YLKI Kecam Kriminalisasi terhadap Konsumen

Koran Sulindo – Simpati kepada komedian Muhadkly MT atau Acho terus mengalir. Selain dari masyarakat sipil, dukungan itu muncul dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Apa yang dialami Acho disebut YLKI sebagai bentuk kriminalisasi terhadap konsumen. Karena itu, Tulus Abadi, Ketua YLKI mendesak kepolisian untuk menghentikan kriminalisasi tersebut.

Berdasarkan Undang Undang Perlindungan Konsumen tahun 1999, menurut Tulus, konsumen berhak menyampaikan pendapat dan keluhan. Juga termasuk lewat media sosial. Itu sebabnya, apa yang dilakukan Acho tidak dapat dikriminalkan.

“Setelah membaca isi tulisan Acho, terutama dalam sudut pandang UU Perlindungan Konsumen, tidak ada yang dilanggar,” kata Tulus seperti dikutip antaranews.com, Minggu (6/8).

Ketika Acho menuliskan kritiknya terhadap pengelola apartemen itu disebut Tulus sebagai upaya untuk mendapatkan hak-haknya. Apalagi isi kritiknya itu adalah fakta bukan cerita fiktif atau fitnah. Kritik seperti itu sudah banyak dilakukan konsumen lain termasuk laporan yang masuk ke YLKI dan dipublikasikan media.

Tindakan pengelola apartemen karena itu, kata Tulus, terlalu berlebihan, arogan dan tidak sejalan dengan perlindungan konsumen di Indonesia. Jika hal tersebut diteruskan, konsumen akan menjadi takut untuk memperjuangkan hak-haknya. “Kami mengecam segala bentuk kriminalisasi yang membungkam daya kritis konsumen,” kata Tulus.

Sebelumnya, Acho menjadi tersangka pencemaran nama baik krena menuliskan keluhan terhadap pengelola Apartemen Green Pramuka City, Jakarta Pusat di blog pribadinya pada 2015. Acho sesungguhnya mempertanyakan komitmen pengelola untuk menyediakan ruang terbuka hijau sebagaimana yang telah dijanjikan sebelumnya.

Tulisan tersebut pada dasarnya mengkritik pihak pengelola apartemen. Tak terima dikritik, PT Duta Paramindo, pengelola apartemen tersebut melaporkan Acho dengan tuduhan pencemaran nama baik. Acho menuliskan kritik tersebut pada 8 Maret 2015. Ada empat poin yang sorotan Acho terhadap pengelola apartemen.

Pertama, Acho menyoal janji pengelola apartemen yang akan memberikan sertifikat jika penghuni telah menempati apartemen selama dua tahun. Akan tetapi, janji tersebut tak kunjung terealisasi walau sebagian penghuni apartemen telah menempatinya lebih dari dua tahun.

Selain sertifikat, Acho juga mengkritik sistem parkir di apartemen tersebut. Penghuni hanya diizinkan parkir di basement dua. Jika penghuni parkir di luar lokasi yang sudah ditentukan, maka akan tetap dianggap sebagai orang umum. Padahal, penghuni apartemen telah membayar tarif parkir senilai Rp 200 ribu per bulan.

Selanjutnya, Acho juga mempermasalahkan iuran pengelolaan lingkungan (IPL). Pengelola disebut secara sepihak menaikkan IPL menjadi 14.850 per meter dari sebelumnya hanya Rp 9.500. Padahal, fasilitas yang diterima penghuni tidak sebanding dengan harga yang ditetapkan pengelola. Harga itu lalu meningkat lagi menjadi Rp 18.700 per meter pada 2016.

Terakhir, Acho menyoal masalah biaya renovasi apartemen jika menggunakan tukang dari luar. Padahal, dalam aturan hal tersebut tidak tertuang. Ia mesti merogoh kantongnya sekitar Rp 891 ribu yang disebut sebagai biaya supervisi ketika merenovasi apartemennya. Karena kritiknya itu, Acho kini menjadi pesakitan. Bahkan berkasnya dinyatakan siap disidangkan. [KRG]