koransulindo.com – Hampir di setiap daerah di Indonesia menunjukan tren kasus Covid-19 menurun. Itu bisa dilihat dari data satgas Covid-19 melalui angka Reproduction Number (Rt) yang ada di bawah 1.
Meski tren kasus yang cenderung menurun itu, masyarakat diharapkan jangan euforia karena risiko peningkatan penularan masih bisa saja terjadi.
Seperti yang disampaikan ahli biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dr. Iwan Ariawan dalam gelar wicara “Waspada Gelombang Ketiga: Bijak Bepergian Cegah Penularan” secara daring yang diikuti di Jakarta, Selasa (28/9).
Untuk itu, masyarakat tidak euforia, karena pelonggaran PPKM yang diterapkan hampir di seluruh daerah Jawa-Bali. Terutama di sektor ekonomi, dia meminta agar tetap menerapkan kehati-hatian.
Karena capaian vaksinasi, kata dia, belum sepenuhnya tercapai, sehingga semua pihak diminta mengikuti aturan yang sudah dibuat dan melakukan screaning dengan aplikasi PeduliLindungi ketika memasuki pusat kerumunan.
“Virus corona ini masih beredar dan belum habis. Kita meski melihat di banyak negara kasus masih meningkat lagi. Meski sudah divaksin, tidak ada yang efektif 100 persen,” bebernya.
Hingga akhir tahun, dengan kecepatan vaksinasi sekarang yang sudah mencapai 55 persen, katanya, penduduk Indonesia telah memiliki kekebalan Covid-19. Tapi, masih ada sebagian lagi yang belum memiliki kekebalan.
“Risikonya bisa terjadi wabah bagi yang belum divaksin,” katanya.
Masyarakat disarankan agar tetap beraktivitas dengan hati-hati, sesuai level PPKM di wilayah masing-masing, dengan mengikuti aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah dan para ahli, demikian Iwan Ariawan.
Sementara, Ketua Laboratorium Intervensi Sosial dan Krisis, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dicky Chresthover Pelupessy menegaskan, kepatuhan terhadap protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19 harus dilihat sebagai investasi sehat.
Pertama kali yang harus dilakukan, lanjut dia, adalah mempelajari pelajaran berharga, saat beberapa bulan lalu Indonesia terjadi puncak kasus Covid-19 dan menginfeksi banyak orang.
Selain itu, apa yang dilakukan saat ini sebaiknya seperti cost dan benefit analisis dengan menyadari apa yang terjadi di sekitar manusia bila seseorang terinfeksi Covid-19, termasuk risiko dalam keluarganya.
“Belajar dari sejarah yang belum lama, dan harga yang harus dibayarkan jika kita terinfeksi,” ujar dia.
Kunci menekan transmisi Covid-19 sendiri, lanjut dia, adalah perilaku manusia. Faktor yang menyebabkan transmisi dimulai dari mobilitas manusia, perilaku tidak bersih dan tidak taat protokol kesehatan.
Bila perilaku manusia masih bersama dan kolektif, akan terjadi peningkatan kasus. Namun, ketika dua bulan lalu penduduk khawatir dengan Covid-19 dan berusaha disiplin, kasus menjadi turun.
Diketahui berdasarkan data, Rt seluruh provinsi telah berada di bawah 1. Lima provinsi dengan nilai Rt tertinggi yaitu Maluku (0,88), Gorontalo (0,86), Jateng (0,82), DKI Jakarta (0,82), dan Banten (0,79).
Kemudian berdasarkan data ourworldindata.org, tercatat bahwa per 1 Juli 2021 Rt Indonesia sebesar 1,35. Namun, pada 21 September 2021 sudah menurun tajam sehingga Rt Indonesia sebesar 0,62. Angka tersebut jauh lebih rendah dari Singapura 1,71 dan Malaysia 0,92.
Rt 0,62 artinya setiap 1 kasus Covid-19 secara rata-rata menularkan ke 0,62 orang, sehingga jumlah transmisi kasus terus berkurang. Artinya, laju penularan kasus di Indonesia sudah cukup terkendali.
Penanganan Covid-19 di Indonesia terus mengalami perbaikan dan penurunan kasus, melanjutkan tren perbaikan yang telah terjadi sejak awal Agustus lalu. Adapun, jumlah kasus aktif per 27 September 2021 sebanyak 40.270 kasus atau turun 92,98 persen dari puncak kasus aktif data per 24 Juli 2021.
Demikian juga jumlah kasus konfirmasi harian yang selama 6 hari berturut-turut di bawah 3.000 kasus. Kondisi ini pun terus dijaga dan dipertahankan oleh pemerintah, dengan membangun kewaspadaan terhadap berbagai potensi munculnya gelombang baru.
Positivity rate juga terus konsisten menunjukkan tren penurunan sejak akhir Juli. Pada minggu lalu rata-rata mingguan (7DMA) positivity rate sebesar 1,44 persen, sedangkan pada 26 September menjadi sebesar 1,18 persen.
Kemudian untuk luar Jawa Bali, tren kasus konfirmasi per 100 ribu penduduk/minggu mengalami perbaikan/penurunan di 27 provinsi.
Per 26 September hanya 1 provinsi yang masih di Level TK-3 yaitu Kalimantan Utara, ada 2 Provinsi yang di Level TK-2 yaitu Kalimantan Timur dan Bangka Belitung, sedangkan yang lain sebanyak 24 provinsi sudah berada di Level TK-1.
Menurut data Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) per 26 September, kasus aktif nasional tercatat sebanyak 42.769 kasus dengan distribusi di Jawa-Bali sebesar 35,75 persen dan luar Jawa-Bali sebesar 62,84 persen.
Sejak awal PPKM berbasis level (9 Agustus-26 September), jumlah kasus aktif di luar Jawa-Bali terus menurun dengan penurunan tertinggi terjadi di wilayah Nusa Tenggara sebesar minus 89,74 persen, disusul Sumatera sebesar minus 89,06 persen, Kalimantan sebesar minus 85,92 persen, Sulawesi minus 84,10 persen, dan Maluku-Papua sebesar minud 82,30 persen. Sedangkan di Jawa-Bali penurunan kasus sebesar minus 93,36 persen.
Tingkat Kesembuhan atau Recovery Rate (RR) secara nasional adalah 95,62 persen, lebih baik dari rata-rata global yang tercatat sebesar 89,94 persen.
Sementara rata-rata di Jawa-Bali sebesar 95,94 persen dan Luar Jawa-Bali sebesar 94,96 persen. Sedangkan tingkat kematian atau Case Fatality Rate (CFR) nasional sebesar 3,36 persen, lebih tinggi dari CFR Global yang tercatat sebesar 2,05 persen, sementara CFR Jawa-Bali sebesar 3,50 persen dan luar Jawa-Bali sebesar 3,08 persen. [WIS]
Baca juga: