Ilustrasi/rte.ie

Koran Sulindo – Bisnis media massa saat ini masih mencari bentuk terbaiknya.

“Belum ada pakem secara umum untuk bisnis media, semua masih mencari bentuknya,” kata Direktur Utama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Meidyatama Suryodiningrat, dalam forum diskusi “BUMN Marketeers Club” di Ruang Adhiyana, Wisma Antara, Jakarta, Jumat (23/2/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Pada era keterbukaan informasi yang beriringan dengan berkembangnya teknologi saat ini, industri media masih dibutuhkan, hanya bentuknya sudah bertransformasi.

Jika dihitung secara matematis, rata-rata bisnis media pada saat ini paling tinggi pendapatan iklannya hanyalah sebesar 60 persen, sedangkan 40 persen pemasukan lainnya dari sirkulasi pelanggan, misalkan media cetak.

Pola itu berbeda-beda pada tiap media, karena besar kemungkinan presentase akan berubah sesuai ciri khas media masing-masing.

“Namun satu hal yang pasti adalah inovasi marketing harus diutamakan dalam menghadapi zaman. Kita sedang menghadapi zaman di mana perubahan bisa terjadi begitu cepat, bahkan ketika era itu masih terjadi, perubahan lainnya sudah menunggu, apalagi platform media,” katanya.

Bisnis media hari-hari ini harus mampu bersinergi dengan bentuk bisnis lainnya, sehingga tidak hanya mengandalkan pemasukan dari iklan atau berjualan konten berita. Selain itu, diversifikasi bisnis, konvergensi, dan integrasi  media adalah hal yang tak terelakkan.

“Konvergensi adalah hal yang tidak bisa dihindari, sedangkan integrasi layanan adalah bentuk inovasi yang dilakukan, dengan begitu saya yakin media tidak akan mati atau kalah oleh zaman,” kata Meidyatama.

Survei

Survei Nielsen terbaru menyebutkan  belanja iklan sepanjang 2017 mencapai Rp145 triliun, naik 8 persen dari realisasi belanja iklan 2016. Dari total belanja iklan itu, sekitar 80 persen atau sebesar Rp116 triliun dibelanjakan ke media televisi.

Sementara belanja iklan untuk media televisi tumbuh 12 persen dibandingkan dengan realisasi 2016 sebesar Rp103,79 triliun. Berbanding terbalik, porsi belanja iklan untuk media cetak pada 2017 yang menurun, seiring dengan berkurangnya media cetak yang beroperasi.

Nielsen memonitor 15 stasiun TV nasional, 99 surat kabar, dan 120 majalah dan tabloid. Adapun, angka belanja iklan itu didasari pada gross rate card, tanpa menghitung diskon, bonus, promo, harga paket dan lainnya.

Terbanyak se-Dunia

Sebelumnya, dalam acara Hari Peringatan Pers pada 8 Februari lalu, Dewan Pers menyatakan Indonesia memiliki  47 ribu media, baik cetak, radio, televisi, dan media online. Jumlah ini terbesar se-dunia. Indonesia memiliki media masa paling banyak di dunia.

“Dari jumlah itu 2.000 adalah media cetak, 674 radio, 523 televisi termasuk lokal, dan lebihnya media daring,” kata Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, seperti dikutip antaranews.com.

Namun dari jumlah itu, sebagian besar adalah media asal-asalan yang tidak memenuhi syarat sebagai media tetapi tetap eksis karena dibantu dana pemerintah daerah dalam bentuk APBD. Selain itu wartawannya tidak semua memiliki kompetensi karena tidak memiliki pengetahuan jurnalistik, tidak pula pernah mengikuti pelatihan jurnalistik.

Hingga saat ini baru terdaftar sekitar 14 ribu orang wartawan yang memiliki kompetensi. [DAS]