Koran Sulindo – Dinding Stadion Kridosono Yogyakarta sudah lama menjadi kanvas raksasa. Kadangkala lukisan di dinding putih itu berkualitas teknis bagus, namun seringkali biasa-biasa saja.
Pada April 2014 lalu Pemkot Yogyakarta, misalnya, membuat 3 mural besar di sana dengan tema anti korupsi. Kualitasnya? Seadanya.
Namun pada 2011 Sanggar Bambu membuat proyek mural pada sejumlah tembok kota itu, salah satunya di bawah jembatan Kewek, Kotabaru, memperingati penyair Chairil Anwar. Kualitas teknis mural mereka sungguh yahud.
Akhir pekan kemarin ratusan orang berkumpul lagi di situ. Sisi luar sebelah timur stadion itu dalam aksi Ngabuburit Mural Pancasila. Total ada 50 perupa, dari rencana 100 orang, yang terlibat dalam acara “pendidikan mural Pancasila” itu
Penggagas acara itu, Gerakan Rakyat Pancasila, menginginkan gerakan sosial itu untuk untuk mengimplementasikan wujud penanaman Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
“Kami mencoba mewujudkan Pancasila dan Kebhinekaan bangsa melalui seni di tembok Stadion Kridosono yang berada di pusat kota Yogyakarta dan hampir selalu dilihat masyarakat,” kata Widihasto Wasana Putra, Ketua Gerak, dalam rilis media, pekan lalu.
Acara ini dikuratori Kuss Indarto, sedangkan tim artistik terdiri atas Samuel Indratma, Ugo Untoro, Yoyock Suyro, dan Erwin Duta Rastaman. Komunitas seperti Gamelan Mben Surup dan Drummer Guyub Yk juga terlibat memeriahkan acara.
Mural adalah bentuk ekspresi seni yang diungkapkan lewat media dinding, sebuah seni jalanan sejenis graffiti. Yogya kini memang seolah dikelilingi mural. Hampir di tiap sudut kota ada lukisan di dinding itu, sehingga seperti penanda tempat.
Deretan mural sepanjang sekitar 200 meter mengelilingi stadion itu kini berisi Pancasila hasil karya, antara lain, Heri Kris dan Yustoni Volunteero.
Kontributor Koran Sulindo, Yuyuk Sugarman, sedang meliput acara ini ketika tiba-tiba terkena serangan jantung. Yuyuk meninggal dunia Sabtu (17/6) sekitar pukul 20.30 malam. [DAS]
Baca juga:Wartawan Senior Yuyuk Sugarman Berpulang