Defisit anggaran belanja negara menyebabkan utang pemerintah terus meningkat. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang Indonesia telah menembus Rp7.014 triliun pada Februari 2022. Peningkatan itu menyebabkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) naik jadi 40,17 persen.

“Per akhir Februari 2022, posisi utang Pemerintah berada di angka Rp7.014,58 triliun dengan rasio utang Pemerintah terhadap PDB sebesar 40,17 persen,” papar Kemenkeu dalam rilis APBN KiTa, Kamis (31/3).

Adapun komposisi utang terbagi atas dua bagian besar yakni Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman. Porsi surat utang sebesar Rp6.164 triliun atau 87,88 persen dari total utang yang ada.

Kemenkeu menilai posisi utang pemerintah masih terjaga dalam batas aman dan wajar, serta terkendali. Pemerintah juga memperkirakan pemulihan ekonomi pada 2022 akan terus berlanjut, dan defisit APBN 2022 akan terus diturunkan menuju defisit di bawah 3% terhadap PDB secara bertahap.

Penambahan utang

Pada tahun ini pemerintah memproyeksikan tingkat rasio utang terhadap PDB mencapai 43,1 persen, dengan rencana penarikan utang Rp973,6 triliun sesuai rencana dalam APBN 2022.

Pemerintah merancang pembiayaan utang senilai Rp868 triliun, dengan sumber pembiayaan sekitar 80 persen — 82 persen dari dalam negeri dan 18 persen — 20 persen dari valuta asing melalui penerbitan SBN.

Adapun, Berdasarkan Perpres No. 104/2021 tentang Rincian APBN 2022, total pembayaran bunga utang pada tahun ini tercatat mencapai Rp405,8 triliun, dan belanja pemerintah pusat di angka Rp1.938,3 triliun.

Dengan demikian, rasio bunga utang terhadap total belanja pemerintah pusat pada 2022 sebesar 20,93 persen.

Pemerintah menyatakan akan terus menjaga rasio utang, terutama dengan mengedepankan pemanfaatan pembiayaan non-utang, seperti optimalisasi pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL) sebagai buffer fiskal, serta implementasi SKB III dengan Bank Indonesia (BI).

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah mengoptimalkan pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pembiayaan infrastruktur dengan mengedepankan kerja sama (partnership) berdasarkan konsep pembagian risiko yang adil.

Mengkhawatirkan

Beberapa pengamat menyebutkan angka utang Indonesia saat ini semakin mengkhawatirkan karena bisa menyedot anggaran lebih besar untuk pembayaran utang beserta bunganya.

Ekonom senior, Faisal Basri mengungkapkan bahwa aliran utang negara yang makin membengkak di era Pemerintahan Presiden Jokowi saat ini salah satunya karena pembayaran bunga utang.

“Ke mana belanja negara (dari utang) yang paling banyak? Bayar bunga! Di era Pak Jokowi, pertumbuhan pembayaran bunga pinjaman itu naik 180 persen. Tertinggi,” ucap Faisal Basri dalam acara talk show yang tayang di kanal Youtube Helmy Yahya Bicara pada 9 Februari 2022.

Faisal juga berpendapat bahwa belanja modal banyak digunakan untuk pembayaran infrastruktur. Bahkan dia memprediksi jumlah utang pemerintah ditambah BUMN akan mencapai 10 ribu triliun rupiah pada tahun ini.

Sementara pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengatakan, berdasarkan laporan Bank Indonesia tahun 2022, utang dalam negeri pemerintah Jokowi Rp. 3860 triliun. Semetara utang luar negeri Rp. 2920 triliun. Sehingga total utang pemerintah Jokowi saat ini Rp. 6700-7000 triliun.

“Ini utang pemerintah saja, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar negeri,” kata Salamuddin.

Menurut Salamuddin utang luar negeri pemerintah rawan karena dapat naik dengan cepat jika kurs bergerak ke Rp.20 ribu/USD. Jika ini terjadi maka nilai utang luar negeri pemerintah akan melompat menjadi 4 ribu triliun. Jika ditambah utang dalam negeri pemerintah maka nilainya akan mencapai Rp.8 ribu triliun.

“Dalam kebiasaan selama ini utang luar negeri pemerintah mengambil porsi di atas 51 persen. Dengan demikian sangat masuk akal jika kurs kemungkinan akan bergerak dengan cepat ke Rp20 ribu/USD,” paparnya.

Salamuddin mengungkapkan, membayar utang merupakan bagian tersulit dalam dua tahun ke depan karena butuh sumber dana untuk membayar utang. [PTM]