Koran Sulindo – Mencegah berulangnya kasus-kasus penipuan yang dilakukan biro perjalanan ke Tanah Suci, Fraksi PDI Perjuangan di DPR bakal membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Panitia Khusus.
PDI Perjuangan beranggapan kasus-kasus yang menjerat travel ‘nakal’ seperti First Travel, Abu Tours hingga Azizi dinilai sudah sangat keterlaluan.
Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka menyebut TGPF dan Pansus dibentuk untuk mempercepat pengungkapan dan pengembalian dana jamaah sekaligus mengusut kelalaian Kementerian Agama.
“Bagaimana jamaah menyisihkan tabungan dan uang pensiun mereka untuk berumrah ternyata uang itu dipakai untuk foya-foya dan belanja kebutuhan pribadi pemilik agen travel,” kata Diah Pitaloka saat rapat dengar pendapat calon jamaah umrah dengan Fraksi PDI Perjuangan, Senin (2/4).
“Ini akan jadi concern di DPR dan pemerintah, dan saya setuju membentuk TGPF karena proses pengembalian dan proses hukum justru merugikan jamaah. Usulan TGPF ini akan kami sampaikan ke presiden,” kata Diah.
Lebih lanjut ia menyebut semestinya bukan hanya pajak yang menjadi prioritas penanganan kasus travel nakal dengan mengabaikan ganti rugi pada jamaah. “Artinya, jangan sampai aset sitaan itu diprioritaskan untuk membayar utang,” kata Diah.
Sikap senada juga disampaikan Alfia Reziani, kolega Diah di Komisi VIII yang membidangi agama dan sosial. Alfia mengaku prihatin atas kasus tersebut karena menyangkut umat yang ingin menunaikan ibadah umrah.
“Ini masalah kemanusiaan jadi ada kesengajaan dari pihak travel. Kami akan sekuat tenaga untuk memperjuangkan ini dan mengomunikasikan dengan Kemenag. Kami akan membuka diri dengan jamaah umrah yang dirugikan dan kami akan terus mengawal kasus ini.”
Sementara Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan menyatakan, perlu ketegasan atas kelalaian Kemenag soal penipuan travel umrah nakal ini. Kalau perlu, kata Arteria bukan hanya TGPF, tetapi juga akan dibentuk panitia khusus travel umrah.
“Kalau pansus akan bisa lebih jelas pengungkapannya karena melibatkan banyak pihak dan banyak ahli. Saya pribadi akan usulkan dibentuknya pansus penipuan travel umrah,” kata Arteria.
Kasus penipuan dana jamaah yang dilakukan First Travel terungkap tahun 2017 silam akibat sepasang suami istri yang kerap pamer kehidupan mewah di media sosial. Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari Hasibuan pemilik PT First Anugerah Karya Wisata ditengarai melakukan penipuan dengan cara tak memberangkatkan jamaah.
Penipuan itu pertama kali terungkap ketika saat pemberangkatan pada 28 Maret 2017 silam jamaah justru diinapkan di hotel sekitar Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang yang memicu klarifikasi dan mediasi oleh Kemenang. Tetapi upaya klarifikasi tersebut diabaikan First Travel.
Belakangan, meski mediasi telah digelar, PT First Travel gagal memberikan solusi kepada para jamaah. Hingga pada 21 Juli 2017 Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memerintahkan perusahaan menghentikan penjualan paket setelah menemukan indikasi investasi ilegal dan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin.
Izin Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) milik First Travel akhirnya dicabut Kemenang karena dianggap melanggar Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU 13/2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah haji.
Kemenag juga memerintahkan perusahaan tersebut untuk mengembalikan seluruh biaya jemaah umrah yang telah mendaftar atau melimpahkan seluruh jemaah pada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) lain tanpa tambahan biaya.
Sepanjang Desember 2016 hingga Mei 2017, First Travel diperkirakan telah menarik dana dari 58.682 calon jemaah umrah. Dari setoran calon jamaah itu, First Travel mengantongi uang hingga Rp 848.700.100.000.
Dari data kepolisian, jumlah calon jemaah dalam kurun waktu tersebut berjumlah 72.682, namun First Travel baru memberangkatkan 14.000 orang jamaah. First Travel berhasil memikat puluhan ribu jamaah karena harga paket yang ditawarkan relatif lebih murah dibanding biro perjalanan lainnya. [CHA/TGU]