Koran Sulindo – Serangan senjata kimia di Douma direkayasa oleh militan lokal yang membingkainya sebagai serangan Tentara Suriah.
Hal tersebut disampaikan secara terbuka oleh seorang koresponden TV Jerman yang melakukan perjalanan ke Douma setelah mengutip keterangan beberapa saksi.
“Orang-orang memberi tahu kami dengan cara yang sangat meyakinkan bahwa seluruh cerita ini adalah rekayasa,” kata Uli Gack seorang reporter dari penyiar ZDF Jerman.
Gack telah melakukan perjalanan ke Suriah dan mengunjungi salah satu kamp pengungsi dekat Damaskus, tempat di mana “sekitar 20.000 orang dari Ghouta Timur terutama dari Douma tinggal.”
Mengutip keterangan beberapa saksi yang ditemuinya, Gack menyebut tempat yang dianggap mengalami ‘serangan’ senjata kimia pada 7 April lalu sebenarnya merupakan sebuah pos komando sebuah kelompok militan lokal.
Ia melanjutkan, menurut penduduk setempat militant sengaja membawa tabung berisi klorin ke daerah itu dan “menunggu Angkatan Udara Suriah mengebom tempat tersebut.”
Dengan pos militer militan menjadi target utama serangan, tabung klorin yang sengaja dibawa itu meledak. Penduduk setempat juga menambahkan bahwa rekayasa itu bukan kali pertama dilakukan oleh militan.
Mengutip keterangan saksi lainnya, militan sengaja memberi gas klorin kepada warga sipil dengan dalil ‘latihan’ lantas memfilmkannya sekaligus menyajikannya sebagai ‘bukti’ serangan kimia di Douma.
Gack menambahkan meski tak bisa dapat memverifikasi pernyataan orang-orang dan tidak dapat mengatakan jika semuanya benar, namun ia menyebut keterangan mereka cukup ‘meyakinkan’ dan menambahkan bahwa mereka layak mendapatkan perhatian.
Sebelumnya, militer Rusia mengatakan bahwa mereka telah menemukan sebuah laboratorium yang dioperasikan oleh militan di Douma yang mampu menghasilkan senjata kimia.
Secara khusus mereka menemukan sebuah silinder yang diisi dengan klorin yang terlihat mirip dengan yang ditunjukkan dalam salah satu video serangan kimia yang terjadi di Douma dan diperlihatkan “sebagai bom kimia yang jatuh dari helikopter.”
Insiden senjata kimia di Douma diduga terjadi pada 7 April, seminggu kemudian AS, Inggris dan Prancis meluncurkan serangan rudal besar-besaran ke Suriah. Bahkan tanpa perlu menunggu Organisasi Pengawas Senjata Kimia (OPCW) menyelidiki terlebih dahulu.
Rusia mengecam serangan yang dipimpin AS dan menyebutnya tindakan yang secara kasar melanggar piagam PBB dan norma norma serta prinsip- prinsip dasar hukum internasional.
Di sisi lain, media barat justru memulai kampanye besar-besaran dengan menuduh Moskow dan Damaskus mencegah penyidik OPCW mengakses lokasi serangan.
Gack menolak narasi ini dengan mengatakan bahwa penundaan pekerjaan tim OPCW memang disebabkan oleh masalah keamanan.
Laporan Gack segera mendapat tanggapan sebagai ‘propaganda’ oleh beberapa rekan wartawannya di Jerman.
Seorang wartawan harian Bild yang terbit di Jerman, Bjoern Stritzel yang aktif berkomunikasi dengan teroris ISIS, menyerang Gack, dan menyebut laporannya sebagai “propaganda pro-Assad yang luar biasa di Televisi Jerman.”
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov mengatakan bahwa masih ada militan di Douma yang “meneror warga, bahkan menyerang tim perwakilan PBB pencari fakta dugaan serangan kimia di tempat itu.”(Muh/TGU)