Koran Sulindo – Leiden, negeri Belanda, 25 Oktober 1908. Enambelas orang pemuda dan mahasiswa Indonesia berkumpul di sebuah rumah di Hoogewoerd 49, Leiden. Mereka berkumpul atas undangan sang tuan rumah, Soetan Casajangan Soripada. Suasana hikmat menaungi pertemuan tersebut.

Dalam pertemuan yang dipimpin oleh R.M. Soemitro itu, tuan rumah memaparkan gagasannya untuk mendirikan perkumpulan orang-orang Hindia- Belanda, termasuk pemuda dan mahasiswa, di negeri Belanda. Gagasan tersebut serta-merta diterima para hadirin yang hadir. Rapat tersebut kemudian menunjuk komisi persiapan yang beranggotakan empat orang: Soetan Casajangan, R.M. Sumitro, R.M.P. Sosrokartono (abang kandung Raden Ajeng Kartini), dan R. Hoesein Djajadiningrat. Tugas komisi ini adalah semacam panitia penyusunan anggaran dasar Perhimpunan Hindia.

Rapat kemudian berlanjut pada 15 Nopember 1908 di Restoran Oost en West di Den Haag. Dari pertemuan tersebut ditetapkan bahwa tujuan umum organisasi ini adalah untuk memajukan kesejahteraan dan persaudaraan orang Indonesia yang berada di negeri Belanda. Maka, lahirlah Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia. Soetan Casajangan pun didaulat sebagai Ketua Perhimpunan Hindia yang pertama, sedangkan R.M. Soemitro terpilih sebagai sekretaris merangkap bendahara

Sejatinya, beberapa bulan sebelumnya, gagasan membentuk sebuah perkumpulan pemuda-pemudi Indonesia di negeri Belanda sebelumnya telah disampaikan Soetan Casajangan kepada Mr. J.H. Abendanon, salah seorang tokoh penggagas dan pendukung utama Politik Etis. Gayung bersambut, gagasan tersebut mendapat dukungan dari Abendanon. Maka, digelar pertemuan di kediaman Soetan Casajangan diatas.

Di masa itu suasana di Leiden memang cukup kondusif untuk mulai membentuk sebuah perkumpulan. Universitas Leiden di awal abad 20 itu merupakan  tempat sebagian besar mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda. Universitas ini dikenal sebagai salah satu pusat pendidikan tertua di Eropa, juga kampus yang menjadi tempat kalangan pendukung Politik Etis berkumpul. Para mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas Leiden masa itu tersebar berbagai fakultas: kedokteran, hukum, dan sastra. Di samping itu, ada pula sejumlah mahasiswa yang belajar di Universitas Amsterdam (yang dikenal kerap mengeluarkan pemikiran radikal) dan Universitas Utrecht (yang didominasi kalangan konservatif).

Salah seorang mahasiswa Indonesia yang aktif dalam pergaulan kalangan intelektual dan pejabat pemerintahan di negeri Belanda di masa itu, tak lain, sosok Soetan Casajangan Soripada. Ia sudah bermukim di negeri Belanda sejak 1904, dan belajar di sekolah guru di Haarlem selama satu tahun sembilan bulan. Setelah lulus, Soetan Casayangan menjadi asisten Prof.Charles Adriaan van Ophuijsen (Guru besar tata-bahasa Melayu), di Rijksuniversiteit Leiden untuk mata kuliah Bahasa Melayu, Sejarah Indonesia, Islam, Daerah dan Penduduk Indonesia.

Dibawah pimpinan Soetan Casajangan, Perhimpunan Hindia merintis dan menata solidaritas kaum pribumi Indonesia yang tengah belajar di negeri Belanda. Kelak beberapa tahun kemudian, organisasi yang digagas Soetan Casajangan ini berubah menjadi Perhimpunan Indonesia—salah satu pelopor pergerakan kebangsaan Indonesia.