Koran Sulindo – Kota suci tiga agama, Yerusalem, akan dijadikan ibu kota Israel. Rencananya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan mengumumkan soal ini secara resmi pada pekan depan. Trump memang mendukung orang-orang Israel yang meyakini seluruh Yerusalem sebagai tanah orang Israel.
Apa yang akan dilakukan Trump itu kemungkinan akan mendatangkan gejolak besar dan mengganggu proses perdamaian antara Israel dan Palestina. Tambahan pula, tindakan Israel merebut wilayah Yerusalem Timur dari Palestina pada tahun 1967 sampai sekarang masih terus dipermasalahkan. Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa menilai apa yang dilakukan Israel itu merupakan tindakan ilegal.
Menurut Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeina, resolusi konflik justru terletak pada Yerusalem Timur, yang diakui sebagai ibu kota Palestina. “Yerusalem Timur dengan tempat-tempat sucinya adalah awal dan akhir dari sekian banyak solusi dan banyak proyek yang akan menyelamatkan wilayah tersebut dari kehancuran,” katanya.
Pemerintah Palestina mengecam keras rencana Trump itu. Karena, perubahan apa pun pada status internasional Yerusalem akan berdampak bukan hanya untuk proses perdamaian Palestina-Israel, melainkan juga Dunia Islam. Bagi umat Islam, Yerusalem adalah kota suci ketiga setelah Makkah dan Madinah.
“Rencana itu akan menghancurkan sama sekali proses perdamaian yang selama ini diupayakan. Dunia akan merasakan dampaknya,” ujar Penasihat Presiden Palestina Mahmoud Habash, Sabtu (2/12), seperti diberitakan The New Arab.
Sementara itu, stasiun televisi pemerintah Suriah pada Sabtu malam-nya melaporkan, pasukan Israel meluncurkan rudal ke sebuah instalasi militer di luar ibu kota Suriah, Damaskus. Meski dua rudal berhasil dihancurkan, rudal-rudal yang lain berhasil menyebabkan kerusakan.
Menurut Menurut Observatorium Suriah yang berbasis di Inggris, serangan tersebut terjadi di dekat El-Kiswah, beberapa mil selatan Damaskus. Tingkat kerusakannya belum jelas.
Presiden Soekarno menganggap Israel adalah penjajah dan memberikan dukungan kepada bangsa Palestina untuk merdeka. Itu sebabnya, ketika Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV pada tahun 1962, Bung Karno dengan tegas menolak kehadiran kontingen Israel. Akibatnya, Komite Olimpiade Internasional (IOC) menarik diri sebagai pelindung AG IV Jakarta terpaksa harus menghadapi konsekuensi dari Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang menarik diri sebagai pelindung Asian Games IV. Malah, IOC melarang benderanya dikibarkan di Jakarta.
Bung Karno tak peduli. Bahkan, Indonesia akhirnya memutuskan keluar dari IOC. Setahun kemudian, 1963, Indonesia menyelenggarakan Games of the New Emerging Forces (Ganefo) di Jakarta, yang sukses besar dan dihadiri 48 negara.
Jauh sebelum itu, tahun 1957, ketika kesebelasan Indonesia lolos di zona Asia dan tinggal menghadapi Israel untuk ikut ke Piala Dunia, pihak Indonesia menolak untuk berlaga di Jakarta atau di Tel Aviv, ibu kota Israel. Indonesia hanya mau bertanding di tempat netral dan tanpa diperdengarkan lagu kebangsaan. Federas Sepakbola Dunia (FIFA) menolak keinginan Indonesia. Indonesia pun gagal melaju ke Piala Dunia.
Salah satu alasan Bung Karno menarik keluar Indonesia dari keanggotaan PBB pada 7 Januari 1964 juga terkait dengan Israel. “Dengan menguntungkan Israel dan merugikan negara Arab, PBB nyata-nyata menguntungkan imperialisme dan merugikan kemerdekaan bangsa-bangsa,” ungkap Bung Karno. PBB menurut Bung Karno merupakan kepanjangan tangan Amerika Serikat dan sekutunya.
Sekarang, apa yang diungkapkan Bung Karno terbukti. Amerika Serikat mendukung penjajahan Israel atas Palestina dan PBB seolah tak punya nyali untuk bersikap lebih serius. [RAF]