindo – Ketua DPR Bambang Soesatyo memastikan bahwa revisi Rancangan Undang-undang AntiTerorisme akan selesai pekan depan.
Menurutnya, informasi simpang siur yang menjadi perdebatan tak perlu lagi mengecohkan publik.
Politikus Golkar ini berharap dalam proses pembahasan RUU tak ada lagi perdebatan tajam karena tinggal melakukan harmonisasi frasa-frasa saja.
“Kalau Senin atau Selasa kita mulai pembahasan, Insya Allah kita bisa selesaikan,” kata Bambang usai rapat paripurna pembukaan masa sidang DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/5).
DPR maupun pemerintah, katanya, tak bisa menunda-nunda pembahasan RUU Anti Terorisme.
“Hanya Tuhan yang tahu alot enggaknya. Tapi gini, yang pasti kami tidak bisa mundur lagi. DPR dan Pemerintah sudan berjanji kepada publik bahwa kami akan selesaikan RUU itu,” kata Bambang.
Ia menyebut ada mekanisme di mana terjadi kebuntuan hingga akhirnya dipilih mekanisme lain yakni voting. “Jadi, bisa langkah-langkah tersebut kita lakukan,” kata Bambang.
Lebih lanjut ia mengaku prihatin kepada pemerintah yang membuat kambing hitam terjadinya tindak terorisme di Indonesia belakangan ini pada pembahasan revisi UU Terorsime.
Menurutnya dalam penyusunan undang-undang, dalam hal Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme harus dibahas bersama-sama dengan pemerintah. Sedangkan untuk pengesahannya hal itu tergantung dinamika pemerintah.
Sementara itu, Anggota Pansus RUU AntiTerorisme Arsul Sani, menyatakan bahwa pembahasan regulasi tersebut harus selesai pada masa sidang ini.
“Kalau saya melihat, tidak ada alasan untuk kemudian tidak selesai di masa sidang ini,” kata Arsul.
Menurutnya, proses pembahasan RUU saat ini progresnya sudah mencapai 99,5 persen. Sisanya, 0,5 persen itu hanya memilih dua opsi yakni A atau B saja.
Ia menambahkan partai-partai oposisi seperti Gerindra, PKS dan Demokrat akan sepakat untuk menyelesaikan pembahasan RUU Anti Terorisme. “Kami yakin teman-teman juga tidak akan kemudian katakanlah berbeda dengan kami,” kata Arsul.
Lebih lanjut ia mengakui ada perbedaan pendapat, namun perbedaan-perbedaan itu bukan hal subtansial.
Menurutnya, dalam pembahasan RUU Anti Terorisme tentu terdapat penyempurnaan rumusan namun intinya ‘hanya’ frasa-frasa seperti motif politik atau ideologi.
Frasa-frasa itu juga mencakup ancaman keamanan negara, itu masuk di batang tubuh atau cukup ada di dalam penjelasan.
Sejauh ini, Revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tak cuma menuai tarik menarik antara pemerintah dan DPR.
Proses revisi yang sudah berjalan sejak 2016 ini juga menjadi sorotan koalisi masyarakat sipil yang peduli akan HAM. (CHA/TGU).