Tragedi 1 Oktober Kanjuruhan, Catatan Hitam Sepakbola Indonesia

Aparat keamanan beada di tengah lapangan setelah penembakan gas air mata - AP

JATUHNYA ratusan korban pada pertandingan sepakbola di Stadion Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur (1/10), adalah tragedi yang sangat memilukan bagi masyarakat Indonesia dan para pencinta olahraga sepakbola.

Bagaimana tidak, lebih dari 125 orang meregang nyawa dan ratusan lainnya terluka akibat terkena gas air mata, terinjak-injak, terhimpit juga disinyalir karena tindak kekerasan aparat saat mengamankan situasi pasca pertandingan antara Arema FC Malang vs Persebaya Surabaya. Peristiwa ini kian menambah lembaran hitam dalam sepakbola Indonesia.

Peluit akhir pertandingan seolah menjadi gong penanda dimulainya tragedi berdarah itu. Begitu peluit berbunyi puluhan penonton turun ke lapangan untuk menyambangi pemain.

Namun kemudian ratusan bahkan ribuan penonton lain ikut turun sehingga para pemain dan panitia pertandingan terlihat panik dan tergesa masuk ruang ganti dengan kawalan aparat keamanan.

Prayogi, salah seorang penonton dan pedagang merchandise menyebut para penonton yang turun ke lapangan kebanyakan hanya ingin berfoto dengan pemain. Awalnya situasi masih tenang saja menurutnya.

“Sama sekali tidak ada niat untuk menyerang pemain Persebaya, bahkan kapten tim mereka sempat berdoa syukur di tengah lapangan atas kemenangan itu” kata Prayogi sebagaimana dilansir media.

Usai pemain dan panita pertandingan berhasil masuk ruang ganti dengan kawalan apararat, suasana menjadi memanas. Aparat keamanan yang terdiri dari kepolisian terlihat dibantu oleh pihak TNI berseragam loreng mencoba mengusir massa dari lapangan dengan pentungan, tendangan dan gas air mata. Namun tindakan pembubaran disertai pemukulan berbalas amukan massa kepada aparat.

Arena pertandingan seketika berubah menjadi panggung tawur antara penonton dengan aparat. Dari beberapa video yang dipublikasikan penonton, terlihat aksi saling pukul dan letusan gas air mata yang ditembakkan ke segala penjuru. Tak lama kemudian terlihat koban bergeletakan di lapangan.

Lontaran gas air mata kemudian semakin beringas, tak hanya diarahkan ke massa di area lapangan, tribun tempat duduk yang dipadati penonton pun menjadi sasaran.

Penonton di tribun mulai bertumbangan, sebagian pingsan terkena gas air mata, sebagian terhimpit ditengah ribuan orang yang panik menghindari gas air mata, sebagian lagi terjebak di pintu keluar stadion dan terinjak-injak.

Adapun data jumlah korban masih simpang siur, pihak Polri menyebut 125 orang meninggal, sedangkan berbagai informasi menyebut sudah mencapai angka 182 orang.

Kepala Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan Bobi Prabowo mengatakan sesak napas akibat gas air mata dan cedera menjadi penyebab utama jatuhnya korban. Menurut dia, banyak korban meninggal karena mengalami cedera akibat terinjak dan berdesak-desakan saat berusaha menghindari gas air mata.

Pemain asing Arema FC asal Guinea Bissau Abel Camara mengaku melihat langsung beberapa penonton meninggal di ruang ganti pemain.

“Dari situ [ruang ganti pemain] kami mulai mendengar tembakan, dorongan. Ada orang-orang di dalam ruang ganti yang terkena gas air mata dan meninggal tepat di depan kami. Ada tujuh atau delapan orang yang terbunuh di ruang ganti,” kata Camara mengisahkan.

Penonton saling membantu untuk menyelamatkan korban – Detik

Liga 1 dihentikan sementara, kompetisi lain tidak

Tragedi Kanjuruhan menjadi kabar duka bagi masyarakat dan dunia olahraga. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan meminta evaluasi menyeluruh mengenai pelaksanaan pertandingan sepakbola dan prosedur pengamanan yang dilakukan.

“Untuk itu saya juga memerintahkan PSSI untuk menghentikan sementara Liga Satu sampai evaluasi dan perbaikan prosedur pengamanan dilakukan. Saya menyesalkan terjadinya tragedi ini dan saya berharap ini adalah tragedi terakhir sepak bola di tanah air, jangan sampai ada lagi tragedi kemanusian seperti ini di masa yang akan datang.” ujar Presiden Jokowi.

Jokowi juga memerintahkan pimpinan kementerian/lembaga terkait untuk evaluasi menyeluruh. Ketiga pimpinan lembaga tersebut, yakni Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dan Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan.

