Ulama Aceh: Minim Fasilitas, Sepak Bola Perempuan Haram

Koran Sulindo – Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menolak Liga Kementerian Pemuda dan Olahraga sepak bola putri yang berlangsung di Lhokseumawe. Sepak bola untuk perempuan dinilai haram hukumnya, terutama karena fasilitasnya yang belum memadai.

Wakil Ketua MPU Aceh Teungku Faisal Ali mengatakan, pihaknya sebetulnya tidak menentang sepak bola untuk perempuan. Tetapi ketika fasilitasnya semisal stadion khusus untuk perempuan belum terpenuhi, maka haram hukumnya dipratikkan.

Seperti diberitakan Channel News Asia pada Selasa (9/7) dengan mengutip AFP, Provinsi Aceh disebut sebagai satu-satunya daerah yang mempraktikkan hukum Islam di Indonesia. Status demikian diberikan setelah otonomi khusus sebagai perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka dengan pemerintah Indonesia.

Kemenpora mencoba menghidupkan kembali sepak bola perempuan di Indonesia dengan mengadakan Liga Kemenpora. Liga Kemenpora dilakukan secara berjenjang dan untuk Aceh digelar oleh Badan Liga Sepakbola Pelajar Indonesia (BLiSPI) Aceh.

Sejumlah pertandingan pun digelar. Tim yang menjadi juara akan dikirim ke tingkat nasional pada akhir Juli hingga September 2019. Akan tetapi, MPU Aceh menolak kegiatan tersebut karena menilai fasilitas menggelar sepak bola perempuan masih minim.

Pertandingan sepak bola akan diizinkan apabila Provinsi Aceh telah memiliki stadion khusus untuk perempuan. Jika tidak, maka pertandingan demikian bisa memicu kemarahan publik. “Kami menuntut agar liga sepak bola perempuan itu ditunda sehingga tidak ada respons negatif dari publik,” kata Teungku.

Sebelumnya, sekitar 30 pemain telah mendaftarkan diri dan berpartisipasi dalam uji coba serta seleksi. Dari seleksi tersebut, sebuah tim akan dipilih untuk mewakili Aceh di tingkat nasional. Panitia mengklaim telah mematuhi peraturan syariah Islam terutama pemain diwajibkan mengenakan baju lengan panjang dan hijab untuk menutup kepala.

Ketua Panitia Penyelenggara Ishak Rizal mengatakan, pemain sepak bola perempuan itu sama sekali tidak melanggar syariah. Pasalnya, mereka mengenakan busana Muslim dan bermain secara normal. Pemain perempuan ini disebut telah berlatih selama 2 tahun, bahkan berpartisipasi dalam kompetisi regional dan berhasil menjadi juara.

Dikatakan Rizal, pihaknya masih berupaya meyakinkan ulama dan masyarakat bahwa sepak bola perempuan itu tidak melanggar hukum syariah Islam. Tetapi, pihaknya akan menerima apapun yang menjadi keputusan pemerintah dan mematuhi jika ulama merekomendasikan itu dinilai melanggar syariah Islam.

Di samping soal sepak bola perempuan ini, Aceh juga punya hukum syariah berupa hukum cambuk dalam hal perzinahan, menenggak minuman keras, LGBT dll. Bulan lalu, MPU mengeluarkan fatwa haram untuk permainan daring yang populer disebut sebagai PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG).

Indonesia merupakan sebuah negara dengan populasi sekitar 270 juta menggilai olahraga sepak bola. [KRG]