Ulama Besar Jakarta Berpulang ke Rahmatullah

Habib Abdurrahman semasa hidupnya sedang memberikan pengajian.

Koran SulindoInnaalillahi wa inna ilaihi rojiun. Telah berpulang ke rahmatullah Al Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ali Al Habsyi Kwitang atau yang sering disebut Habib Abdurrahman pada Senin malam (15/1) sekitar pukul 19.50 WIB di Rumah Sakit Haji Pondokgende, Jakarta Timur. Ulama besar ini wafat pada usia 76 tahun.Menurut politisi PDI Perjuangan yang merupakan menantu Habib Abdurrahman, Ahmad Basarah, ayah mertunya sebelumnya menderita komplikasi berbagau penyakit.

Sampai Selasa dini hari ini, rumah duka di kawasan Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, dipadati ribuan orang yang ingin memberi penghormatan terakhir kepada Habib Abdurrahman. Lantunan zikir nan syahdu dari [ara pelayat terdengar menggema sampai radius ratusan meter dari rumah duka.

Semasa hidupnya, Habib Abdurrahman secara formal adalah pemimpin Islamic Center Indonesia. Beliau adalah cucu Habib Ali Al-Habsyi, pendiri Majelis Ta’lim Al Habib Ali Al-Habsyi Kwitang. Majelis taklim ini digelar setiap Ahad dan selalu dihadiri ribuan orang dari berbagai penjuru Indonesia. Bahkan, ada juga yang dari luar negeri.

Pengajian tersebut diadakan di Masjid Jami Al Riyadh atau kemudian lebih dikenal sebagai Masjid Kwitang. Masjdi ini tepatnya berada di Jalan Kembang IV, Kwitang, Jakarta Pusat. Di kompleks masjid yang luas lahannya 1.000 meter persegi ini pula dimakamkan Habib Ali Al-Habsyi atau lengkapnya Habib Ali bin Abdurachman bin Abdullah Al Habsyi.

Diketahui, Habib Ali Al-Habsyi menuntut ilmu antara lain di Hadralmaut, Yaman Selatan. Beliau juga menimba ilmu kepada Mufti Betawi, yakni Habib Usman bin Yahya. Setelah itu, Habib Ali Al-Habsyi ikut mendirikan Madrasah Jamiatul Khair di bilangan Tanahabang, Jakarta Pusat. Setelah itu, belia membuka pengajian di rumahnya, di Kwitang, dan dari hari ke hari murid-muridnya semakin bertambah banyak. Sebagian besar bagian rumahnya pun kerap dijadikan majelis taklim.

Karena jumlah muridnya semakin banyak, Habib Ali Al-Habsyi pada tahun 1938 membangun surau kecil, berbentuk rumah panggung. Surau atau musola ini diberi nama Al Makmur, karena terinspirasi dengan nama Masjid Al Makmur di Tanahabang, tempat Madrasah Jamiatul Khair pertama kali berdiri. Namun, Musola Al Makmur itu kemudian terbakar.

Dengan susah-payah, Habib Ali Al-Habsyi membangun kembali tempat ibadah itu, namun bukan lagi musola, melainkan dijadikan masjid, yang bisa dipakai untuk ibadah solat Jumat. Setelah jadi, masjid itu diresmikan oleh Presiden Soekarno dan diubah namanya menjadi Masjid Khuwatul Ummah, yang artinya ‘kekuatan umat’.

Namun, nama masjid itu kemudian diubah lagi, setelah Habib Ali mendapatkan perintah dari gurunya di Hadralmaut. Masjid ini diberi nama Masjid Jami Al Riyadh, yang berarti ‘taman surga’, dan nama itu melekat sampai sekarang, meski banyak orang mengenalnya sebagai Masjid Kwitang. [PUR]