Khusus kepada Kapolri, ia meminta jajaran kepolisian mampu mengusut tuntas dan menginvestigasi kericuhan.

Secara terpisah, Sekjen Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Yunus Nusi menyatakan keputusan untuk menghentikan sementara Liga 1. Namun kopetisi sepakbola lainnya tetap dilanjutkan.

“Ya yang jelas untuk dihentikan kompetisi liga 1. Kompetisi lainnya tetap dilanjutkan dan tentu saya PT LIB untuk liga 2 sudah memberikan instruksi kepada Panpel, untuk mengambil langkah-langkah antisipatif.” ujar Yunus.

Begitupula kejuaran AFC kelompok umur yang sedang berlangsung hingga tanggal 9 Oktober di Pakansari Bogor dinyatakan tetap berlanjut.

“Di Pakansari tidak ada pengarahan suporter yang begitu banyak serta baik di tim yang berbeda dan kecuali tim Indonesia bermain, maka ini juga kami koordinasikan dengan pihak keamanan.” tambah Yunus.

Siapa berani bertanggung jawab

Pada tragedi Kanjuruhan ada beberapa faktor yang dinilai menjadi penyebab jatuhnya sangat banyak korban. Di antaranya adalah penjualan tiket melebihi kapasitas stadion, pelaksanaan pertandingan pada malam hari, hingga tindakan pengamanan secara berlebihan.

Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengatakan pihaknya melakukan penembakan gas air mata tersebut dilakukan karena para pendukung Arema yang tidak puas dan turun ke lapangan itu telah melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial.

Ia pun menyebut massa menumpuk di pintu keluar akibat gas airmata yang dilontarkan oleh pihak kepolisian.

“Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen,” kata Nico dikutip dari Antara.

Sedangkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya akan mengusut tuntas tragedi di Stasion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

“Tim akan laksanakan pengusutan terkait proses penyelenggaraan dan pengamanan sekaligus investigasi terkait peristiwa yang terjadi mengakibatkan banyaknya korban meninggal dunia,” kata Listyo di Stadion Kanjuruhan, Minggu (2/10).

Listyo mengatakan bahwa tim sedang mengumpulkan seluruh bukti terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan. Termasuk, rekaman CCTV di stadion.

Terpisah, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali menyebut pihaknya akan mengusut penggunaan gas air mata oleh pihak kepolisian dalam tragedi Kanjuruhan.

Padahal, menurutnya, aturan FIFA tak memperbolehkan penggunaan gas air mata dalam pertandingan sepak bola.

“Ya, termasuk itu yang kita akan investigasi, kenapa sampai ada penggunaan gas air mata di stadion dan lain sebagainya,” ujarnya kepada CNN, Minggu (2/10).

Indonesia Police Watch (IPW) menilai ada pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian dalam melakukan tugasnya. Aparat kemanan memang terlihat menggunakan gas air mata yang dilarang di dalam stadion sepakbola. Selain itu terjadi juga tindakan pemukulan dan tendangan ke arah penonton yang sudah tak berdaya.

Maka Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, dalam siaran pers mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit mencopot Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat sebagai tanggung jawab atas tragedi di Stadion Kanjuruhan. Ia pun meminta kejadian itu diusut hingga tuntas.

“Jatuhnya korban tewas di sepak bola nasional harus diusut tuntas pihak kepolisian. Jangan sampai pidana dari jatuhnya suporter di Indonesia menguap begitu saja seperti hilangnya nyawa dua bobotoh di Stadion Gelora Bandung Lautan Api pada Juni lalu,” terang dia.

Mengenai tanggung jawab PSSI secara spesifik IPW menyebut Ketua Umum PSSI sebaiknya mundur.

“Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan (Iwan Bule) seharusnya malu dan mengundurkan diri dengan peristiwa terburuk di sepak bola nasional,” tegasnya.

Sementara itu, menurut pengamat keamanan ISESS, Bambang Rukminto, tragedi Kanjuruhan tak perlu terjadi bila panitia berdisiplin pada statuta FIFA yang menyatakan larangan penggunaan gas air mata dalam pengamanan pertandingan sepak bola di sebuah stadion. Menurutnya, tidak semua supporter adalah perusuh.

“Tragedi itu tak perlu terjadi bila panitia dan aparat keamanan presisi, prediktif, dan responsible sehingga bisa prevent pada kedaruratan,” katanya.

Namun terlepas dari pihak mana yang bertanggung jawab atas tragedi ini, seperti yang telah disampaikan oleh Presiden Jokowi, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan pertandingan sepakbola dan prosedur pengamanannya. Jangan sampai peristiwa ini terulang kembali dan memakan korban sia-sia. [PTM]