Koran Sulindo – Kepala Badan Intelejen Negara (BIN), Jenderal Budi Gunawan mengatakan serangan virus komputer global Ransomeware WannaCrypt atau disebut juga WannaCry, merupakan ancaman baru berupa proxy war atau cyber war (perang siber) yang digunakan melemahkan negara sasaran.
“Negara dan seluruh instansi terkait pengamanan informasi harus mulai mengubah paradigma sistem pengamanan informasi, dari pengamanan informasi “konvensional” seperti Firewall dan Antivirus, menjadi ke arah sistem pengamanan terintegrasi yang memiliki kemampuan deteksi serangan secara dini (intelligence system) ke seluruh komponen sistem informasi yang digunakan,” kata Budi, di Jakarta, Senin (15/5), seperti dikutip ntmcpolri.info.
BIN menyatakan perlu koordinasi dan konsolidasi antar instansi negara yang bergerak dalam bidang intelejen dan pengamanan informasi. Hal ini mutlak dilakukan untuk mempercepat proses mitigasi jika terjadi serangan secara masif.
“Sehingga jika terjadi serangan cyber pada suatu instansi, maka dengan adanya konsolidasi, koordinasi dan pertukaran cyber intelligence, instansi lain yang belum terkena serangan dapat segera menentukan mitigasi dan tindakan preventif sebelum terjadi serangan,” katanya.
BIN juga mengingatkan instansi publik strategis di Indonesia untuk meningkatkan kemampuan sistem pengamanan informasi dan teknologi.
Menurut Kementerian Informasi dan Komunikasi, Rumah Sakit Harapan Kita dan RS Dharmais terjangkit virus itu.
“Serangan ini menjadi peringatan (alert) bagi semua pihak terutama instansi publik yang strategis seperti rumah sakit yang menjadi korban serangan saat ini, untuk meningkatkan kemampuan sistem pengamanan informasi,” kata Budi.
Wannacry Versi 2
Sementara itu Ketua Tim Koordinasi dan Mitigasi Desk Ketahanan dan Keamanan Informasi Cyber Nasional Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Gildas Deograt Lumy, mendeteksi Ransomware atau Malware WannaCry Decryptor versi 2.
“Selang beberapa setelah Malware WannaCry itu menyerang, muncul Malware WannaCry versi 2. Kami mendeteksi virus itu tidak jauh berbeda dengan WannaCry versi 1,” kata Gildas, saat konferensi pers di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informasi, Jakarta Pusat, Minggu malam, seperti dikutip Antaranews.com.
Namun pemerintah menyatakan yang paling krusial masih yang versi pertama. Pemerintah menghimbau masyarakat tidak membuka sembarang dokumen yang ada di komputer maupun laptop.
“Harus dipastikan sistem patch-nya sudah diperbarui dan jangan menggunakan sistem operasi Windows yang tidak resmi alias bajakan. Dikhawatirkan virus itu asal menyerang, tidak ada target tertentu, jadi siapa saja bisa kena,” kata Gildas.
Sejak Jumat (12/5) lalu terjadi fenomena serangan siber di beberapa negara, termasuk Indonesia. Serangan siber itu bersifat masif serta menyerang sumber daya sangat penting dan bisa dikategorikan teroris siber.
Serangan bernama Ransomware itu adalah jenis malicious software atau malware yang menyerang komputer korban dengan cara mengunci komputer korban atau melakukan enkripsi semua data yang ada sehingga tidak bisa diakses kembali.
Ransomware jenis baru itu bernama WannaCry mengincar komputer berbasis Windows yang memiliki kelemahan terkait fungsi Server Message Block yang dijalankan di komputer tersebut. [DAS]