Koran Sulindo – Paris mulai berbenah dengan menyingkirkan mobil-mobil yang hangus terbakar di jalanan serta membersihkan coretan dari dinding-dinding monumen Arc de Triomphe.
Jendela-jendela butik mewah yang hancur juga mulai diganti kacanya menyusul meledaknya kerusuhan terburuk dalam setengah abad terakhir di ibu kota Prancis itu.
Di monumen Arc de Triomphe yang dibangun di ke-19 polisi terlihat mengawasi pekerja yang membersihkan poster dan grafiti berisi kritik dan cemooh kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron dan golongan borjuis.
Akhir pekan lalu ribuan polisi anti huru-hara dan pengunjuk rasa terlibat bentrok di jalanan yang biasa dipenuhi turis. Lebih dari 400 orang ditangkap sementara 100 orang lainnya yang terluka.
“Saya telah bekerja untuk monumen sekitar di Paris selama 20 tahun dan saya belum pernah melihat kerusakan yang parah seperti di Arc de Triomphe sekarang. Ini kerusakan yang parah,” kata seorang pejabat Balai Kota Paris yang mengawasi pembersihan seperti dikutip CNN.
Ia mengawasi timnya yang tengah melakukan pembersihan grafiti bertuliskan ‘Macron Mundur’.
Tak hanya tempelan poster atau coretan, proses pembersihan yang serampangan juga ditakutkan bakal merusak monumen bersejarah itu.
Di jantung kota Paris lainnya, di Rue Royale setengah lusin pekerja dengan hati-hati mengganti panel kaca di bagian depan toko Dior.
Arc de Triomphe menjadi salah satu dari ratusan bangunan yang menjadi sasaran kemarahan pengunjuk rasa yang menolak kenaikan harga bahan bakar. Mereka yang menyebut dirinya ‘Rompi Kuning’ mengklaim tindakan mereka sebagai ‘awal dari revolusi’.
Kepala Kepolisian Prancis menyerukan ‘keadaan darurat’ dan mendesak tentara untuk mengambil alih keamanan setelah landmark nasional seperti Arc de Triomphe diserang
Keadaan darurat diyakini bakal memberikan kekuatan lebih pada pasukan keamanan, mulai penghentian kerusuhan, hingga melakukan penggerebekan atau penangkapan perusuh yang dicurigai.
Prancis terakhir memberlakukan Keadaan Darurat pada tahun 2015, menyusul serangan teroris oleh Negara Islam dan berlangsung hingga November 2017. “Tidak ada yang tabu,” kata Menteri Dalam Negeri Christophe Castaner.
“Kami tengah mempelajari semua prosedur yang akan memungkinkan kami untuk lebih aman. Saya siap untuk melihat semuanya.”
Darurat dideklarasikan bulan November 2005 setelah kerusuhan meluas di perumahan di seluruh Perancis.
Sehari setelah aksi protes, Presiden Emmanuel Macron meninjau lokasi yang rusak parah akibat kericuhan. Tiba di lokasi ia menyaksikan mobil-mobil hangus terbakar dan bangunan-bangunan yang rusak di berbagai area di Paris.
Macron memuji kepolisian yang dianggap cepat meredakan bentrokan sekaligus mengutuk demonstran yang melakukan kekerasan.
Usai melakukan kunjungan Macron memimpin pertemuan dan dilapori lebih dari 400 penangkapan dan termasuk 130 orang yang mengalami cedera serius.
Laporan juga menyebut polisi anti huru hara Prancis, menggunakan ‘granat’ untuk menguasai jalananan Paris dan menghentikan para pengunjuk rasa.
Beberapa di antara mereka menggunakan topeng dan membawa kapak serta mengamuk di butik-butik mewah dan supermarket. Polisi menanggapi aksi itu dengan meriam air dan gas air mata.[TGU]