Kasus Munir Bisa Kadaluwarsa Satu Tahun Lagi

Ilustrasi (foto: freedomsiana.id)

Suluh Indonesia – 17 tahun sudah, misteri kematian Munir Said Thalib masih menjadi teka-teki. Mari buka kembali file kasusnya: Aktivis HAM Munir telah diracun dalam penerbangannya dari Jakarta ke Amsterdam pada 7 September 2004 silam.

KontraS menyimpulkan, pembunuhan Munir merupakan sebuah serangan yang dilakukan secara sistematik serta ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan yang teroganisasikan itu diyakini melibatkan beberapa pihak dari kalangan berpengaruh.

Karena belum ada titik terang penuntasan kasus tersebut, banyak kalangan seperti Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, KontraS dan Imparsial, mendorong penetapan kasus Munir sebagai pelanggaran kasus HAM berat.

Mereka menganggap, kasus yang dialami Munir merupakan bentuk pelanggaran HAM berat. Selama 17 tahun ini, kasus pembunuhan Munir hanya ditangani sebagai kasus pidana pembunuhan.

Setahun lagi kasus pembunuhan Munir akan memasuki tahun ke-18, yang artinya akan menjadi kasus kadaluwarsa. Kadaluwarsa adalah lampau waktu untuk menuntut suatu tindak pidana yang diatur pada Pasal 78 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Daluwarsa menggugurkan wewenang untuk melakukan proses hukum terhadap pelaku. Bagi kejahatan yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, terdapat rentang waktu 18 tahun untuk dituntaskan sebelum kadaluwarsa.

Jika itu terjadi, kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM itu lenyap tanpa menyisahkan hasil. Apakah kasus HAM berat otomatis akan kadaluwarsa pula? LBH Jakarta sendiri menganggap, untuk kasus Munir, ketentuan kadaluwarsa tidak berlaku.

Alasannya, itu merupakan jenis kasus pelanggaran HAM berat. Segala bentuk pelanggaran HAM berat di masa lampau tetap dapat diproses dan diadili.

Kasus pembunuhan Munir memang dapat ditangani sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Ia telah memenuhi syarat sebagai kasus pelanggaran HAM berat sebagaimana ketentuan Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000, yang mengatur elemen-elemen kejahatan terhadap kemanusiaan.

Selain itu, dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM telah ditetapkan bahwa pembunuhan merupakan salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.

Karena itu, pihak LBH Jakarta optimis kasus Munir dapat dituntaskan dengan segera dan dapat ditetapkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM untuk memastikan keberlangsungan kasus tersebut.

Bila tidak, perwujudan komitmen Indonesia terhadap penegakan HAM tidak tercapai. Kita ingin, kasus ini dapat diselesaikan dengan adil, sehingga ini akan menjadi pertanda bahwa Indonesia siap melindungi warganya memperjuangkan HAM.

Banyaknya kalangan yang meminta agar kasus ini ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat menunjukkan bahwa Indonesia tidak akan membiarkan kasus ini hilang begitu saja karena kasusnya termasuk kadaluwarsa.

Kehadiran negara untuk menyelesaikan kasus Munir secara otomatis akan memberi keadilan bagi korban dan keluarganya, dan menjadi pertanda bahwa Indonesia memiliki komitmen dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM.

Sekaligus, penuntasan kasus ini dapat menjadi penjamin bahwa kasus serupa tidak akan terulang kembali di kemudian hari. Bila tidak, tentunya kasus pembunuhan terhadap Munir akan mendatangkan teror bagi para aktivis HAM di Indonesia ke depannya. [WIS]

Baca juga