Koran Sulindo – Ratusan orang berkumpul di depan Markas Kepolisian Resor Sampang, Madura, Jawa Timur, 8 Februari 2018 lalu. Pakaian mereka bersih. Hari masih pagi.

Mereka lalu melaksanakan solat gaib bagi almarhum Ahmad Budi Cahyono, yang wafat setelah dianiaya murid, 1 Februari 2018. Budi Cahyono adalah guru kesenian di SMA N 1 Torjun, Sampang. Ia dipukuli muridnya karena menegur dan mencolekkan sedikit cat lukis ke pipi si murid, yang mengganggu murid-murid lain yang sedang mengikuti pelajaran melukis.

Perawakan guru honorer itu kurus. Ia juga masih terbilang muda, baru 27 tahun. Ketika Budi Cahyono wafat, istrinya sedang hamil 5 bulan.

Setelah dipukuli, Guru Budi dan sang murid sempat dibawa ke ruang guru untuk menjelaskan duduk perkaranya. Tak tampak ada luka di tubuh Budi. Akhirnya, kepala sekolah mempersilakan Budi untuk pulang terlebih dulu.

Setelah sampai di rumah, Budi mengeluhkan sakit di bagian lehernya kepada sang istri. Ia pun kemudian beristirahat. Tak lama kemudian tiba-tiba ia mengerang kesakita dan tidak sadarkan diri. Budi pun dilarikan ke  rumah sakit dan megembuskan napas terakhirnya di RSUD Dr. Soetomo-Surabaya, karena lehernya patah dan pembuluh darah di otaknya pecah.

Ribuan orang mengantar Budi ke tempat peristirahatan terakhirnya. Ratusan orang yang berkumpul di Markas Kepolisian Resor Sampang dan solat gaib itu merupakan bagian dari aksi simpati dan solidaritas terhadap Budi.

“Kami hanya men-support kinerja aparat hukum dan meminta perkara ini dituntaskan tanpa terpengaruh dan intervensi dari mana pun, termasuk statement Bupati Sampang beberapa waktu lalu yang meminta pelaku agar direhabilitasi,” kata Koordinator Aksi Mohammad Salim, seperti dikutip mediamadura.com.

Murid yang telah menjadi tersangka itu adalah anak seorang kepala pasar atau biasa dikenal sebagai kepala kuli. Umumnya, kepala kuli di negeri ini adalah seorang jawara. Mungkin karena itu, sang murid dikenal sebagai sosok remaja yang sok joga oleh banyak kawannya dan banyak guru juga yang tampaknya enggan memberi teguran kalau dia berbuat ulah.

Jadi, apa yang disuarakan Salim itu bukan tanpa dasar. Ada kemungkinan aparat hukum “masuk angin” dan kasus kejahatan ini bisa menguap tak berbekas, apalagi tokoh sekelas bupati telah mengeluarkan pernyataan seperti yang dikatakan Salim tersebut.