UGM Desak Pemerintah Kejar Ketertinggalan Infrastruktur Listrik

Ilustrasi

Koransulindo – 34 pembangkit listrik yang pembangunannya kini masih mangkrak harus dievaluasi secara menyeluruh,karena tidak semua harus diakselerasi.

Demikian ditegaskan pengamat listrik UGM Dr Tumiran kepada wartawan di PSE UGM, kepada Koransulindo.com. “Pembangkit yang mangkrak itu apakah desain sesuai standar, atau sudah layak memenuhi syarat dalam engineering, perlu dievalusai terbuka, siapa yang bertanggungjawab pada investasi yang dulu. Apalagi barang yang tergeletak kena hujan dan angin tentu mengalami kerusakan,” katanya.

Toh begitu, Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada mendukung program pemerintah dalam mengejar ketertinggalan infrastruktur listrik nasional. Pasalnya kapasitas listrik nasional yang terpasang 53 GW pada 2015 atau 210 watt per kapita, masih di bawah Singapura 2500 watt per kapita dan Malaysia 950 watt per kapita.”Program 35 GW yang dicanangkan presiden merupakan program yang harus disukseskan agar ketertinggalan infrastruktur tidak terus tertinggal,” ujar Tumiran.

Menurut Tumiran, percepatan pembangunan 35 GW belum mencapai seperti yang diharapkan karena tidak adanya sinergi dan koordinasi antar instansi yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur tersebut.  Padahal, lanjutnya,  percepatan infrastruktur listrik akan mempercepat penggunaan listrik untuk industri dan melayani masyarakat. ”Sektor kelistrikan harus tumbuh dan dipercepat. Tanpa ini pabrik dan industri tidak tumbuh,” ujarnya lagi.

Tumiran mecontohkan listrik di daerah luar Jawa masih byarpet sehingga investasi dan industri tidak tumbuh dengan baik. ”Industri nggak bisa masuk, investasi juga nggak. Syarat investasi yang  ditanya dulu ketersediaan listrik,” tutur Tumiran.

Tumiran berpendapat PLN sebagai pengelola listrik nasional mampu mendorong upaya trasformasi teknologi di sektor pembangkit. ”PLN harus menjadi leader dalam percepatan pembangunan 35 giga,” katanya.

Sementara itu Kepala PSE UGM Dr. Deendarlianto mengatakan selain soal listrik yang masih byarpet, menurutnya pemrintah juga mendorong peningkatan pemanfatan energi terbarukan yang ditargetkan mencapai 23 persen dari total energi yang digunakan tahun 2025. ”Energi baru harus dioptimalkan tetapi keekonomian perlu diperhatikan,” kata Deendarlianto.

PSE UGM, katanya, terus berkomitmen mengembangkan energi terbarukan. Salah satu program yang akan dilaksankan saat ini adala pemanfaatan energi tenaga surya dalam peningkatan pendapatan keluarga rumah tangga miskin melalui usaha yang dilakukan di kabupaten Tanjung Jabung Jambi dan kabupaten Solok Selatan. “Kami mendapatkan hibah Rp 16,7 miliar untuk kegiatan yang akan dilakukan mulai bulan juli ini,” ujarnya.

Pemanfaatan energi terbarukan ini, menurut Deendarlianto, akan digunakan untuk penerangan pada malam hari, mengelola limbah pertanian, perkebunan dan perikanan dan pemanfaatan energi untuk penyediaan air bersih melalui pompa air bertenaga surya. Adapun pengerjaannya, PSE akan menggandeng komunitas lokal yang dilatih untuk mengoperasikan dan merawat teknologi yang sudah terpasang. (yuk)